Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sesuai kesepakatan sebelumnya, Nadira bertemu dengan pemilik ruko dua lantai yang ingin ia kontrak.
Ruko itu berada di lingkungan strategis, ada sekolah, perkantoran dan juga sebuah rumah sakit bersalin yang cukup ramai, persis dengan yang ia inginkan.
Mereka bertemu di ruko tersebut, karena pemiliknya belum datang, Nadira menunggu di depan ruko, duduk di kursi plastik yang ada di situ.
"Maaf saya telat, kena macet tadi".
Seorang perempuan usia awal empat puluhan keluar dari mobil sedan yang sangat cantik menurut Nadira.
" I,ts okey, tak masalah! Kenalkan saya Nadira yang berminat untuk mengontrak ruko ini. Apakah anda pemiliknya?", ucap Nadira seraya menyodorkan tangan kanannya untuk mengajak bersalaman.
"Saya Aryani! Pemilik ruko ini ayah saya, sayang beliau sudah almarhum!"
Aryani menyambut uluran tangan Nadira, lalu ia membuka pintu ruko itu dengan serenteng kunci yang ia bawa.
"Masuklah! Silahkan lihat lihat!"
Pandangan Nadira langsug menyapu seluruh ruangan itu. Ruang kosong berukuran empat kali sepuluh meter itu tidak bersekat.
Begitu masuk pandangan mata langsung tertuju ke pantry di dekat tangga. Dan di bawah tangga ada kamar mandi.
"Ada dua kamar tidur di atas dan satu kamar mandi serta satu ruang keluarga", ucap Aryani tanpa diminta.
" Boleh saya naik?"
"Silahkan! Tapi saya tidak ikut ya! Saya malas menaiki tangga dengan sandal berhak lima centi begini".
Nadira tertawa menanggapi ucapan Aryani, ia lalu menaiki tangga sendiri.
Sampai di atas ia mengamati seluruh ruangan. Hanya ada satu lemari pakaian kayu yang cukup besar di salah satu kamar.
Nadira sangat berminat, uangnya lebih dari cukup untuk membayar sewa di tempat ini.
Melihat lingkungan sekitarnya, sepertinya ini tempat orang orang yang sibuk, tidak peduli dengan urusan orang lain.
Setelah puas di atas, Nadira turun ke bawah.
" Bagaimana? Anda berminat?", tanya pemilik ruko.
"Melihat bangunannya saya berminat, namun saya masih bingung mau buat usaha apa di sini!", ucap Nadira.
" Hampir semua ada di sini, maklum daerah ini adalah daerah strategis dan perputaran ekonominya sangat kencang.
Jika anda mau, anda bisa membuka warung nasi pecal karena belum ada.
Soal lauk pauk anda bisa berkreasi sendiri. Asal tidak mahal dan rasanya enak serta kebersihan terjamin, saya yakin pasti laris manis".
Mendengar usulan Aryani, Nadira tersenyum lebar.
"Bisa juga itu, saya sepertinya tertarik! Soal harga sewa, apakah tidak bisa kurang?", ucap Nadira coba merayu, siapa tahu bisa.
" Anda dengan siapa tinggal di sini?"
"Sendiri!"
"Bukankan anda sepertinya sedang hamil ya?"
"Iya, menginjak usia empat bulan!"
"Suami anda dimana?"
"Tidak ada! Pacar saya kabur setelah tahu saya hamil. Dan keluarganya meminta saya untuk menggugurkan kandungan saya, saya tidak mau!", ujar Nadira berbohong.
Andai Aryani tidak jadi menyewakan rukonya, Nadira juga tidak apa apa. Ia akan kembali ke kontrakan bu Iyus, sambil menghabiskan masa sewanya, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.
Sempat terpikir olehnya untuk kembali ke kampungnya, tapi ia takut Rangga akan menemukannya dan.menuntut balas atas penusukan waktu itu.
" Saya tidak peduli dengan urusan anda.Jika kita sama sama cocok, silahkan bayar sewanya dan tinggalah di sini!", ucap Aryani tegas.
"Bagaimana dengan harganya?/Bosa kurang?", ucap Nadira.
" Baiklah, karena kamu perempuan kuat dan baru akan mulai berbisnis, saya kasih harga setengah.
Untuk lima tahun ke depan, harganya seperti awal, karena biasanya saya menaikkan harga sewa perlima tahun.
Syukur syukur toko ini bisa kamu beli". Aryani tertawa memamerkan dua lesung pipit di pipinya.
"Deal!"
Mereka berjabatan, lalu Nadira menanda tangani kwitansi tanda bukti pembayaran sewa selama setahun, setelah ia mentransfer sejumlah uang ke rekening Aryani.
"Semoga betah dan sukses, ini kuncinya.
Oh ya, jangan lupa bayar uang preman demi keamanan kamu. Jika kamu bisa akrab dengan mereka, maka mereka akan menjaga kamu dengan baik.
Baiklah saya pamit! Hati hati ya!"
Setelah saling berpelukan dan bersalaman keduanya berpisah.
Nadira kembali naik ke lantai dua, setelah ia mengunci pintu depan.
Ia memeriksa isi lemari, ada ambal tebal, bantal dan guling yang masih bagus serta handuk dan beberapa setel pakaikan, sepertinya milik Aryani.
"Aku sudah membayar sewa, berarti aku berhak memakai semua yang ada di sini".
Nadira ke kamar mandi yang ada di lantai dua itu. Bak kosong, namun keadaan kamar mandi itu bersih dan kering. Sepertinya pemiliknya rutin membersihkan, karena seluruh ruangan itu memang bersih.
Selesai bersih bersih tubuhnya, Nadira berganti baju yang ada di dalam lemari, sebuah baju daster batik cantik, menjadi pilihannya.
Malam ini ia bermaksud menginap di ruko, ia ingin mengamati keadaan di ruko mulai dari pagi hingga malam.
Kruk kruk kruk.
Nadira memegang perutnya, lantas ia nyengir sendiri, saat ia sadar jika dari pagi tadi ia belum makan.
Ia turun ke bawah, membuka sedikit pintu kayu untuk mengintip keadaan di luar, tanpa membuka pintu besinya.
Jelas Nadira takut, ia belum tahu keadaan di sini, makanya ia belum berani keluar.
" Mbak Nadira ya!"
Suara berat seorang pria yang menegurnya membuat Nadira mundur saking kagetnya.
"Eh, iya, kamu siapa?", tanya Nadira gugup dan heran, mengapa seseorang mengenal dirinya di tempat ini.
" Kenalkan mbak, nama saya Ganda dan ini teman saya namanya Bimo!
Kami kepala keamanan di daerah ini. Tadi bu Aryani menghubungi saya dan mengatakan jika mbak Nadira lah yang mengontrak rukonya".
"Oh iya iya, saya ingat, tadi bu Aryani juga mengatakan agar saya harus membayar uang keamanan ya?", kata Nadira ramah.
Ada rasa lega di dadanya, karena ia mencoba percaya jika Ganda dan Bimo bukan orang jahat.
Namun begitu, Nadira masih tetap waspada dan tidak begitu saja membuka pintu besinya.
" He he, mbaknya tahu saja!", ucap Ganda malu malu.
"Sebentar ya, saya ambilkan uangnya. Berapa?", ucap Nadira ramah.
" Tiga ratus ribu sebulan mbak! Bisa bayar harian".
"Hem, baiklah, tunggu sebentar!"
Nadira langsung berlari menuju tangga dan cepat cepat naik ke lantai dua.
"Nih uangnya!", ucap Nadira sambil menyodorkan tiga lembar uang seratus ribuan lewat cela cela pintu besi.
" Terimakasih atas kerja samanya mbak Nadira!"
Ganda tersenyum ramah saat menerima uang dari Nadira.
"Oh ya, saya lapar, dimanakah saya bisa membeli makanan?", tanya Nadira.
" Di depan banyak mbak! Mau keluar atau biar kami yang membelikan?", tawar Ganda.
"Boleh, saya kebetulan lagi malas keluar, bolehkah saya meminta tolong untuk membelikan saya ayam penyet dua bungkus dan sebotol besar air mineral?
Kalian bisa juga sekalian beli, saya traktir deh! Ada berapa orang biasanya yang berjaga di sini?".
" Tiga orang mbak!", jawab Ganda.
"Ya sudah, belilah untuk kalian bertiga, sekalian untuk rokok juga", ucap Nadira sambil menyerahkan uang dua ratus ribu.
...****************...
Suara lantunan ayat suci menyusup merdu di telinga Nadira, gadis itu tersentak, mengumpulkan nyawa, lalu ia sadar jika ia tidak tidur di kamarnya.
Suara itu ngaji berhenti, sesaat kemudian berganti dengan kumandang azan yang tak kalah merdu.
" Mengapa suara azan itu begitu dekat?", ucap Nadira, ia lantas keluar kamar, menuju ke kamar mandi di dekat tangga.
Nadira baru menyadari, jika ada jendela di lantai dua yang mengarah ke bagian belakang ruko.
Karena masih gelap, Nadira cuma bisa melihat cahaya lampu rumah penduduk dan lampu lampu mesjid saja.
Hari sudah terang tanah, sekali lagi Nadira mengintip dari jendela, rupanya di belakang ruko ada sisa tanah selebar kurang lebih empat meter.
Ada jalan yang memisahkan dengan pemukiman padat penduduk, tempat mesjid itu berada.
"Wow, keren!", pekik Nadira. Ia begitu senang karena ruko ini diapit oleh dua jalan besar.
Cepat cepat Nadira turun ke bawah, karena ia melihat ada warung sembako di seberang jalan di dekat mesjid.
Ia bermaksud membeli semua yang ia butuhkan untuk hari ini. Sore nanti dia pulang ke kontrakan, mengambil baju ganti dan lainnya karena ia bermaksud menginap lagi malam nanti.
" Penyewa baru ruko bu Aryani ya mbak?", tanya pemilik warung ramah.
Seorang ibu sebaya bi Lilis, meladeni Nadira dengan baik.
"Iya bu! Baru semalam mulai ngontraknya", jawab Nadira sewajarnya.
" Oh, hati hati ya mbak! Apa tadi malam tidak ada gangguan?"
Deg! Jantung Nadira seakan berhenti berdetak.
"Apa lagi ini?", keluh Nadira dalam hatinya.