NovelToon NovelToon
Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ida Nuraeni

Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.

Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.

Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Berpulangnya Budhe Mardiah

"Selamat datang di bandara internasional Soekarno-Hatta Cengkareng"

Sambutan yang dikumandangkan oleh pramugari saat pesawat mendarat di landasan dengan aman. Semua penumpang masih menunggu instruksi dari pramugari sebelum beranjak dari kursi masing-masing. Setelah pesawat terparkir sempurna dan instruksi untuk meninggalkan kursi penumpang dikumandangkan, serentak semua penumpang berdiri menunggu antrian keluar dari kabin pesawat. Sesuai yang diprediksi Hanum, keluar dari terminal waktu sudah menunjukkan pukul 18:30. Tanpa membuang waktu lagi, Hanum langsung menuju shelter bis menunggu kedatangan bis jurusan Bekasi. Sekitar 15 menit menunggu baru terlihat bisnya datang, kebetulan masih sepi penumpang sehingga Hanum bisa duduk dengan nyaman. Ciri khasnya Jakarta adalah kemacetan lalu lintas, dan inilah yang menjadi lamanya perjalanan meskipun melalui jalan bebas hambatan. Perlu waktu 2 jam untuk sampai di Bekasi, dan disambung dengan becak menuju ke rumah sakit. Sampai di lobby rumah sakit, Hanum menghubungi Donny karena tidak tahu dimana ruangannya.

"Mas Ony, aku sudah di Lobby nih. Jemput ya!"

"Tunggu sebentar, nanti Ance yang jemput, soalnya Ony lagi pergi dulu ada urusan sebentar"

"Oke deh"

Tak lama kemudian tampak Ance, istrinya Mas Donny berjalan ke arah Hanum dengan wajah sumringah, langsung mencium tangan dan berpelukan erat.

"Ya Allah Teh Hanum, akhirnya kita bertemu lagi meskipun dalam suasana yang kurang baik. Sendirian saja?"

"Alhamdulillah bisa bersilaturahmi lagi ya. Kalau sekeluarga berat di ongkos Say, makanya biarlah berbagi tugas" jawab Hanum sambil melepaskan pelukannya.

"Tapi kita nggak bisa masuk ruangan Oma, hanya bisa melihatnya sebentar dan harus seijin perawat."

"Nggak apa-apa. Nanti kalau bisa dilihat, aku mau menemui sebentar saja. Opa sudah pulang?"

"Opa baru saja jam 21:00 tadi pulang diantar Mas Ony. Kasihan kalau ikut nunggu di sini nggak bisa istirahat. Kita kan nunggunya di ruangan beramai-ramai dengan penunggu lainnya. Nah ini ruangan tunggu kita, kalau ruangan Oma masuk ke dalam sana" Ance menunjukkan ruangan ICU dan ruang tunggu.

"Mbak Dewi belum sampai? Bukannya dia berangkat siang tadi?" tanya Hanum karena dilihatnya yang menunggu hanya Ance sendiri.

"Mbak Dewi naik pesawat terakhir jam 19:30 nanti, karena ada kelas tambahan yang tidak bisa ditinggal. Kalau Mbak Lola cuma sampai Magrib, karena anak-anaknya dititipin ke tetangga, terus mbak Lisa sama Wadi juga ikut pulang sama Mbak Lola"

"Ya sudah kita bermalam disini berdua. Sudah makan belum Ance?"

"Sudah tadi sama Mas Ony. Teteh belum makan ya? Di bawah ada kantin buka 24 jam, tapi nggak tahu makanannya apa saja kalau sudah malam."

"Sebetulnya tadi dapat roti sebungkus di pesawat, tapi kurang nendang. Ya paling kalau nggak ada makanan berat, pilihannya mie instan. Atau titip beli sama Mas Ony ya?"

"Mendingan beli di kantin saja Teh, Mas Ony mah belum tahu balik ke sini nya jam berapa. Dia ada kerjaan sama temannya, ya lumayan lah untuk tambahan pemasukkan."

"Alhamdulillah, yang penting masih punya pekerjaan dan penghasilan. Kalian kan masih berdua, jadi nggak perlu pusing mikir pengeluaran yang bermacam-macam." nasehat Hanum

"Ya sudah, hayu kita ke kantin dulu, biar nanti istirahat perutnya sudah tidak berontak lagi."

Lalu keduanya berjalan menuju kantin yang ada di lantai dasar. Kantin terlihat sepi dan makanan di etalasenya juga sudah kosong.

"Pak,akan yang masih ada apa saja?" tanya Hanum kepada penjaga kantin.

"Paling tinggal Soto Ayam Mbak, atau mie instan." jawab penjaga kantin sambil memperlihatkan panci Soto.

"Ya sudah saya mau Soto dan nasi 1/2, minumnya teh tawar panas" pesan Hanum sambil memilih duduk di pojok kantin.

"Ance mau pesan apa? Minum saja kalau nggak mau Soto!"

"Minum saja Teh. Mas, Kopi Luwak satu ya, tapi airnya agak banyak."

Hanum meminta Ance menceritakan kronologi sampai Budhe Mardiah dibawa ke rumah sakit. Tak lama pesanan mereka datang, pembicaraan pun terhenti dan fokus dengan makanan masing-masing. Karena memang tidak ingin berlama-lama di Kantin, selesai makan Hanum ijin ke mushola dulu untuk menunaikan sholat Magrib yang dijamak dengan Isya. Sedangkan Ance sudah kembali ke ruang tunggu, khawatir dicari perawat.

Malam itu Hanum sempat menemui Budhe Mardiah yang masih belum sadar. Disempatkannya untuk mengaji di samping brankar dan mengajak ngobrol meski hanya satu arah. Tampak air mata menetes dari kedua mata Budhe. Berarti dia mendengar semua perkataan Hanum, dan Hanum pun merasa lega dengan respon Budhe.

Begitu kembali ke ruang tunggu, Ance sudah menyiapkan tempat untuk tidur di sampingnya. Meskipun hanya beralaskan karpet, tapi karena karpetnya tebal jadi nyaman untuk tidur. Hanum melihat jarum jam di dinding sudah di angka 01:00, dia mencoba untuk memejamkan matanya.

Belum juga terpejam, suara yang cukup familiar terdengar menyapanya, dan Hanum pun kembali membuka mata.

"Eh ternyata Neng Hanum sudah datang ya. Kenapa nggak ke rumah saja biar bisa istirahat?" kata Mbak Dewi sambil memeluk Hanum.

"Iya Mbak, biar bisa lihat kondisinya Ibu dulu. Mbak Dewi sampai jam berapa?"

"Tadi sampai jam 20:30, terus ke rumah dulu karena Ony sama Bapak di rumah. Ya sudah sekalian saja nyimpan barang dan makan, sempat tiduran juga 1 jam an."

Akhirnya kami bertiga rebahan bersisian sambil mengobrol kesibukan di perantauan masing-masing.

"Ance, besok pagi kita ke mall dulu ya nyari speaker murrotal buat diputar di samping Ibu. Kita kan nggak bisa ngaji langsung di sebelahnya, jadi biar dibantu dengan murrotal itu."

"Boleh Teh. Ance juga lupa kalau kita bisa pakai speaker murrotal."

"Sudah sekarang kita tidur dulu, jangan sampai kurang tidur. Dua jam cukuplah untuk tidur malam ini." saran mbak Dewi.

Akhirnya kami bertiga mulai terlelap ke alam impian.

...🎀🎀🎀🎀🎀🎀...

Adzan subuh terdengar berkumandang bersahutan dari beberapa mesjid yang ada di sekitar rumah sakit. Hanum segera bangun dan pergi membersihkan diri. Hanum berangkat ke Mushola sendirian, karena Ance sedang berhalangan sedangkan Mbak Dewi sudah berangkat lebih dulu. Sampai di mushola bersamaan dengan iqomah, beruntungnya Hanum sudah mengenakan mukena langsung.

Kembali ke ruang tunggu, suasananya jauh lebih ramai dari semalam, kemungkinan ada pergantian penunggu pasien. Terlihat Ance yang sedang mengobrol dengan dengan Mbak Dewi, Lola dan Mbak Lisa.

"Loh jam segini sudah sampai. Berangkat dari rumah jam berapa Lola?" tanya Hanum sambil memeluk Lola dan Mbak Lisa

"Tadi habis sholat subuh, karena ingat mau beli sarapan buat yang nunggu. Nih aku beliin nasi uduk Betawi. Enak loh mbak" jawab Lola sambil menyodorkan nasi bungkus.

Akhirnya mereka semua menikmati sarapan yang dibawa Lola. Sekitar jam 10:00, Ance dan Hanum pergi ke mall untuk mencari speaker murrotal, begitu dapat mereka langsung kembali lagi secepatnya ke rumah sakit. Dengan meminta pertolongan suster, akhirnya speaker murrotal bisa diputar di samping Budhe yang masih belum sadar.

Waktu terus berlalu dengan cepat, semua keluarga berkumpul di rumah sakit karena kondisi Budhe yang semakin menurun sejak Magrib. Setiap 30 menit mereka bergantian masuk untuk mentalqin Budhe. Mentalqin adalah kegiatan membimbing orang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat "Laa ilaaha illa Allah". Hingga akhirnya tepat jam 01:30 tim dokter mengumumkan bahwa Budhe Mardiah telah meninggal dunia.

Ucapan "Innalillahi Wainnailaihi rojiun" serentak langsung bergema di ruang ICU. Para perawat mulai melepaskan alat-alat yang terpasang selama 2 hari ini. Keluarga juga sudah berbagi tugas, ada yang menghubungi ke rumah minta dipersiapkan untuk kedatangan serta pengurusan jenazah, ada yang mengurus penyelesaian administrasi dan kepulangan, ada yang menghubungi sanak keluarga dan juga ada yang membereskan barang-barang di ruang tunggu. Hanum segera mengabari ibunya tentang kabar duka ini. Jam 02:15 semua sudah kembali berkumpul di rumah dan langsung bekerjasama untuk keperluan pengurusan jenazah. Sudah tidak ada lagi tangis yang terdengar, hanya aura kesedihan yang menyelimuti setiap penjuru rumah. 'Selamat jalan Budhe, insya Allah Husnul khotimah dan Allah mengampuni semua dosa serta kesalahan selama di dunia' monolog Hanum dalam hatinya.

1
Nancy Nurwezia
ceritanya menarik..
Amelia Quil
Penulis hebat! Ceritanya bikin ketagihan! ❤️
Ida Nuraeni: Terimakasih kakak untuk apresiasinya🙏
total 1 replies
Ida Nuraeni
terima kasih kakak sudah mampir di karya saya
Dr DarkShimo
Gemes banget 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!