Bunga itu telah layu sejak lama, menyisakan kelopak hitam yang berjatuhan, seperti itulah hidup Hanna Alaya Zahira saat ini, layu dan gelap.Hanna adalah seorang sekretaris yang merangkap menjadi pemuas nafsu bosnya, mengantungi pundi-pundi uang dalam rekeningnya, namun bukan tanpa tujuan dia melakukan itu. Sebuah rahasia besar di simpan bertahun-tahun. Pembalasan dendam.. Edgar Emilio Bastian bos yang dia anggap sebagai jembatan mencapai tujuannya menjadikannya simpanan dibalik name tag sekretarisnya, membuat jalannya semakin mulus. Namun, di detik-detik terakhir pembalasan dendam itu dia justru terjerat semakin dalam pada pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kopi
Hanna menggerakkan tubuhnya yang terasa berat. Dia menyingkirkan tangan Edgar di pinggangnya lalu menurunkan kakinya untuk bangun.
"Mau kemana?" Edgar membuka matanya sedikit malas saat Hanna akan turun dari ranjang.
"Bangun." Edgar melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 5 pagi.
"Masih gelap," ucapnya dengan menarik Hanna agar kembali berbaring.
"Dengar, Ed. Kamu harusnya segera bangun dan pindah ke kamarmu. Gimana kalau Nyonya tahu kamu tidur disini."
Edgar terkekeh. "Biar itu jadi urusanku. Ayo tidur lagi." Edgar menepuk kepala Hanna lalu memberikan kecupan disana.
Hanna tertegun, saat merasakan pelukan Edgar mengerat lalu pria itu kembali memejamkan matanya.
Hanna mendongak dan mendapati Edgar yang sudah kembali memejamkan matanya.
Hanna mengerjapkan matanya saat merasa jantungnya berdebar kencang. Dia bahkan menutupi dadanya dengan kedua tangannya, berharap Edgar tak mendengar suara debarannya, apalagi tubuh mereka merapat karena Edgar memeluknya.
...
Hanna sedang membuat kopi saat mendengar suara langkah kaki memasuki rumah. Dia melihat beberapa pelayan langsung sibuk menghampiri Siska yang melangkah masuk. Mulai dari sepatu, tas dan blazer, wanita itu melepaskannya sembarangan hingga pelayan dengan segera menangkapnya.
"Oh, hai Hanna. Bagaimana tidur malam kamu?" Siska menarik kursi makan.
"Baik Nyonya. Anda mau kopi?" tawarnya.
"Boleh, buatkan aku dengan satu sendok teh gula dan krim." Siska mengibaskan tangannya agar pelayan segera menyimpan semua barang- barangnya.
Hanna melirik sebentar, lalu melanjutkan niatnya membuat kopi untuk Siska. "Saya datang ke kamar anda tadi malam," ucap Hanna sambil meletakan kopinya di depan Siska.
"Oh, sorry ... aku mendadak ada janji semalam." Siska terlihat merasa bersalah.
"Gak masalah, saya mengerti." Hanna kembali ke konter saat melihat Edgar dan Naomi muncul. "Anda ingin kopi Pak?"
"Hm." Edgar hanya berdehem lalu mendudukan dirinya di kursi kepala keluarga.
"Kamu pulang." Siska menghampiri dan memiringkan wajahnya hendak mencium Edgar, namun dia tertahan sebab Edgar menahannya.
"Kamu bau alkohol," ucapnya dengan raut datar.
Siska terkekeh lalu menegakkan tubuhnya. "Aku kira kamu gak pulang lagi, jadi aku menghabiskan waktu bersama teman-temanku."
"Sebaiknya kamu bersihkan tubuhmu dulu." Edgar bahkan tak melihat sama sekali pada Siska, membuat Siska tertawa.
"Ayolah Ed, kamu seperti tidak pernah keluar malam."
"Tentu saja aku tahu, karena itu aku memintamu membersihkan tubuhmu."
Hanna melirik sebentar pada pasangan tersebut, lalu menggeleng pelan saat melihat Naomi disana.
"Hanna mau buatin aku susu?" suara Naomi terdengar di tengah ketegangan pasangan suami istri tersebut.
Hanna mendongak. "Boleh."
Naomi berjalan ke arah konter dan menghampiri Hanna.
Hanna melihat ke arah Siska yang pergi dengan kesal, lalu Edgar yang masih acuh dan justru menatap ponselnya. Ternyata keluarga ini benar-benar tak seharmonis kelihatannya. Hanna menarik sudut bibirnya merasa ini akan sangat menarik dan mudah.
Hanna menghilangkan senyumnya saat Naomi menghampirinya, dan menopang dagunya. "Mau belajar buat sendiri?"
Naomi mengeryit, sementara Hanna mendorong pelan toples susu ke hadapan Naomi, beserta gelas dan sendok. "Masukan dua sendok makan susu ke dalamnya," ucap Hanna sebelum mengangkat cangkir kopi untuk Edgar.
Naomi menaikan alisnya melihat pada pelayan yang berjejer di dapur. Biasanya mereka yang membuat untuknya. Lalu tatapannya kembali pada toples susu di depannya, dan tangannya mulai bergerak membuka toples tersebut.
Hanna meletakan kopi di depan Edgar, lalu menunduk. "Kopi anda Pak."
Edgar menoleh dan melihat kopi di atas meja lalu pada Hanna yang berdiri di depannya. "Hm."
"Hanna selanjutnya apa?" Hanna melihat Naomi yang duduk di kursi bar. Gadis itu menurutinya untuk menuangkan susu bubuknya ke dalam gelas.
"Saya permisi dulu Pak." Hanna kembali ke arah Naomi untuk membantunya membuat susu.
Hanna mengambil gelas yang sudah berisi susu tersebut lalu membawanya ke arah dispenser dan menekan tombol air panas, hingga gelas di penuhi air.
"Semudah itu?"
"Hm." Naomi tersenyum saat Hanna mengaduk susu di depannya.
"Baiklah. Aku akan melakukannya sendiri mulai sekarang. Tapi, kenapa kopi harus dimasukan ke dalam mesin ini dulu?"
"Bisa menggunakan cara yang sama kalau kamu hanya membuat kopi instan, tapi ini kopi yang di proses dari bijinya jadi harus di buat dengan cara berbeda ..."
Edgar memperhatikan dari tempatnya duduk, sambil menyeruput kopinya, dan tanpa sadar menarik sudut bibirnya saat melihat Hanna menjelaskan cara kerja mesin kopi kepada Naomi.
Bukankah harusnya seperti itu sebuah keluarga?
....
Setelah sarapan Hanna pergi mengantar Naomi sebelum pergi ke kantor. Begitu pun Edgar. Mereka akan pergi dengan mobil masing-masing. Namun saat melihat mereka pergi bersamaan, pemandangan tersebut lebih terlihat seperti sebuah keluarga yang akan pergi bersamaan.
Dari arah tangga Siska melihat ketiganya yang pergi beriringan dengan mata yang menyipit tajam. Lalu dengan wajah yang kembali normal Siska melanjutkan langkahnya. "Siapkan sarapan untukku," ucapnya pada pelayan yang tentu saja setia mengikutinya di belakang.
"Baik, nyonya." Pelayan tersebut segera pergi untuk mempersiapkan permintaan nyonya rumah mereka.
Siska mendudukkan dirinya di kursi, melihat para pelayan yang tengah merapikan meja makan.
Ada bekas piring dan cangkir kopi di depan kursi Edgar, gelas bekas susu di kursi yang biasa di tempati Naomi. Hingga tatapannya jatuh pada kursi di sebelah Edgar, dimana dia biasanya duduk. Ada bekas kopi dan piring di sana. Tentu saja itu bukan bekasnya, sebab dia belum makan. Dan yang pasti dia melihat gelas kopinya masih utuh tersingkir di sebelahnya.
Siska tersenyum tenang, lalu berkata. "Buatkan aku kopi yang baru, tapi gula."
....
Jadi, jadi apakah Siska mulai curiga atau enggak ya, guys🤭
Pengumuman:
Abis ini kalau ada adengan warning2an aku up malam ya, biar gak mengganggu puasa kalian😁 Karena aku yakin kalau otak kalian ikut ngeres waktu aku up yang warning2an🤣
Selamat berpuasa bagi yang menjalankannya. Semoga puasa kita di lancarkan, tubuh kita di sehatkan selama puasa ini, sampai akhirnya kita mencapai hari kemenangan🤗