Damarius Argus Eugene (22 tahun), seorang Ilmuwan Jenius asli Roma-Italia pada tahun 2030, meledak bersama Laboratorium pribadinya, pada saat mengembangkan sebuah 'Bom Nano' yang berkekuatan dasyat untuk sebuah organisasi rahasia di sana.
Bukannya kembali pada Sang Pencipta, jiwanya malah berkelana ke masa tahun 317 sebelum masehi dan masuk ke dalam tubuh seorang prajurit Roma yang terlihat lemah dan namanya sama dengannya. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah sistem bernama "The Kill System", yang mana untuk mendapatkan poin agar bisa ditukarkan dengan uang nyata, dia harus....MEMBUNUH!
Bagaimanakah nasib Damarius di dalam kisah ini?
Apakah dia akan berhasil memenangkan peperangan bersama prajurit di jaman itu?
Ikuti kisahnya hanya di NT....
FYI:
Cerita ini hanyalah imajinasi Author.... Jangan dibully yak...😀✌
LIKE-KOMEN-GIFT-RATE
Jika berkenan... Dan JANGAN memberikan RATE BURUK, oke? Terima kasih...🙏🤗🌺
🌺 Aurora79 🌺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora79, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R.K.N-21 : GARNISUN MAGNIS!
...----------------...
"SELAMAT DATANG DI UJUNG DUNIA!" ujar Senturion Eramus dengan lantang.
Mereka bertiga sedang berada di dalam bilik Komandan-Magnis yang berada di Tembok Perbatasan.
Genevieve Gildas Galatea, pria itu baru saja mengambil alih pimpinan dari lelaki yang kini akan menjadi orang 'Nomor Dua-nya' itu.
"Saya harap....kalian menyukainya!" tambah Senturion Eramus.
"Saya tidak terlalu suka..." jawab Gildas jujur.
"Tapi, bukan itu yang terpenting di sini. Saya tidak suka melihat cara garnisun membawa diri saat berparade, Senturion Eramus! Dan itulah yang paling penting!" tambah Gildas kepada Eramus.
Senturion Eramus adalah seorang lelaki berwajah keras dan agak kusut. Dia mengangkat bahunya acuh.
"Anda tidak akan melihat parade garnisun yang lebih baik di sepanjang Tembok Perbatasan ini! Apa yang Anda harapkan dari sekumpulan Pasukan Pendukung, sisa-sisa dari semua keturunan dan warna di dalam Kekaisaran?!" ujar Eramus dengan nada sedikit, sinis.
"Kebetulan yang bagus! Kohort Kedelapan adalah Kohort Legiuner..." jawab Gildas datar.
"Ya...ya...ya...! Dan Anda datang langsung dari benteng baru Anda yang Indah di Rutupiae, yang berada langsung di bawah pengawasan Kaisar Carausius. Anda mengira semua Kohort Legiuner itu...sama!" ujar Eramus lugas.
"Ya, benar! Ada masanya Anda berpikir begitu. Dan pada akhirnya, Anda akan memperbaiki gagasan-gagasan Anda itu..." tambah Eramus pada Gildas.
"Entah seperti itu....atau...Garnisun Magnis yang akan memperbaiki gagasan-gagasan itu!" jawab Gildas.
Gildas berdiri tegap dengan kedua tangan berada di belakang punggungnya, sambil melihat keluar jendela.
"Tapi Saya lebih suka berpikir, jika Garnisun yang akan memperbaiki gagasan-gagasan itu, Senturion Eramus!" tambah Gildas pada Eramus.
Pada awalnya Gildas terlihat keliru dalam hal itu. Segala sesuatu yang terlihat salah di Magnis, memang benar-benar....salah!
Benteng dan pasukan Garnisun-nya sama-sama kotor dan berantakan!
Rumah-rumah pemandian yang berbau tidak sedap serta para tukang masaknya yang suka mencuri ransum dan menjualnya di luar tembok Perbatasan.
Bahkan semua busur panah dan gulungan tali busur panah yang berada di tempat berlatih mereka, memenuhi Gerbang Utara dengan keadaan rusak parah!
"Seberapa sering kalian berlatih menembakkan anak panah?" tanya Gildas dengan nada mendesak.
Gildas dan Damarius melakukan 'Inspeksi' dadakan ke tempat latihan para Garnisun di sana.
"Oh, sepertinya sudah agak...lama!" jawab Eramus dengan nada acuh.
"Sudah saya duga! Jika dilihat dari penampilannya, busur panah Nomor Tiga akan hancur berkeping-keping bila ditembakkan!" ujar Gildas datar.
Senturion Eramus menyeringai, ketika mendengar ucapan Gildas.
"Tidak masalah! Selama busur-busur panah itu terlihat baik-baik saja bagi setan-setan kecil berajah itu. Kita tidak perlu menggunakan semua busur panah itu akhir-akhir ini.... Dengan adanya perjanjian damai Kaisar Carausius yang dapat menahan orang-orang Pict ini!" jawab Eramus datar.
"Itu bukanlah sebuah alasan yang tepat!" ujar Gildas dengan tatapan menghunus.
"Lihatlah benda ini! Busur kayu ini membusuk dan tali-talinya sudah lapuk! Segera beri perintah, agar busur-busur ini dibawa ke bengkel perbaikan, Senturion Eramus! Dan beritahu saya ketika pekerjaan itu sudah selesai!" titah Gildas dengan nada tegas.
"Pekerjaan perbaikan itu bisa dilakukan di sini, tanpa harus membawa benda-benda itu kesana..." jawab Eramus acuh.
"Dan kamu ingin membuat para pemburu suku asli yang melewati Magnis melihat betapa memalukannya keadaan senjata kita, begitu, hah?!" bentak Gildas kepada Eramus, kesal.
"Tidak bisa begitu, Senturion!! Turunkan semuanya ke bengkel-bengkel perbaikan, SE-KA-RA-NG!!" titah Gildas tegas, sambil menekan kata-kata terakhirnya.
...💨💨💨...
TIGA hari pertama Gildas dan Damarius di sana, mereka melakukan pembersihan pertama.
Senjata-senjata diturunkan ke bengkel-bengkel perbaikan, rumah-rumah pemandian digosok bersih, dan ketakutan terhadap para DEWA ditanamkan ke dalam diri para tukang masak pencuri itu.
Pada hari keempat, orang-orang disana tidak lagi membungkuk dengan tunik kotor dan ikat pinggang yang tidak terkancing pada saat berparade.
Akan tetapi, itu semua tidak lebih hanya sekedar 'polesan' luar yang palsu...hanya untuk sekedar memberikan penghormatan belaka. Untuk soal semangat, Magnis belum terlihat ada perubahan yang signifikan.
Komandan baru itu berkata dengan nada lelah kepada Ahli Medis Kohort-nya pada akhir minggu pertama.
"Hah!... Aku bisa membuat mereka berdiri tegak saat berparade, tapi itu saja tidak bisa menjadikan mereka sebagai sebuah Kohort yang layak! Seandainya saja ada cara untuk bisa membuat mereka mengerti... Pasti ada cara itu, hanya saja aku belum menemukannya!" keluh Gildas pada Damarius.
"Pelan-pelan saja, Sepupu! Pasti akan ada caranya...! Semangat!" jawab Damarius memberikan semangat.
Dan anehnya, ada sebuah senjata 'Ketapel Besar' dengan nomor tujuh... yang menemukan jalan bagi Gildas untuk menyemangati Kohort Kedelapan itu dalam waktu beberapa hari kemudian.
Damarius menyaksikan dengan jelas seluruh kejadian itu.
Saat itu, Damarius sedang bersih-bersih setelah dia menerima laporan pagi dari mereka yang menderita sakit.
Dia mendengar suara benda berderit dan menggelinding dari arah luar.
KRIEEET!
GLUDUK!
GLUDUK!
GLUDUK!
Damarius berjalan ke sebuah pintu blok rumah sakit kecil itu, dan dia melihat para Legiuner sedang membawa kembali sebuah ketapel besar keluar dari bengkel perbaikan senjata.
Dari tempatnya berdiri, Damarius bisa melihat sebuah panggung senjata di dekat Gerbang Utara. Damarius berdiri beberapa saat, untuk menyaksikan senjata besar itu di dorong ke arah sana.
Senjata besar itu menggelinding dan bergoyang-goyang di atas roda-rodanya, dengan barisan tim Legiuner bermandikan peluh yang menarik di depan dan mendorong di belakang.
"AYO SEMANGAT!"
"SATU..DUA..TIGA...DORONG!"
"SATU..DUA..TIGA...TARIK!"
"HUUUH...HAAAH....SEMANGAT!"
Riuh suara para Legiuner itu berteriak penuh semangat.
Damarius melihat Gildas yang muncul dari sebuah ambang pintu Praetorium, dan melangkah maju untuk bergabung dengan kelompok tersebut.
TAP!
TAP!
TAP!
Ketika mereka tiba di kaki rampa-sementara yang memanjang ke atas panggung senjata yang setinggi bahu itu, Gildas melihat ketapel raksasa itu bergoyang-goyang seperti sebuah kapal yang dihempas badai.
Tim Legiuner yang tegang berada di sekelilingnya.
Mereka menarik...mendorong...dan menangani roda pada kedua sisinya.
Gildas mendengar gemuruh menggema ketapel raksasa itu di atas rampa...
GRUDUK!
GRUDUK!
GRUDUK!
Dan suara-suara perintah lantang Senturion yang memimpin.
"TARIK...!"
"TARIK...!"
"TARIK...!"
"DAN SEKALI LAGI...TA---RIIIIK...!"
Ketapel raksasa itu sudah hampir berada di atas rampa, ketika tiba-tiba terjadi sesuatu...
Damarius tidak pernah melihat jelas apa itu, tapi dia mendengar suara derit batang-batang kayu dan teriakan-teriakan peringatan.
GRUDUK!
GRUDUK!
GRUDUK!
KRAAAK!
"AWAAASSSSS...!"
Orang-orang langsung bergerak cepat, saat Senturion itu meneriakkan perintah dengan lantang.
Lalu terdengar suara meluncur dan berdebum, ketika salah satu batang kayu rampa itu jatuh.
GRUDUK!
BUUUM!
"ARRRGHHH...!"
...****************...
mampir juga ya dikarya aku jika berkenan/Smile//Pray/