"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Ditarik kembali
...Happy reading!...
...•••...
Seperkian detik semua yang ia rencanakan harus kembali diredam kala situasi kembali mencekik Kirana. Benar, ia harus hati-hati sekali terhadap tindak-tanduk seorang Ailard Rajendra Wiratama. Pria itu kendalinya luar biasa kala mendekati setiap sisi melemahkan bagi Kirana.
"Saya sudah mengikuti aturan untuk membayar hutang selama ini! Saya tidak pernah ingkar! Bagaimana bisa kalian menjatuhkan tempo seperti ini?" Kirana mencoba menahan gejolak dalam suaranya.
"Tiga tahun, Mbak. Anda sudah menyita waktu kami selama itu. Memang yang tersisa hanya bunganya, tetapi jumlah yang Mbak bayarkan semakin lama semakin sedikit." Suara penagih hutang terdengar tegas dan tak kenal ampun. "Kami meminta pelunasan dalam waktu satu bulan. Jika tidak, jaminan rumah Anda akan menjadi taruhannya."
Melebar matanya begitu ia diancam begini. Sialan, para lintah darat ini tiba-tiba saja datang menagih seluruh bunga yang belum ia lunasi. Ia sudah berusaha keras selama tiga tahun, namun tetap saja mereka tidak memberinya kesempatan lebih.
"Apa kalian serius?" Suaranya hampir bergetar, tapi Kirana mencoba untuk tetap tenang. "Saya butuh lebih banyak waktu. Tidak mungkin saya bisa melunasi semuanya dalam sebulan!"
Namun, wajah penagih hutang tetap dingin, seolah tidak tergoyahkan oleh protes Kirana. "Ini sudah keputusan perusahaan, Mbak. Anda punya waktu satu bulan. Setelah itu, rumah Anda akan kami ambil alih."
Kirana terdiam sesaat, dan atensinya ingin sekali melihat kearah belakang yang mana ia dapat melihat sosok pria itu tengah menikmati santai kopi buatan Kiran diruang tamu.
Pria itu datang tiba-tiba setelah Tian berangkat sekolah, ia menampilkan raut wajah yang seperti biasa, mengintimidasi lawan tatapnya. Kirana tak memiliki kekuatan lebih untuk berdebat dengannya dan tentu saja ia tak akan bisa, karena yang ia lakukan selanjutnya adalah mempersilahkan Ailard masuk kedalam rumahnya.
Kirana menghela napas dalam-dalam, berusaha meredam segala kegelisahan yang melanda. Dengan tegas ia menatap dua pria penagih hutang di hadapannya. "Baiklah, saya akan lunasi dalam satu bulan ini," katanya dengan suara sangat jelas.
Kedua pria itu saling bertukar pandang sebentar sebelum salah satu dari mereka kembali membuka suara, "Kami tunggu Mbak, jangan lewat dari satu bulan."
Setelah mereka pergi, Kirana memejamkan matanya sejenak, membiarkan ketegangan itu perlahan luruh.
Kirana berbalik, mendekat dan duduk disampingnya. Ia menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Apa ini ada hubungannya sama kamu Mas?"
Ailard tersenyum miring, sorot matanya tajam, senang sekali bisa kembali melihat wajah tertekan Kirana. "Nah, seharusnya kamu tahu dengan siapa kamu bermasalah. Saya tidak punya kelembutan yang seperti kamu pikirkan."
"Aku minta maaf Mas, iya kemarin aku beneran ngga sengaja tampar kamu." Kirana kembali meminta maaf setelan beberapa kali ia mencoba berbicara tentang ini, namun pria itu tidak mau dengan cara biasa hanya dengan omongan, dia butuh dibuktikan tetapi Kiran tak mau.
"Saya sudah bosan dengar ucapan kamu yang sama berulang kali, bisa kamu pakai cara lain? Ini saya masih berbaik hati kasih kamu kesempatan untuk membuktikan."
Kirana berpikir keras, bukan, bukan karena ia mau melakukan Hubungan bad*n dengan pria ini akan tetapi berpikir bagaimana caranya agar ia dan pria disebelahnya bisa keluar dari rumah mendiang ibunya. Khawatir sekali Ailard nekat berbuat yang tidak-tidak di rumah yang tidak boleh memiliki bekas perbuatan hina mereka.
"Ngobrol ditempat lain yuk Mas?"
Ailard terkekeh pelan, "kenapa? Takut kamu saya gagahi di rumah jelek ini?"
Kiran menggeleng pelan, cari aman dulu itu lebih baik. "Engga, ngobrol diluar lebih baik. Boleh ya Mas?"
"Kalau saya maunya tetep disini memangnya kenapa?"
Kalau sudah begini ia harus sentuh titik lemah pria itu, "ditempat yang buat kamu nyaman, disini kan tidak enak pemandangannya." Ia menyentuh lengan Ailard sehalus mungkin. "Aku mohon Mas, boleh ya?"
Benar saja, begitu disentuh sedikit pria itu beranjak berdiri. "Follow me!"
...•••...
Ailard membawa Kiran menuju hotel miliknya, ia ingat betul ketika pertama kali melepaskan harga dirinya ditempat ini. Semuanya berputar kembali tentang tujuan ia menjual diri padanya dan pria ini memang tengah sengaja untuk membuatnya mengingat.
"Sudah ingat?"
Kirana mengangguk pelan. “Tentu saja aku ingat, Mas.”
Ailard berdecak kesal, bukan seperti itu respons yang ia ingin dengar darinya. “Bagus, kamu mengingat bagaimana hina nya dirimu sekarang." Tangannya bergerak memegang paha Kiran. "Karena tempat ini adalah saksi dari keputusanmu sendiri. Jangan lupa, kamu yang memilih jalan ini.” Dan tangannya mulai masuk kedalam dress bagian bawahnya, mencari sesuatu hingga sampailah jari-jemari nya masuk dan menyentuh inti tubuh Kirana dari balik kain yang menutupinya.
"Mas aku sedang tidak mau, dan ini didalam mobil." Ia melenguh begitu sentuhannya semakin terasa menggetarkan miliknya. Namun, tangan Kiran menahan agar tangan pria ini tak menyentuh ranahnya lagi lebih dalam.
Rahang Ailard mengeras ketika Kiran menolaknya, dan jari-jemari nya semakin aktif menyentuh miliknya yang mulai sudah tidak bisa diajak sinkron dengan pikirannya.
"Kamu masih bebal setelah menampar saya dan kini mau menolak saya?" Nada suaranya keras sekali menyentuh gendang telinga Kirana, tidak berteriak tetapi berbisik pelan dan itu berhasil membangkitkan aura yang menyeramkan.
"Euhhh...ngga gini Mas, iya aku minta maaf tapi tolong aku sedang tidak mau—"
Ailard sudah hilang kesabarannya sehingga ia mendorong tubuhnya meleburkan jarak diantara mereka, bibirnya mencu*bu kasar bibir Kiran, menyesap, memagut dan mengabsen seluruh permukaan lembab didalam sana sementara tangan yang lainnya menekan pundak Kiran, dan yang satunya lagi tetap bermain dibawah inti pusat tubuh perempuan ini, mempermainkannya hingga cairan yang hangat terasa keluar menyentuh jari-jemari nya.
"Rasakan ini!"
"mphhh...Mas aku mohon...ughh..." Ia tak kuasa mendesah kala sentuhan Ailard semakin membuat tubuhnya bereaksi kacau.
Begitu Kiran mulai kehabisan oksigen, ia tepuk-tepuk pundak Ailard sekeras mungkin dan pria itupun melepas ciuman kasar di bibirnya.
"Hanghhhh..." Kirana meraup pasukan oksigen sebanyak-banyaknya dan pria ini tidak berhenti sampai disitu saja ketika ia mulai melepaskan tangannya didalam lembah panas Kirana Begitu Kirana kembali pelepasan.
Kini, ia mulai menarik serta membawa tubuh Kirana untuk duduk diatas pangkuannya. "Kamu sangat berantakan, kalau begini saya jadi bernafsu sekali ingin menghentak mu sampai kamu pingsan Kirana." Suara rendahnya membuat tubuh Kirana jadi merinding.
"Mas...I beg you, ngga sekarang. Kita bicara aja, dan... juga ngga di tempat parkiran. Bagaimana kalau ada orang yang curiga? Apa kamu tidak takut akan ketahuan?"
"Saya takut? Tutup mulut kotormu ini perempuan rendahan!" Ia menarik pinggang Kiran sampai tubuh mereka benar-benar merapat dan dapat Kiran rasakan milik pria ini yang terasa menyembul dibawah sana sehingga bergesekan dengan miliknya.
"Mas aku ngga mau!"
"Apa saya harus mendengarkan mu? Stupid Kirana! Saya bilang saya tidak selembut yang kamu pikirkan." Ia pegangi kedua pinggang Kirana sedangkan perempuan itu dipaksa merasakan sensasi gesekan dibawah sana.
"Mas... tolong aku mohon jangan begini dulu—"
"Hmphhh..."
Ailard mengakusisi kembali bibir Kirana yang sudah membengkak sebelumnya, kali ini tidak sekasar tadi namun tetap sang empu menahan untuk tidak memperdalam ci*man Ailard.
Tangan kekarnya kini bergerak menyentuh bok*ng Kiran, meremasnya disana dan menekannya agar merasakan sensasi geli untuk perempuannya.
"Mas, tolong... kita bisa bicara baik-baik tanpa ini," Kirana kembali berbicara, mencoba mencari celah untuk melepaskan diri dari situasi ini.
Namun, Ailard tidak berhenti, bibirnya kini menyesap leher Kirana, menimbulkan rasa geli yang bercampur dengan perasaan terdesak. Kirana menghela napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang meskipun perasaannya semakin kacau.
“Mas..."
Namun begitu ia merasakan cairan hangat menyentuh keningnya, Ailard berhenti. Suara bergetar Kiran mengganggu indera pendengarannya, ia menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada ketegangan di udara, kala pria ini untuk pertama kalinya melihat Kirana menitihkan air mata dihadapannya.
Tetapi, tak lama itu bibirnya menyunggingkan senyum miring penuh kepuasan saat melihat ketidakberdayaan Kirana. Air mata yang mengalir di pipi perempuan itu tidak menggetarkan hatinya sedikit pun. Malahan, seolah semakin memicu egonya yang besar.
Kirana mengambil kesempatan itu untuk beringsut sedikit menjauh, meskipun Ailard masih menahannya dengan erat. Dia tahu dia tidak bisa melawan kekuatan fisik pria ini, tapi dia berharap kata-katanya bisa menyentuh sisi manusiawi yang tersisa dalam diri Ailard, jika memang masih ada.
"Aku butuh waktu Mas, tolong...aku mohon sama kamu."
Aira mengeram kesal begitu di tolak mentah-mentah kembali oleh perempuan yang tidak tahu diri ini.
"I don't care about your time. Kembali pada pekerjaanmu Kirana, melayani saya!"
"Satu hari lagi Mas, aku butuh satu hari lagi. Besok, pasti aku akan kembali bekerja."
Ailard kembali mendekatkan wajahnya pada Kirana hingga napasnya terasa di kulitnya lagi. "Caramu yang seperti ini... Apa kamu sudah tidak berminat dengan uang saya lagi?"
Kirana menelan ludah, walaupun ia tidak menyukai cara kerja dengan mendapati uang yang ia dapatkan dari pria ini, namun sungguhan Kirana masih membutuhkannya untuk melunasi besar nominal bunga hutang yang belum terbayarkan.
"Bukan begitu, aku benar-benar perlu waktu apalagi aku belum bisa tinggalin adikku Mas," kata Kirana Mecoba bernegosiasi dengan pria keras itu.
"Kamu pikir saya peduli?"
"Mas please..." Kirana menahan napas, mencoba meredam rasa frustasi yang meluap di dadanya.
"Saya bilang saya tidak peduli!"
Kirana berpikir keras. "Oke. Satu permintaan tapi tidak dengan HS." Kirana memberikan penawaran, Ailard tentu tidak suka. Yang seharusnya, ia yang memberi penawaran untuk perempuan itu.
"Saya tidak suka cara bicara kamu, berani sekali kamu congkak seperti itu dihadapan saya."
Kirana menghela napas panjang kemudian ia memutuskan memberi kembali pilihan, "oke. Sex tapi tidak dengan menyatukan badan. Bagaimana Mas?"
Namun penawaran yang ini dapat ia pertimbangkan. Ailard terkekeh pelan, sungguhan ia suka sekali melihat Kirana yang berantakan seperti ini, apalagi ekspresi wajahnya yang memelas dan sangat frustasi.
"Hisap milik saya."
"Pakai tangan saja ya Mas?"
"Kalau begitu bagaimana kalau saya paksa dan bila perlu seret kamu kedalam hotel?"
Sialan. Pria ini selalu bisa membuatnya tidak memiliki pilihan. "Yasudah iya pakai mulutku." Dan ketika Kirana kembali melakukannya, ia kembali diperingati bahwa ia ini tak lebih dari perempuan pe*acur miliknya.
Wajah yang dibuat Kiran dibawah sana terlihat sangat memuaskan untuk Ailard. Bagaimana ia tetap kesulitan menerima masuk miliknya dengan mulut yang tidak terlalu besar, menahan setiap desakan yang terus dimainkan oleh Ailard kala tangannya mengontrol kepala Kiran untuk bergerak maju-mundur.
Hiburan yang sangat menyenangkan ini membuat Ailard semakin bergairah, napasnya tak beraturan dan erangannya semakin jelas menggaung didalam mobil. Tidak akan ada yang melihat, karena mereka melakukannya di parkiran basement hotel.