NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Lansia
Popularitas:707
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Setelah Mumu pergi, Nisa juga ingin bergegas masuk ke dalam rumah. Ia ingin melepaskan tangisannya di atas bantal. Tapi baru sampai pintu Iman menegurnya.

"Mau kemana, Mah?"

"Kan tadi disuruh Masuk? Dasar plin - plan!"

Iman melongo. Sebenarnya ada apa, sih?

"May, sebenarnya ada apa, sih?" Hanya Maya yang dapat diminta pertanggungjawabannya. Bukan pertanggung jawaban juga, sih.. Maksudnya diminta penjelasannya karena ia yang dari tadi bersama Nisa di sini. Ia pasti tahu kejadiannya.

"Maya nggak pinter cerita, Bang. Nanti malah salah."

"Udah, cerita aja. Kenapa Bang Mumu sampai melabrak Nisa?"

"Iya, Bang. Tapi sebelumnya, kalau ada salah - salah kata, maafin Maya, ya."

"Kok malah pidato? Ayo cepetan cerita!"

Maya berusaha mengingat. Ia terlihat bingung.

"Darimana dulu, ya?" Iman mengacak kasar rambutnya. Mau mengacak rambut Maya nanti dibilang pelecehan.

"Jangan bertele - tele! Cepetan cerita!" ucapnya tidak sabar.

"Eh! Iya, Bang!" dengan sedikit gugup Maya mulai bercerita.

Mata Iman mengalami perbesaran. Semakin lama semakin besar sampai mentok pada batas maksimal.

"Bang Mumu suka sama Tini?!" teriaknya. Maya merungkut.

"Dan Tini membalasnya?" Maya mengangguk. Badannya gemetar melihat mata Iman yang memelototinya.

"Pasti Tini cuma manfaatin Bang Mumu karena Dia lagi banyak duit, 'kan?!" Meski ragu - ragu, Maya mengangguk lagi. Tapi memang sepertinya begitu.

"Apa Bang Mumu nggak nyadar udah punya anak bini?!" hati Maya menciut. Ia yang membawa Tini kemari.

"Makan masih nedeng sana - sini aja sok mau punya bini 2?Nggak ngotak apa!" ucapan - ucapannya persis seperti yang Nisa katakan. Iman seperti halnya Nisa memang tidak menyukai adanya pelakor atau pebinor atau apalah namanya.

"Kok Abang jadi marahin Saya, sih?" Maya tidak tahan lagi jadi pelampiasan kemarahan Iman meski ada sahamnya juga atas kejadian ini.

"Siapa yang marahin Kamu?"

"Lah itu, Abang melototnya ke Saya?" Iman tersadar. Ia melotot dan menuding - nuding Maya.

"Ya udah. Kamu kerja sendirian dulu ya, May?" Maya hanya dapat mengangguk pasrah.

Iman bergegas masuk ke dalam rumah. Ia menemukan istrinya menelungkup di atas tempat tidurnya. Bahunya bergerak naik turun.

Iman langsung duduk di samping Nisa dan membelai bahunya.

"Maafin Papah ya, Mah. Papah nggak tau bang Mumu begitu."

Nisa membalikkan tubuhnya. Menangs sebentar sudah cukup membuat matanya terlihat sembab. Iman merasa bersalah.

"Maafin Papah, ya." katanya sekali lagi. ia membantu Nisa untuk duduk.

"Udah dong, nangisnya. Bang Mumunya juga udah pergi."

Nisa berhenti menangis. Ia menatap suaminya lekat - lekat.

"Papah tau apa yang membuat Mamah nangis? Itu bukan karena bang Mumu." Iman menaikkan alisnya untuk bertanya.

"Mamah nangis karena Papah ngebentak Mamah di depan orang lain. Di depan Maya. Di depan Bang Mumu. Papah juga melototin Mamah di depan mereka, seolah Mamah ini yang salah."

"Papah nggak bentak Mamah, kok. Apalagi melotot. Papah 'kan cuma nanya." Iman tidak merasa melakukan itu.

"Apanya yang enggak? Papah tuh melotot terus ngebentak. Kamu ngapain sih, Mah?" Nisa mereka ulang gaya suaminya saat berbicara seperti itu. Airmatanya turun lagi.

Iman menghela nafas. Semua itu ia lakukan di luar kesadarannya. Ia meraih Nisa dalam pelukannya.

"Maafin Papah, ya. Papah nggak merasa berbuat begitu. Papah cuma kaget lihat Bang Mumu ngelabrak Mamah."

Dalam pelukan Iman, Nisa mengangguk.

"Si Tini ternyata begitu, ya." Iman seakan mengeluh. Nisa melepaskan pelukannya.

"Kenapa? Papah naksir juga? Mau saingan sama Bang Mumu?" Iman tertawa merasakan kecemburuan Nisa.

"Papah cuma nggak nyangka aja, Mah. Keliatannya 'kan dia cewek baik - baik."

"Kalau hubungan mereka masih berlanjut, Aku pasti kasih tau Teh Yanti. Atau kalau nggak, Bang Hasby."

"Kita nggak usah ikut campur, Mah. Biarin aja begitu."

"Tapi kasian kalau Bang Mumu diporotin terus duitnya sama pelakor itu, Pah!" Iman tersenyum. Dalam marahnya, Nisa tetap mengkhawatirkan abangnya ini.

**********

"Katanya ada pelakor di empang Kamu ini, Nis?" mata Yanti menyorot tajam.

"Mana ada, Teh? Semua yang kerja di sini sudah punya suami." kelit Nisa.

'Sekarang udah nggak ada di sini, Teh.' Bukannya ingin membohongi Yanti dan membela Mumu, Nisa berharap kejadian kemarin membuat jera si pelakor. Hubungannya dengan Mumu berakhir tanpa istrinya mengetahui perselingkuhan itu. Jadi Yanti tidak perlu merasa terluka.

"Kemarin Aku denger - denger.."

"Jangan suka menganggap serius gosip, Teh."

"Apa iya cuma gosip?"

"Kalau nggak ada kenyataannya, apa namanya?"

Yanti terlihat lega. Ia berjalan ke sini hanya untuk menanyakan itu. Mereka masih tinggal di rumah lama. Rumah yang mereka bangun belum selesai.

"Aku haus, Nisa. Boleh minta es teh manis?" katanya sambil duduk di bangku yang disediakan untuk Maya.

"Boleh, Teh. Tolong bikinin ya, May."

'Alasan mah haus, padahal doyan.' gerutu hati Maya saat mengaduk gula dalam gelas.

Klonteng klonteng klonteng!

Maya mengaduknya cukup keras. Yanti melirik tajam.

"Pembokat Kamu nggak suka ya, bikinin minum buat Aku?"

"Nggak, lah." senyum Nisa.

Maya metakkan teh manis di depan Yanti.

"Ini, Bu. Katanya haus." Yanti langsung mengaduk aduk es di dalam gelas agar lebih cepat dingin.

"Mau nambah, Bu? Barangkali masih haus?" Mata Yanti mendelik mendengar ucapan Maya.

"Ini belum juga di minum! Kamu ngeledek, ya?

"Siapa yang ngeledek sih, Bu? Ibu 'kan biasanya begitu."

Biasanya? Nisa jadi bingung. Memang Yanti sering kemari? Kok ia tidak tahu?

Yanti cepat - cepat meminum es nya.

"Cuma es teh manis aja! Kamu jangan pelit dong, Nisa!"

"Aku.. kenapa.." Nisa semakin bingung.

Yanti langsung menghabiskan minumannya dan bergegas keluar.

"Ada apa sih, May? Kok Teh Yanti jadi marah begitu?"

"Dia kebiasaan, Mbak. Tiap hari minta es teh manis di sini. Minta lho, bukan beli. Minta tambah, lagi. Kita 'kan jualan." cerocos Maya kesal.

"Kok Aku nggak tau, ya?"

"Dia tau jam - jamnya Mbak masuk untuk sholat ashar." Nisa menghela nafas.

"May, Kalau Dia ke sini lagi untuk minta minum seperti tadi, bikinin aja, ya? Nggak usah komen! Itu kakak ipar Mbak." Nisa menegur Maya.

"Kalau yang lain seperti Bang Mumu atau Teh Yanah minta juga, kasih aja. Mereka kakak - kakak Iman." Maya ingin protes, tapi tidak berani.

"Kita di sini sekarang lingkungannya saudara semua, May. Jadi harus siap dengan resikonya." Maya mengangguk.

"Iya, Mbak."

Kalau yang punya warung sudah mengizinkan, memang tidak ada haknya untuk komentar,apalagi kesal.

'Kasian Mbak Nisa. Saudara - saudara suaminya sering tidak tau diri!' umpatnya dalam hati.

"Aku ngambilin gelas di lampak dulu ya, Mbak?" Sekarang udah jam setengah empat. Setengah jam lagi season dua siang ini akan berakhir.

Nisa mengangguk. Ia juga akan berjalan ke lampak untuk menagih pemancing yang sudah jajan di warungnya. Catatan pembukuan Nisa begitu rapi hingga orang dapat mudah mengerti.

"Maya pulang, ya Mbak." Tepat jam 4 season 2 berakhir. Maya juga sudah selesai merapikan warung. Gelas - gelas bersih sudah berada di tempatnya.

Pemancingan sudah sepi. Tinggal pegawai Iman yang sedang membersihkan empang.

********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!