Tidak semua cinta terasa indah, ada kalanya cinta terasa begitu menyakitkan, apalagi jika kau mencintai sahabatmu sendiri tanpa adanya sebuah kepastian, tentang perasaan sepihak yang dirasakan Melody pada sahabatnya Kaal, akan kah kisah cinta keduanya berlabuh ataukah berakhir rapuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
...***...
Deg!!
Sendok yang berada di tangan mendadak diturunkan, sementara bahu sang pemilik tampak menegang.
Faisal kembali mengamati gerak-gerik Melody yang seakan tengah menahan hantaman gelombang perasaan.
"A-Apa maksudmu-"
"Ya," sela Faisal.
"Kaal Vairav menemuiku."
Tepat ketika nama itu disebut, ada kilat kentara dalam lensa mata Melody, sesuatu yang memancarkan damba serta pergolakan batin yang sulit diatasi, dan bagi Faisal perihal tersebut adalah bukti yang cukup untuk hipotesanya.
Masih ada cinta disana.
Di sana tidak terbantahkan, masih ada ikatan yang belum sepenuhnya terputus di antara Melody dan lelaki itu.
"A-Apa yang dia katakan padamu?"
"Banyak." Faisal tersenyum timpang.
"Ia mengatakan bahwa warna favoritmu adalah putih, bahwa kau menyukai segala sesuatu yang sederhana, bahwa kau membenci debu serta residu asap rokok pada perabot yang sulit dihilangkan. Ia juga mengatakan bahwa kau suka bersenandung setiap kali sedang mandi atau menyiapkan makanan"
"Ia mengatakan bahwa kau baik dari yang terbaik, hatimu hangat dan lembut dalam waktu bersamaan... dia bilang kau bisa membuat semua orang nyaman berada didekatmu"
Faisal mengambil napas seraya ingatan menggambarkan sosok Kaal yang tengah gugup yang ia pikir sama sekali tidak sesuai dengan tampilan fisiknya.
Masih ia ingat saat lelaki itu berbicara dalam nada hati-hati dengan dalih takut mengatakan sesuatu yang salah, walaupun Faisal dapat mengecap itu hanyalah kamuflase dari buah kesedihan yang berusaha ditutupi.
"Ia juga mengatakan," lanjutnya kemudian selagi melirik Melody yang menatapnya dengan mulut terkatup rapat
"...bahwa aku harus menjagamu."
Gadis di hadapannya tampak terhenyak dan Faisal tidak memberi jeda untuk mengalamatkan poin penting dari pembicaraan ini-sebuah keputusan yang telah ia pikirkan berkali-kali semenjak ia mendengarkan Kaal mengutarakan kalimat-kalimat yang baru saja ia kutip.
"Tetapi aku tidak bisa, Melody."
Faisal menyibak rambutnya sendiri pelan. Perbincangan antara ia dan Kaal terngiang di telinganya hingga ia tidak memiliki pilihan lain selain menyampaikannya kepada Melody.
Faisal memaparkan bahwa selama ini, Kaal berperang melawan dirinya sendiri untuk mendatangi Melody.
Faisal tahu lelaki itu berulang kali menghampiri Melody di tempat tinggal, namun hanya bertahan sampai di pelataran karena Melody memintanya untuk tidak menginjakkan kaki lagi di apartemennya.
Faisal tahu lelaki itu memilih tetap menunggu di depan gedung kantor ketika Melody terus menghindar karena ia ingin gadis itu mau berbicara kepadanya atas dasar kerelaan.
Faisal juga tahu lelaki itu tidak mengejar Melody-sekalipun, karena ia tidak mau melanggar batasan tipis antara usaha dan paksaan.
Namun pada akhirnya, Kaal berkata-dengan bahu turun serta lengkung di bibir yang lemah, bahwa ia akan berhenti mencoba. Bahwa ia ingin menyerahkan Melody Senja-nya pada seseorang yang jelas memberi kebahagiaan nyata.
Kaal lantas mengaku bahwa ia bukan tidak mau berusaha, melainkan karena ia sudah cukup menyakiti gadisnya itu dan ia tidak mau menambah daftar tersebut dengan perihal lain.
"Dan dari situ aku mengetahui," Faisal berdecak sembari menekan kekecewaan yang hadir saat menyadari ini akan menjadi akhir dari perjuangan singkatnya untuk mendapatkan Melody.
"Bahkan dengan ada atau tidaknya kompetisi antara aku dan Kaal Vairav, aku tidak akan pernah menjadi lawan yang sepadan untuknya."
Faisal menahan pandangan sejenak ke gadis yang belum memberi respon.
"Bukan hanya karena ia jelas lebih mencintaimu," lanjutnya.
"Melainkan karena ia telah memiliki hatimu sejak awal dan kaupun sebaliknya."
Itu terjadi secara berangsur, tetapi Faisal menangkap semuanya. Mulai dari Melody yang menarik napas panjang, pandangan menyisir ke sekitar seakan tidak tahu harus melihat kemana, hingga air mata mendadak jatuh dari pelupuk gadis itu tepat ke kepalan tangan.
Bahu gadis itu kemudian berguncang keras selagi tangis yang dibendung lepas.
Faisal yang menyaksikan itu ingin menawarkan pelukan, akan tetapi ia lantas menyadari bahwa itu bukan tangis berlandaskan kesedihan.
Sebongkah pengingkaran yang keras juga ikut larut terkikis oleh realisasi serta meninggalkan endapan keyakinan yang pasti.
Faisal seakan baru saja memberikan dorongan terakhir yang Melody butuhkan. Apa yang terjadi selanjutnya sudah bisa diprediksi, Melody akhirnya mengangkat kepala. Gadis itu berusaha bicara di tengah tangis yang belum reda.
"A-Aku minta maaf."
Tidak perlu penjelasan verbal bahwa makna dari ungkapan itu menyembunyikan sesuatu yang lebih luas.
Sesuatu seperti aku minta maaf karena aku harus memilihnya dan itu membuat Faisal tertawa pedih.
"Kau sungguh tidak perlu mengatakan itu" Ucapnya untuk memecahkan tensi.
"Pergilah, temui dia."
Hatimu di sana, bukan di sini.
Sorot khawatir menatap ke arahnya. Rasa bersalah tercetak jelas di mimik wajah gadis yang sedang menggigiti bibir.
Faisal mencoba tersenyum lebih tulus seraya perlahan menerima kenyataan bahwa seseorang yang telah mengambil hatinya sejak lama tidak berniat untuk menyimpannya.
Ia menggenggam tangan Melody lembut, lalu berbisik meyakinkan.
"Aku akan baik-baik saja."
Mendengar pernyataan tersebut, Melody tanpa ragu beranjak. Gadis itu mengucapkan satu permintaan maaf sekali lagi sebelum bertolak meninggalkan meja mereka.
Segera setelah Melody menjauh, tatapan Faisal ikut mengekor. Ia melihat gadis yang berjalan cepat kini tengah menempelkan ponsel di telinga.
Sayup-sayup, Faisal dapat mendengar suara halus Melody berbisik kepada seseorang yang berada di seberang sambungan.
"Kaal?" tutur gadis itu berseling napas pendek.
"Pulang."
Di dalam hidupnya, Faisal selalu melabeli dirinya sendiri dengan banyak titel. Ia tahu ia perfeksionis, keras kepala, dan pantang menyerah. Ia tahu ia adalah seseorang yang tidak akan melepaskan sesuatu sebelum benar-benar bisa mendapatkannya. Namun kenyataannya, sebagian hal memang tidak ditakdirkan untuk dimiliki sesederhana karena mungkin-di luar sana, ada seseorang yang lebih pantas untuk mendapatkannya.
Kali ini, Faisal mengaku kalah.
Terlebih ketika ia mendengar gadis yang meninggalkannya berkata....
"Pulanglah, kembali padaku."
...****...
...Aku telah menunggu sepanjang hidupku untuk mengetahui bahwa aku menginginkanmu seutuhnya.......
Benda di depannya saat ini hanya sebuah pintu, benda mati tanpa nyawa yang memisahkan antara dirinya dan Melody sekarang. Namun kali ini, benda itu berubah menjadi sesuatu yang lebih. Layaknya simbolisme yang menyatakan bahwa alam imaji dan kenyataannya hanya berjarak sejengkal dari pengamatan.
Sebab ketika Kaal membuka pintu di hadapan nya, sesuatu akan berubah pasti; apa yang Melody sampaikan lewat telepon tadi bukan semata khayalannya saja.
Menarik napas panjang, bibir Kaal kembali merapalkan niat.
Tangannya hendak meraih gagang pintu, akan tetapi benda di depannya mendadak terbuka terlebih dahulu.
Dua pasang mata tertambat pada waktu bersamaan dan kedua pemiliknya sontak membeku yang satu karena belum siap untuk mengucapkan kalimat pembuka, sementara yang lainnya karena
"Kenapa lama sekali Kaal?"
Mulut Kaal membuka tanpa suara. Mengatakan bahwa ia menghabiskan waktu hampir dua puluh menit berkontemplasi dengan diri sendiri di depan pintu ini akan terdengar sangat dungu.
Namun di lain pihak, ia harus mengucapkan sesuatu karena kerutan di kening Melody menuntut demikian.
Maka dari itu, Kaal berdeham sekilas. Ia baru saja ingin mengucapkan kata pertama ketika bibir Melody tiba-tiba mengunci bibirnya.
Kaal tidak lagi bisa merasakan kakinya.
Kaal sadar itu bukan hanya pengaruh dari lamanya ia berlari untuk sampai ke tempat ini, ia juga sadar itu bukan karena intensitas ciuman yang hanya berkisar pada taraf normal, melainkan karena seluruh sel tubunya berteriak bahwa ia—akhirnya, utuh kembali. Kini Melody melengkapinya.
Menarik tubuh gadis yang tengah menciumnya semakin mendekat kerahnya, Kaal mendorong tubuh mereka untuk masuk ke ruang apartemen.
Kaal ingin berbicara tentang banyak hal. Ada daftar panjang mengenai permohonan maaf yang harus ia sampaikan dan ia tidak tahu apakah seluruh isi daftar tersebut akan selesai hari ini.
Apalagi, jika bibir Melody terus membungkamnya dengan cara seperti sekarang.
"Melody tungg—"
"Tidak sekarang kumohon," Melody menyela dengan nada terganggu.
"Aku merindukanmu Kaal bisakah kita melakukannya sekarang?"
...TBC...
Part depan ada adegan ekhem ekhem🙂↔️🙂↔️🫠