Mikayla adalah Perawat Gigi. Ia telah dikhianati oleh pacarnya sendiri yang berselingkuh dengan teman seangkatan perawat. Pacarnya adalah seorang anggota Polri. Namun cintanya kandas menjelang 2 tahun sebelum pernikahannya. Namun ia mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang bernama Zaki. Namun disamping itu ia ternyata telah dijodohkan oleh sepupunya yang juga menjadi anggota Polri. Apakah ia akan terus memperjuangkan cintanya dan kembali kepada Zaki, atau lebih memilih menikah dengan sepupunya?
ikuti kisah selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Berbaikan
(Ali: Wa’alaikumsalam Mika sayang)
(Ali: Keadaan aku sudah mendingan kok. Aku minta maaf ya, aku sudah salah dan bersikap kasar sama kamu. Aku menyesal. Sekali lagi aku minta maaf ya, Mika)
Mika yang masih menggenggam ponselnya segera terkejut mendapati ada notif pesan masuk di ponselnya. Ia segera melihat layar benda pipihnya yang ternyata dari Ali.
Tanpa panjang lebar Mika tidak langsung membalas pesan dari Ali, ia segera menelpon Ali dengan perasaan senang karena Ali sudah menjawab pesannya.
Tutttt…
Tutttt….
Tuttt…
Mika telah menempelkan ponsel pada daun telinganya, ia sudah tidak sabar ingin mendengar suara sepupu kesayangannya.
“Assalamu’alaikum, Mika.” Sahut Ali dengan suara lirih di seberang.
“Wa’alaikumsalam, Bang Ali. Bang Ali benaran sudah mendingan?” tanya Mika sedikit penasaran.
“Iya Mika, sayang. Sudah kok.”
“Tapi kok suara Bang Ali masih lemas begitu?” Mika mengernyitkan dahinya dengan bola mata memutar.
“Iya, kan baru mendingan belum sembuh total.”
“Aku pingin menjaga Bang Ali….” Dengan suara khas Mika yang merengek manja pada Ali.
“Nggak perlu, Mika. Kamu fokus kuliah saja.”
“Tapi aku kangen..” Ucap Mika lirih.
“Hmmm.. lebay deh, nanti libur juga kamu pulang dari Asrama dan kita bisa bertemu lagi.”
“Maaf ya Bang Ali, aku sudah marah sama kamu. Pasti kamu sakit karna kepikiran aku terus ya?” Mika merasa bersalah dengan kejadian tempo hari yang sudah marah dan pergi meninggalkan Ali begitu saja.
“Siapa bilang? Jangan Ge-er ya.” Ali tampak menggoda Mika.
Mika terdiam. Ia tidak langsung menjawab.
“Kok diam? Pasti ngambek lagi ya? Uh... suka sekali ngambek. Nggak kok Mika, yang tadi aku cuma bercanda. Iya, jujur aku kepikiran sama kamu, sampai aku nggak makan selama dua hari gara-gara kamu.” Ucap Ali dengan penjelasannya supaya Mika tidak merajuk kembali.
“Hehehe.. maaf ya Bang Ali ganteng.” Mika tersenyum tipis.
“Baru sadar ya kalau aku ini ganteng? Lebih ganteng dari Zaki malah.” Ali setengah berbisik supaya Zaki tidak mendengar pembicaraannya dengan Mika.
“Ish, Bang Ali hahahaha, eh ada Zaki ya?” Mika tertawa mendengar Ali sudah bisa bercanda kembali. Dan menanyakan Zaki yang sedang berjaga di ruangan kamar inap.
“Iya, dia lagi tidur.” Ali kembali berbisik supaya suaranya tidak membangunkan Zaki yang sedang tidur dengan nyenyak.
“Kasihan pacar aku, pasti dia kelelahan.” Sahut Mika dengan iba.
“Hmm.. mulai lebay lagi. Tenang saja, Mika. Pacar kamu bakal aman kalau sama aku.”
“Ya sudah, kalau begitu. Bang Ali sudah minum obat?” tanya Mika kembali.
“Sudah, sayang. Ya sudah, ini sudah malam. Kamu tidur gih. Besok supaya nggak bangun kesiangan, kamu kan susah banget bangun paginya.” Pinta Ali kepada Mika untuk segera tidur karena ia sangat hafal sekali kalau Mika paling susah untuk bangun pagi. Pagi selalu kesiangan.
“Iya, Bang. Aku baru mulai mengantuk nih. Tadi aku nggak bisa tidur, kepikiran Bang Ali terus. Ya sudah aku tidur ya. Assalamu’alaikum.” Ucap Mika yang kemudian menutup panggilannya hingga terputus.
“Wa’alaikumsalam, Mika sayang.” Jawab Ali ketika panggilan sudah diputus oleh Mika.
Malam ini Ali seperti mendapatkan energi yang sangat luar biasa, energi yang dapat membuat nya menjadi sehat kembali dan tersenyum-senyum sendiri layaknya orang gila yang sedang kasmaran.
Orang gila yang sedang kasmaran? Memangnya ada?
***
Adzan subuh berkumandang nyaring terdengar dari Masjid Rumah Sakit. Mendengar suara adzan membuat Ali dan Zaki terbangun dari tidurnya. Zaki kemudian beranjak dari sofa dan bergegas berjalan menuju masjid.
Melihat Ali juga terbangun, Zaki memohon izin sebentar untuk sholat subuh berjamaah di Masjid.
“Eh, sudah bangun juga Bang? Gue izin sholat subuh dulu di Masjid ya, Bang.” Pinta Zaki kepada Ali.
“Iya, Zak.” Jawab Ali singkat, kemudian ia juga sholat subuh dalam keadaan berbaring di atas ranjangnya.
Cuaca dipagi hari saat adzan subuh sangatlah lumayan dingin dengan angin yang bersemilir, tampak beberapa jama'ah telah memasuki Masjid dengan bergiliran. Aktifitas pagi di Rumah Sakit pun kembali berjalan seperti biasanya.
Setiba Zaki selesai sholat subuh dari Masjid, ia segera menghampiri Ali yang rupanya telah menyelesaikan sholat subuhnya walau dengan cara berbaring.
“Bagaimana, Bang? Sudah cukup jauh enakan kondisinya?” tanya Zaki saat mendaratkan bokongnya di kursi sebelah ranjang Ali.
“Alhamdulillah, sejauh ini sudah sangat membaik. Kira-kira kapan ya Gue bisa pulang?” Ali tampak sudah tidak betah berada di Rumah Sakit.
“Jangan dulu lah, Bang, tunggu arahan dari Dokter. Kalau sudah dinyatakan boleh pulang, baru deh Lo bisa pulang, Bang. Kalau belum ya jangan dulu. Tunggu sampai pulih secara total.”
Ali hanya membuang napasnya perlahan. Dan sedikit mengerucutkan mulutnya.
“Sudah nggak betah gue, Zak, makanannya hambar semua.” Ali tampak sangat ingin pulang ke rumah lantaran sudah sangat tidak betah berada di Rumah Sakit.
“Hahahaa iya memang begitu, Bang, Namanya Rumahnya orang sakit.” Zaki cukup terkekeh mendapat jawaban dari Ali.
“Nggak bisa ngopi Gue, mulut Gue asam pingin ngerokok juga. Pingin makan yang segar-segar dan pedas.” Ali semakin mengawur saja. Ada saja keinginannya. Sedang sakit pikirannya kemana-kemana.
“Aiiih, tahan dulu lah, Bang. Kenapa jadi macam perempuan saja pingin yang aneh-aneh segala?” Zaki menggelengkan kepalanya dengan senyum simpul miringnya.
“Hahahah entahlah, membayangkannya saja sepertinya enak.”
“Ada-ada saja komandan satu ini. Eh, nyokap bokap Lo hari ini pulang ke Jakarta Bang.”
“Alhamdulillah, Lo jadi bisa pulang ke Rumah ya, dari kemarin pakaian Lo nggak ganti-ganti hahahaa, asam deh tuh. Sorry ya, Bro.” Ali tampak tidak enak karena sedari kemarin Zaki belum pulang ke Rumahnya untuk berganti pakaian dan sengaja untuk izin tidak Dinas dahulu karena menjaga Ali.
“Nggak apa-apa santai saja.”
“Tapi, kalau Lo mau pulang nggak apa-apa, Zak. Lo bisa mandi dan dinas juga nggak apa-apa. Gue sudah bisa sendiri kok, nanti kalau ada apa-apa Gue bisa minta tolong suster.”
“Yakin Lo, Bang?” Tanya Zaki dengan penasaran.
“Iya, yakin Zak. Sudah gih sana pulang. Lo dari kemarin kan nggak mandi. Nanti gampang lah kalau memang Lo mau kesini lagi.”
Belum sempat Zaki menjawab pembicaraan Ali, sudah tampak dua suster datang untuk memeriksa keadaan Ali.
“Permisi Bapak, saya periksa dulu ya.” Ucap suster pertama.
“Mohon maaf, Bapak. Boleh ditunggu diluar, Pak. Kami akan mengecek keadaan Bapak Ali.” Pinta suster yang kedua.
“Oh boleh sus, kebetulan saya juga mau pulang sus. Nitip teman saya ya sus.” Jawab Zaki dengan segera dan beranjak dari kursi disebelah ranjang Ali.
“Baik, Bapak.” Sahut suster kedua. Suster pertama tampak menyiapkan tensi meter untuk mengukur tensi darah Ali.
“Sus, jangan di apa-apakan ya teman saya, dia masih perjaka hahaha…” Goda Zaki pada Ali dan dua suster yang sedang mengecek kondisi Ali. Tampak suster-suster itu tersenyum geli mendengar celotehan dari Zaki.
“Husssstttt sembarangan, kenapa buka-buka kartu segala!" Ali menyahuti candaan dari Zaki yang membuat wajahnya seketika berubah menjadi kepiting rebus.
“Hahhaha Gue balik dulu ya, Bro. Assalamu’alaikum” Zaki segera keluar dari ruangan rawat inap Ali.
“Wa’alaikumsalam! Jangan dengarkan omongan dia ya sus, dia memang suka bercanda.” Ali menjelaskan kembali kepada kedua suster yang sedang memeriksanya.
Malu dong seorang Ali yang gagah perkasa kalau ketahuan dirinya masih perjaka dan belum terjamah oleh wanita manapun kecuali sama sepupunya sendiri, Mika. Itu pun juga hanya sekedar pegang-pegang saja dan tidak melakukan hubungan yang sangat jauh.
Dengan Janice pun yang notabene pacar resminya saja paling jauh mereka berc*uman b*bir. Dan tidak pernah lebih dari itu.
Dengan profesinya seperti itu, Ali mampu menahan gejolak gairahnya untuk tidak berbuat semakin jauh. Karena akan terjadi pelanggaran penurunan jabatan jika melanggarnya.
Padahal dari hati yang paling dalam, sudah sangat menginginkan untuk mencoba bagaimana rasanya bercinta hubungan layaknya suami isteri.
Namanya juga nafsu laki-laki.