Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Lara mematut dirinya di cermin, lagi lagi gadis cantik itu harus menghela napas untuk menetralkan perasaannya. Semalaman ia tak bisa tidur. Hal itu sudah biasa Lara lewati apabila ia di hukum oleh Ravindra ataupun ketika memilik masalah dengan Rey seperti semalam.
"Gue harus berterima kasih sama om Arthur." Ya, tentu saja karena Arthur memberikan seragam baru pada Lara. Entah berapa kali Lara berterima kasih pada Arthur kemudian tidak lama Lara pasti akan di buat kesal oleh Arthur.
"Gue capek banget, tapi kalo gue nyerah gue malah malu sama mereka yang mengalami hal lebih berantakan dari gue tapi dapat bertahan." Lara menyampirkan tas di bahu ia sudah siap untuk berangkat ke sekolah.
"Ck gue benci jadi orang lemah." Lara mengusap air matanya kasar. Ia kembali menarik napas panjang sebelum menghembuskan nya secara perlahan.
Ceklek
Lara reflek sedikit mundur ketika melihat siapa yang berdiri di depan pintu. Terkejut, tidak Lara tidak terkejut sebelum membuka pintu ia sudah menduga hal ini pasti terjadi.
"Loh Om kok ada disini?"
Arthur tersenyum ramah. "Menunggumu, saya ingin mengantarkan kamu ke sekolah. Tapi sebelum itu kita sarapan dulu, kamu mau sarapan apa?"
Lara mendongak untuk menatap Arthur yang lebih tinggi darinya. Arthur sudah siap dengan setelan formal yang melekat di tubuhnya, Lara harus akui jika Arthur sangat tampan. Ahh apa yang ada di pikiran Lara?
"Gak usah om langsung anterin aku aja."
Arthur segera merengkuh pinggang Lara posesif. Mengambil alih tas Lara kemudian berjalan beriringan menuju basement. "Saya tidak menerima penolakan, lagipula bagaimana kamu bisa konsentrasi belajar dengan perut kosong?"
"Sepertinya sarapan soto untuk pagi ini sangat cocok. Lagipula masih ada waktu satu jam sebelum pukul tujuh."
Lara hanya bisa pasrah saja. Saat Arthur membukakan pintu mobil untuknya sambil memaksa Lara agar masuk ke dalam.
Arthur mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata rata sesekali pria tampan tersebut tersenyum, kemudian melirik Lara sekilas. Begitu seterusnya berulang ulang.
"Om kenapa sih?"
Arthur terkekeh kecil lalu menggeleng. "Nanti pulang sekolah saya jemput. Oh ya, kamu setelah pulang sekolah tidak ada kegiatan?"
Lara menggeleng. "Om bisa langsung ke sekolah aja? Nanti aku sarapan di kantin. Om juga gak usah jemput aku karena nanti aku pulang bareng sama Alena."
Arthur menatap Lara datar, pulang bersama Alena sama saja dengan mencari mati. Ravindra pasti akan berpikir negatif tentang Lara dan sudah pasti selajutnya akan buruk.
"Tidak, kamu pulang saya jemput dan tidak ada penolakan. Lagipula kalau kamu pulang dengan anak itu yang ada kamu jamuran karena nungguin si lembek itu."
Lara diam, sejak semalam Lara merasa ada yang aneh dalam diri tuan muda Wilson ini. Rumor mengatakan bahwa Arthur adalah orang yang dingin dan tidak berperasaan. Lalu siapa yang ada di hadapan Lara? Kenapa sangat berisik?
"Om cerewet banget sih." Arthur seketika diam.
Padahal ia hanya ingin mengantar Lara pulang dan memberinya kejutan, tapi Lara malah menolaknya. Pria itu akhirnya lebih memilih untuk diam agar fokus menyetir biarlah ini nanti ia tanyakan pada Julian.
"Turun."
Lara terkejut mendengar suara Arthur yang dingin sekaligus datar. "Om, ada masalah?"
Arthur mencengkram setir kuat, jika menuruti kemauannya sudah pasti ia akan mengurung Lara karena berani menolaknya. Tapi Arthur menahan hal itu karena tak ingin Lara malah semakin jauh darinya.
"Kita sudah sampai, turun lalu belajar yang benar nanti saya akan menjemput kamu." Suara Arthur kembali lembut.
Lara semakin merasa aneh saja, tadi datar sekarang lembut. Ada apa dengan sosok Arthur?
Tapi Lara tetap mengangguk, tak ingin membantah perintah Arthur. Gadis itu segera keluar sambil berlari kencang. "Makasih om."
Arthur menghela nafas, ia pergi setelah satpam di sekolah tersebut sedikit menunduk hormat padanya.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya