"Aku, Dia, dan Sahabatku" adalah sebuah novel yang mengeksplorasi kompleksitas persahabatan dan cinta di masa remaja, di mana janji dan pengorbanan menjadi taruhannya. Lia Sasha putri, seorang siswi SMA yang ceria, memiliki ikatan persahabatan yang kuat dengan Pandu Prawinata , sahabatnya sejak SMA . Mereka membuat janji untuk bertemu kembali setelah 8 tahun, dengan konsekuensi yang mengejutkan: jika Pandu tidak datang, berarti Pandu sudah meninggal. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka diuji ketika Lia jatuh cinta dengan Angga, seorang laki-laki yang pengertian dan perhatian. Di tengah gejolak cinta segitiga, persahabatan mereka menghadapi ujian yang berat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selvia Febri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Gue nggak bakal biarin lo bahagia," ujar Arga dengan nada yang mengancam. "Kelas IPS itu penuh sama orang-orang nakal. Gue takut lo kena apa-apa."
Arga berhenti sejenak dan berbalik menghadap Lia. Ia menatap Lia dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.
"Gue sayang sama lo. Gue nggak mau liat lo kena apa-apa," ujar Arga dengan nada yang sedikit lembut.
Lia terdiam sejenak, merenungkan perkataan Arga. Ia tahu bahwa Arga menyayangi nya, tapi ia juga tahu bahwa Arga terlalu overprotektif. Lia ingin menjalani hidup nya dengan penuh semangat tanpa harus takut pada Arga.
"Arga, gue nggak mau lo ngatur-ngatur hidup gue," ujar Lia dengan suara yang tegas. "Gue mau mencari kebahagiaan gue sendiri. Gue percaya bisa menjalani hidup gue dengan baik."
Arga menatap Lia dengan wajah yang sedih. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melarang Lia untuk menjalani hidup nya sesuka hati. Ia hanya bisa berharap Lia bisa menjalani hidup nya dengan baik dan selamat.
"Oke, gue nggak mau ngatur-ngatur lo lagi," ujar Arga dengan nada yang sedih. "Tapi, janji lo bakal kabarin gue kalo ada apa-apa."
"Oke, gue janji," jawab Lia dengan senyum yang sedikit pahit.
Arga kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Lia. Lia menatap punggung Arga yang menjauh dengan rasa sedih. Ia tahu bahwa Arga menyayangi nya, tapi ia juga tahu bahwa hubungan mereka sudah berakhir. Lia ingin menjalani hidup nya dengan penuh semangat dan mencari kebahagiaan dalam perjalanan hidup nya.
Lia kemudian melangkah menuju kelas nya dengan semangat baru. Ia ingin bertemu dengan Pandu dan teman-teman baru nya. Ia yakin bahwa ia bisa menjalani kehidupan baru nya di kelas IPS 3 dengan penuh semangat dan persahabatan baru.
Saat Lia mendekati pintu kelas, ia melihat Pandu dan teman-teman baru nya sedang menunggu di depan pintu kelas. Mereka menyapa Lia dengan senyum yang hangat.
"Hai, Lia!" sapa Pandu dengan senyum yang menawan.
"Hai, Pandu," jawab Lia dengan senyum yang tulus. "Kalian ngapain nunggu di sini?"
"Kita nunggu lo, Lia," jawab Raya dengan senyum yang gembira. "Kita mau ngobrol bareng setelah jam pelajaran pertama."
"Oh, ya? Oke," jawab Lia dengan senyum yang lebar. "Gue mau ikut."
Lia kemudian masuk ke kelas nya. Saat Lia duduk di bangku nya, ia merasa ada yang menatap nya. Ia menoleh ke belakang dan melihat Pandu sedang menatap nya dengan tatapan yang menarik. Pandu menatap Lia dengan wajah yang penuh keingintahuan dan kebahagiaan.
Lia tersenyum lebar pada Pandu. Ia merasa bahagia bisa menjalin persahabatan baru dengan Pandu. Ia yakin bahwa Pandu akan menjadi teman yang baik dan menyenangkan.
"Lia, lo kenapa kelihatan sedih?" tanya Pandu dengan nada yang lembut. Ia merasa sedikit khawatir melihat wajah Lia yang sedikit sedih.
"Nggak papa, Pandu," jawab Lia dengan senyum yang sedikit pahit. "Gue cuma lagi mikirin tentang Arga aja."
Pandu mengerutkan kening. Ia tahu siapa Arga. Arga adalah mantan pacar Lia yang berasal dari kelas IPA. Pandu mendengar cerita tentang Arga dari Raya dan Clara.
"Arga ngapain sih ngerepotin lo?" tanya Pandu dengan nada yang sedikit marah. Ia tidak menyukai orang yang menghalangi kebahagiaan teman nya.
"Arga nggak setuju gue pindah jurusan IPS," jawab Lia dengan nada yang sedikit sedih. "Dia takut gue kena apa-apa di kelas IPS."
Pandu tertawa kecil. Ia merasa terkejut mendengar cerita Lia. Arga terlalu overprotektif.
"Arga itu lebay banget," ujar Pandu dengan nada yang mencemooh. "Kelas IPS nggak seburuk yang lo bayangkan. Kita ramah-ramah kok."
"Iya, Pandu. Gue tau kok," jawab Lia dengan senyum yang lebar. "Iya, Pandu. Gue tau kok," jawab Lia dengan senyum yang lebar. "Gue percaya sama lo."
Tiba-tiba, seorang gadis bernama Kania datang mendekati kursi Lia. Kania adalah teman sekelas Lia yang juga memiliki rasa suka pada Pandu. Kania merasa iri melihat kedekatan Lia dengan Pandu.
"Lia, lo udah ngobrol sama Pandu aja?" tanya Kania dengan nada yang sedikit ketus. Ia berusaha menunjukkan rasa iri nya pada Lia.
Lia terkejut mendengar perkataan Kania. Ia merasa ada yang tidak beres dengan sikap Kania.
"Iya, Kania. Kenapa?" jawab Lia dengan nada yang hati-hati.
"Nggak apa-apa," jawab Kania dengan nada yang ketus. "Gue cuma ngingetin lo aja, jangan sampai lo terlalu dekat sama Pandu. Pandu itu anak orang kaya dan dia bakal nggak mau sama lo."
Lia merasa kesal mendengar perkataan Kania. Kania terlalu menilai Pandu berdasarkan harta kekayaan nya.
"Kania, lo nggak usah ngatur-ngatur gue," jawab Lia dengan nada yang tegas. "Gue mau berteman sama siapa pun yang gue suka. Dan gue nggak perlu mikirin harta kekayaan Pandu."
Kania terkejut mendengar perkataan Lia. Ia tidak menyangka Lia akan bersikap sekeras ini. Kania kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Lia.
Lia merasa kesal dengan sikap Kania. Ia tidak menyukai orang yang menilai orang lain berdasarkan harta kekayaan. Lia kemudian menoleh ke Pandu dan menjelaskan peristiwa yang baru saja terjadi.
"Pandu, Kania ngomong gitu ke gue," ujar Lia dengan nada yang sedikit kesal. "Dia nggak suka gue dekat sama lo."
Pandu menatap Kania yang sedang berjalan meninggalkan Lia dengan wajah yang cemberut. Pandu merasa kesal dengan sikap Kania. Ia tidak menyukai orang yang menilai orang lain berdasarkan harta kekayaan.
"Biarin aja Kania," ujar Pandu dengan nada yang cuek. "Dia nggak usah diladenin. Gue nggak pernah mikirin harta kekayaan orang. Gue mau berteman sama orang yang menyenangkan dan baik."
Lia tersenyum lebar pada Pandu. Ia merasa bahagia bisa menjalin persahabatan dengan Pandu. Ia yakin bahwa Pandu adalah orang yang baik dan menyenangkan.
"Pandu, lo baik banget," ujar Lia dengan senyum yang tulus. "Gue seneng bisa berteman sama lo."
"Sama-sama, Lia," jawab Pandu dengan senyum yang menawan. "Gue juga seneng bisa berteman sama lo."
Tiba-tiba, bunyi lonceng berbunyi menandakan mulai nya jam pelajaran. Guru mata pelajaran sejarah masuk ke kelas dan mengajak murid-murid nya untuk belajar.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa guru dengan senyum yang hangat. "Hari ini kita akan belajar tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia."
Lia dan teman-teman nya menjawab salam guru dengan serentak. Mereka kemudian mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan semangat.
Lia menikmati jam pelajaran sejarah itu. Ia merasa terinspirasi oleh kisah-kisah perjuangan bangsa Indonesia. Ia bertekad untuk terus belajar dan mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Setelah jam pelajaran pertama selesai, Lia berjalan menuju kantin bersama Pandu, Raya, dan Clara. Mereka berempat berbincang sambil menikmati makanan yang mereka pesan.
"Lia, lo mau nggak ikut ke perpustakaan bareng kita setelah jam pelajaran selesai?" tanya Raya. "Kita mau ngeliat-ngeliat buku baru di perpustakaan."
"Oke, Ra. Gue mau ikut," jawab Lia. "Gue pengen ngeliat-ngeliat buku baru di perpustakaan."
"Oke, kita ketemu di perpustakaan ya," kata Clara.
Setelah jam pelajaran selesai, Lia, Pandu, Raya, dan Clara berjalan menuju perpustakaan. Mereka berencana untuk mencari buku-buku baru dan menghabiskan waktu bersama di sana.
"Lia, lo mau cari buku apa?" tanya Raya sambil menatap deretan rak buku yang tinggi menjulang.
"Gue mau cari buku sejarah," jawab Lia. "Gue pengen tau lebih banyak tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia."
"Wah, bagus tuh Lia," ujar Clara. "Lo bisa belajar banyak dari sejarah."
Pandu, yang sedari tadi memperhatikan Lia dengan senyum tipis, berkata, "Gue mau melukis di sini. Ada meja dan kursi di pojok sana, gue mau melukis landscape."
"Oke, Pandu. Kita ketemu lagi nanti ya," kata Lia sambil berjalan menuju rak buku sejarah.
Lia menelusuri rak buku sejarah dengan mata yang berbinar. Ia mencari buku yang menarik dan informatif. Ia ingin mendapatkan pengetahuan baru tentang sejarah bangsa Indonesia.
Sementara itu, Pandu duduk di meja pojok perpustakaan dan mulai melukis. Ia mengeluarkan perlengkapan melukis nya dari tas ransel nya. Pandu memilih palet warna yang terang dan menarik. Ia ingin menciptakan lukisan landscape yang indah dan menakjubkan.
Pandu merasa bahagia bisa menyalurkan hobi melukis nya di perpustakaan. Ia menikmati suasana yang tenang dan menenangkan di perpustakaan. Ia berharap bisa menciptakan lukisan yang indah dan menginspirasi.
Lia berhasil menemukan buku sejarah yang menarik. Ia kemudian duduk di meja dekat jendela dan mulai membaca buku itu. Lia merasa tertarik dengan kisah-kisah perjuangan bangsa Indonesia yang tertuang dalam buku itu.
Lia menikmati suasana yang tenang dan menenangkan di perpustakaan. Ia berharap bisa menyerap ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari buku-buku yang ia baca.
Beberapa saat kemudian, Lia merasa haus. Ia kemudian berjalan menuju meja Pandu untuk minum.
"Pandu, gue haus," ujar Lia dengan senyum yang manis. "Lo mau minum juga nggak?"
Pandu menoleh ke Lia dengan senyum yang menawan. Ia merasa bahagia bisa bertemu dengan Lia lagi.
"Mau," jawab Pandu. "Tunggu bentar, gue lagi menyelesaikan lukisan gue dulu."
Lia menangguk mengerti. Ia kemudian duduk di sebelah Pandu dan menonton Pandu melukis. Lia merasa terpesona dengan keahlian Pandu dalam melukis.
"Pandu, lukisan lo indah banget," ujar Lia dengan nada yang kagum. "Gue suka warna-warnanya."
Pandu tersenyum lebar. Ia merasa bahagia mendengar pujian Lia.
"Makasih, Lia," jawab Pandu. "Gue seneng lo suka."
Mereka kemudian berbincang sambil menunggu jam pelajaran selanjutnya.
Saat jam istirahat selesai, Lia, Pandu, Raya, dan Clara kembali ke kelas masing-masing. Lia menjalani hari-hari nya di sekolah dengan penuh semangat. Ia menikmati pelajaran yang ia dapatkan dan menjalin persahabatan yang erat dengan teman-teman baru nya.
Pandu juga menjalani hari-hari nya di sekolah dengan penuh semangat. Ia menikmati pelajaran yang ia dapatkan dan menyalurkan hobi melukis nya. Ia juga menikmati percakapan nya dengan Lia.
Raya dan Clara juga menikmati hari-hari mereka di sekolah. Mereka bertiga sering berkumpul bersama dan menjalani aktivitas bersama.
Beberapa minggu kemudian, sekolah mengadakan lomba melukis tingkat SMA se-kota. Pandu bertekad untuk ikut serta dalam lomba itu. Ia ingin menunjukkan keahlian melukis nya dan mengharumkan nama sekolah nya.
Lia mendukung keputusan Pandu untuk ikut serta dalam lomba melukis. Ia yakin bahwa Pandu bisa menang dalam lomba itu. Lia bahkan menawarkan diri untuk membantu Pandu dalam mencari referensi dan mencari bahan melukis.
Pandu merasa bahagia mendapat dukungan dari Lia. Ia yakin bahwa dengan dukungan Lia, ia bisa menciptakan lukisan yang indah dan menakjubkan.
Pandu kemudian mulai berlatih melukis dengan gigih. Ia mencoba menciptakan lukisan yang unik dan menarik. Ia mencoba mencampur warna-warna yang berbeda dan menciptakan efek cahaya dan bayangan yang menakjubkan.
Lia sering mengunjungi Pandu di studio melukis nya. Ia menonton Pandu melukis dengan mata yang terpesona. Lia merasa terkagum dengan keahlian Pandu dalam melukis.
"Pandu, lukisan lo indah banget," ujar Lia dengan nada yang kagum. "Gue suka warna-warna nya."
Pandu tersenyum lebar. Ia merasa bahagia mendengar pujian Lia.
"Makasih, Lia," jawab Pandu. "Gue seneng lo suka."
Beberapa hari kemudian, hari lomba melukis tiba. Pandu bersiap-siap untuk mengikuti lomba itu dengan penuh semangat. Ia sudah menyiapkan semua perlengkapan melukis nya dan menciptakan konsep lukisan yang unik dan menarik.
Lia menemani Pandu ke lokasi lomba. Ia memberikan dukungan moralnya pada Pandu. Lia yakin bahwa Pandu bisa menang dalam lomba itu.
"Pandu, gue percaya lo bisa menang," ujar Lia dengan senyum yang tulus. "Gue akan selalu mendukung lo."
Pandu menatap Lia dengan wajah yang penuh kebahagiaan. Ia merasa termotivasi oleh dukungan Lia.
"Makasih, Lia," jawab Pandu. "Gue akan berusaha buat menang buat lo."
Pandu kemudian mulai melukis dengan penuh semangat. Ia mencampur warna-warna yang berbeda dan menciptakan efek cahaya dan bayangan yang menakjubkan. Ia mencoba menyalurkan segala perasaan dan ide nya ke dalam lukisan itu.
Lia menonton Pandu melukis dengan mata yang terpesona. Ia merasa terkagum dengan keahlian Pandu dalam melukis.
"Pandu, lukisan lo udah hampir selesai," ujar Lia dengan nada yang kagum. "Gue nggak sabar mau liat hasil nya."
Pandu menangguk mengerti. Ia terus melukis dengan penuh semangat. Ia ingin menciptakan lukisan yang indah dan menakjubkan.
Beberapa jam kemudian, lomba melukis selesai. Pandu menyerahkan lukisan nya ke panitia. Ia merasa puas dengan hasil lukisan nya.
Lia menunggu Pandu dengan wajah yang penuh keingintahuan. Ia ingin tahu hasil lukisan Pandu.
"Gimana, Pandu? Lumayan nggak lukisan lo?" tanya Lia dengan nada yang penasaran.
Pandu tersenyum lebar. "Gue seneng sama hasil lukisan gue," jawab Pandu. "Gue harap bisa menang."
Lia menangguk mengerti. Ia menunggu pengumuman pemenang dengan penuh semangat.
kyk"Lia menghela nafas dalam-dalam", "Jangan takut, pandu itu sebenarnya baik" kasih kyk cerita lai gt spy pembaca juga menikmatinya tdk hny kalimat itu" sj dr bab 1-5 Lia cerita k keluarganya, tmn" ny bhkn guru" nya di mohon dong jgn terlalu banyak cerita seperti itu! tolong berikan cerita yang lebih menarik lagi!