Marsya adalah seorang dokter umum yang memiliki masa lalu kelam. Bahkan akibat kejadian masa lalu, Marsya memiliki trauma akan ketakutannya kepada pria tua.
Hingga suatu malam, Marsya mendapatkan pasien yang memaksa masuk ke dalam kliniknya dengan luka tembak di tangannya. Marsya tidak tahu jika pria itu adalah ketua mafia yang paling kejam.
Marsya tidak menyangka jika pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru Marsya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ketua mafia yang bernama King itu ada kaitannya dengan masa lalu Marsya.
Akankan Marsya bisa membalaskan dendam masa lalunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Mencoba Melarikan Diri
Marsya masih terduduk di lantai dengan memegangi lehernya yang terasa sakit itu. Nina berusaha untuk berdiri, namun sebuah kaki sudah berdiri di hadapan Marsya. Perlahan Marsya mendongakkan kepalanya, betapa terkejutnya Marsya saat melihat Raja sudah berdiri di hadapannya.
"Tu--tuan Raja," lirih Marsya.
Raja menarik tangan Marsya dan menyeretnya masuk ke dalam kamarnya. Kali ini Marsya merasa sangat ketakutan karena wajah Raja lebih menyeramkan di bandingkan King. Raja menyudutkan tubuh Marsya ke dinding kamarnya.
"Kamu sudah mengetahui semuanya?" tanya Raja dingin.
Marsya tidak berani menjawab, dia hanya terdiam dengan wajah pucatnya. "Jangan pernah ikut campur urusan aku, atau aku akan membuat kamu lebih cepat menghadap Tuhan," ancam Raja.
"Kenapa Tuan tidak jujur kepada Tuan King? justru itu akan membuat hubungan Tuan dan adik Tuan merenggang," ucap Marsya dengan memberanikan diri.
Raja mencengkram wajah Marsya. "Jangan coba-coba mengaturku!"
Raja melepaskan cengkramannya dan pergi begitu saja dari kamar Marsya. Tubuh Marsya merosot ke lantai, untuk pertama kalinya setelah kejadian masa lalu Marsya menangis kembali. "Tuhan, kenapa aku harus terjebak dalam keadaan seperti ini. Tolong aku Tuhan, aku ingin keluar dari sini," batin Marsya.
Malam itu Marsya sama sekali tidak bisa tidur, dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Marsya melihat jam sudah menunjukan pukul 02.00 subuh. "Aku harus melarikan diri dari rumah ini, kalau aku tidak melarikan diri bisa-bisa aku mati sia-sia tanpa bisa membalaskan dendamku terlebih dahulu," gumam Marsya.
Marsya mulai mencari cara untuk dia bisa melarikan diri. Kamar dia berada di lantai dua, dan di bawah adalah langsung halaman depan. Kalau dia melompat dari sana, bukannya melarikan diri justru Marsya akan menyerahkan diri karena di depan banyak sekali anak buah King dan juga Raja.
"Aku harus kabur lewat mana?" batin Marsya sembari bolak-balik di kamarnya.
Tiba-tiba dia teringat, jika di samping kolam berenang ada pintu rahasia yang tembus ke luar. Dulu dia sempat melihat anak buah King yang menyelundupkan senjata lewat pintu rahasia itu. Perlahan dia keluar dari dalam kamarnya, dia sama sekali tidak membawa barang-barang, yang dia bawa hanya ponsel dan juga dompet.
"Jam segini pasti semuanya sudah terlelap tidur," batin Marsya.
Marsya mulai mengendap-endap menuju halaman belakang. Wajah Marsya sudah dipenuhi dengan keringat, dia takut sekali ketahuan. "Kalau aku ketahuan, sudah pasti hari ini adalah hari terakhir aku hidup," batin Marsya panik.
Marsya kembali mengendap-endap, Marsya tidak tahu jika King belum tidur sama sekali. Marsya berjalan perlahan, namun bayangan Marsya lewat ketahuan oleh King. King yang merasa curiga, segera melihat CCTV yang terhubung ke laptopnya.
"Wow, kancil kecil itu berani juga melarikan diri," gumam King dengan senyumannya.
King mengotak-atik ponselnya, entah pesan apa yang sedang dia kirim kepada anak buahnya. Sementara itu Marsya sudah sampai di depan pintu rahasia itu. "Astaga pintunya dikunci, bagaimana aku bisa kabur," batin Marsya mulai panik.
Pada saat Marsya sedang dilanda kepanikan, tiba-tiba sebuah pistol sudah menempel di kepala bagian belakang Marsya. Seketika Marsya membelalakkan matanya, jantung Marsya berdetak sangat kencang. Dia sudah berpikir jika saat itu juga adalah hari terakhir dia hidup.
"Berani kamu melarikan diri dari sini," ucap King.
Marsya langsung tahu dengan suara itu, Marsya terdiam tidak bisa berkutik sama sekali. King dengan kasar membalikan tubuh Marsya supaya menghadap ke arahnya. Sebuah tamparan mendarat di pipi Marsya, sampai-sampai ujung bibir Marsya berdarah saking kerasnya tamparan King.
"Bawa wanita ini ke ruangan bawah tanah," titah King.
"Baik, Tuan."
Dua orang tinggi besar menyeret tubuh Marsya ke dalam ruangan bawah tanah. Marsya hanya bisa pasrah saja, dia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Sesampainya di ruangan bawah tanah, tubuh Marsya dihempaskan.
"Kalian keluar!" titah King.
"Baik, Tuan."
Kedua anak buah King keluar, Marsya terduduk di pantai dengan perasaan yang sangat takut. King menghampiri Marsya dan berjongkok di hadapan Marsya dengan tatapan tajamnya. "Kamu sudah berani kabur dari sini? apa kamu sudah bosan hidup?" tanya King.
"Kalau Tuan ingin membunuh aku, bunuh saja sekarang juga. Aku lebih baik mati daripada terkurung selamanya di rumah yang bagai neraka ini," sahut Marsya memberanikan diri.
Plaaakkkk.....
King kembali menampar Marsya. "Tidak semudah itu, kalau Arsy dan Ratu tidak menyayangi kamu, sudah sejak dulu kamu mati tapi aku ingin kamu tetap di sini menjaga mereka," sahut King.
"Tuan seharusnya menyelidiki Arsy, apa dia benar anak Tuan atau bukan? apa Tuan tidak memperhatikan wajah Arsy, wajahnya lebih mirip kepada Tuan Raja. Aku tidak bohong mengenai yang aku ucapkan, Tuan Raja dan Nyonya Tessa selama ini sudah menjalin hubungan di belakang Tuan. Aku memberitahu Tuan karena aku merasa kasihan kepada Tuan," ucap Marsya sedikit gagap.
"Aku tidak butuh dikasihani!" bentak King.
Amarah King kembali tersulut, King pun memukul kepala Marsya dengan pistol yang dia pegang. Seketika kening Marsya mengeluarkan darah, pandangan Marsya menggelap dan Marsya pun seketika jatuh pingsan. Napas King ngos-ngosan, dia benar-benar merasa marah dengan ucapan Marsya.
King pun meninggalkan Marsya yang sedang pingsan itu. King masuk ke dalam kamarnya, dia melempar pistol yang dia pegang ke arah cermin membuat cermin itu hancur berantakan. "Kurang ajar, berani sekali wanita itu meragukan Arsy," geram King.
***
Menjelang pagi, semuanya sudah berada di meja makan untuk sarapan. "Daddy, Bu dokter mana?" tanya Arsy.
Seketika King menoleh ke arah Arsy dan memperhatikan wajah Arsy dengan seksama, ucapan Marsya memang benar jika wajah Arsy mirip sekali dengan Raja. Sayangnya King baru kali ini memperhatikan anak cantik itu. Tessa menyentuh lengan King karena bukanya menjawab pertanyaan Arsy, dia malah melihat Arsy.
"King, kok malah diam?" tanya Tessa.
King tersadar dan berpura-pura bersikap santai kembali. "Hari ini kamu pergi bersama Andrew dulu, wanita itu ada perlu dengan Daddy," sahut King.
"Tidak mau, Arsy ingin sekolah diantar oleh Bu dokter," rengek Arsy.
"Jangan manja, mau berangkat sekolah atau Daddy cabut kembali kamu supaya kembali belajar di rumah!" bentak King.
Tessa dan Raja sampai kaget dengan bentakan King. Arsy seketika nangis, Raja reflek menghampiri Arsy dan menggendongnya. "Jangan nangis, biar Uncle yang antar kamu sekolah," bujuk Raja.
King semakin dibuat tercengang dengan sikap Raja. Perlahan dia mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh Marsya. King bangkit dari duduknya dan pergi dari meja makan tanpa bicara sepatah kata pun.
"Dia kenapa?" tanya Raja.
Tessa menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu," sahut Tessa.