Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Kembali sunyi
Setelah ketiganya lelah mengitari tempat-tempat yang memungkinkan bagi Aruna untuk melepas kesunyian di hidupnya, kini mereka memutuskan untuk kembali pulang. Dan, Oma Setya sekaligus berpamitan untuk pulang juga.
"Oma sama Mama mau langsung pulang? Gak nginep lagi? Selama aja! Una masih rindu." Ucapnya mulai berkaca-kaca.
"Kamu ini sudah dewasa, sudah menikah pula. Ubah sikap manja kamu ini!" Tegur Oma seraya mengusap bagian kepala Aruna dan turun ke pipinya. Sedewasa apapun cucunya, Oma merasa wanita ini berhak diberikan perhatian penuh dari orang tua.
"Kalau Aryan luang lagi, kamu ajak dia pulang ya! Mama juga kesepian tanpa kamu." Tutur Isma ikut menimpali. Hal itu membuat Aruna semakin bersedih. Mendengar Ibunya yang kesepian, ingin sekali rasanya Ia pulang dan tinggal bersama sang Ibu.
"Kalau sama Mas Athar, aku gak akan jauh dari Mama." Gumam Aruna bernada rendah. Nyaris tak terdengar namun masih bisa Isma cerna.
"Kamu ini kenapa sih? Malah bandingin suami kamu sama orang lain." Kembali Isma menegur. Ia mulai curiga apakah Aruna benar-benar tak bahagia? Dan bukannya Aryan bersikap manis terhadap putrinya? "Apa Aryan bersikap keras sama kamu?" Isma bertanya lagi. Ia benar-benar muak sendiri dengan rasa penasarannya akhir-akhir ini. Apalagi menyangkut putri satu-satunya. Terlihat Aruna tak berniat menjawab pertanyaan Ibunya tersebut.
"Begini saja, kalau kamu gak bahagia sama Aryan, kamu pulang aja ke rumah Oma, ya!" Ujar Oma tiba-tiba. Hal itu mengundang rasa kesal di hati Isma hingga ibu anak satu itu menoleh ke arah Oma dengan mengernyitkan dahi. "Kenapa? Kamu mau protes apa? Aruna itu berhak bahagia Isma. Kamu harusnya jangan memaksa dia." Imbuh Oma menyadari ketidaknyamanan Isma.
"Bu... aku gak maksa. Aku cuma..."
"Mau lihat Aruna bahagia? Tidak Isma. Ibu sudah berapa kali bilang, Una tak akan bahagia dengan pernikahan paksa seperti ini. Kamu bilang kamu Ibunya, tapi kamu tidak mengerti." Ucap Oma mengintimidasi anaknya sendiri. "Sudahlah. Ibu tidak mau membuat keributan di sini. Sebaiknya kita berkemas. Ibu ingin istirahat di rumah sebelum acara besok." Imbuh Oma ketika tak mendapati tanggapan apapun dari Isma.
Setelahnya, Aruna membantu Ibu dan Neneknya untuk berkemas, meski sebetulnya Ia tak rela jika orang tuanya pulang secepat ini.
...----------------...
"Oma pamit ya sayang. Jaga diri baik-baik. Kabari Oma!" Tutur Oma dengan begitu tegas.
"Iya Oma.. nanti aku kabari Oma. Oma sehat-sehat ya. Jangan telat makan, jangan lupa minum vitamin nya juga." Balas Aruna pun menasehati. Oma hanya tersenyum, sementara itu Isma terlihat menatap nanar wajah sendu Aruna yang disembunyikan lewat senyum manisnya.
"Apa aku salah mengambil keputusan? Apa Ibu benar? Aruna tak bahagia dengan pernikahannya. Kedekatan Aruna dengan Aryan semata-mata hanya formalitas di depan mereka saja." Batin Isma yang mulai tak bisa berpikir positif.
Setelahnya, Oma Setya dan Isma bergegas memasuki mobil. Meski berat hati meninggalkan Aruna, namun Ia harus tetap kembali karena tuntutan sebuah urusan yang tak bisa dilewatkan. Dan dengan berat hati pula, Aruna harus melepaskan kepergian kedua wanita istimewa di hatinya itu.
"Bersabarlah nak. Oma akan cari tahu tentang siapa sebenarnya keluarga suamimu itu." Batin Oma disela kebimbangannya.
...----------------...
Meski mobil Neneknya sudah berlalu lama, Aruna masih terdiam di tempatnya. Bi Ima yang mendengar percakapan antara 3 wanita itu tak berani menegur Aruna yang masih bergeming. Kapan lagi Aruna keluar dari kamarnya jika bukan hari ini? Pikir Bi Ima. Ia sendiri merasa khawatir dengan apa yang dialami majikannya tersebut. Jika bisa, Ia ingin mengajak Aruna pergi sejauh mungkin.
"Bu... anginnya tidak biasa, sebaiknya Ibu masuk. Kondisi Ibu sedang tidak baik." Ujar Bi Ima dari ambang pintu. Aruna hanya menoleh sejenak lalu kembali menatap ke arah taman. Tatapan sendu itu kembali terlihat setelah beberapa saat yang lalu masih begitu hangat.
"Bi... bisa buatkan aku teh hangat? Nanti antarkan ke kamar ya!" Pintanya kemudian beranjak dan memasuki rumah. Bi Ima semakin dibuat khawatir. Apa setelah ini Aruna akan mengurung diri lagi? Pikirnya kembali berkecamuk. Meski demikian, Bi Ima dengan senang hati membuatkan apa yang Aruna inginkan.
Benar saja, Aruna kembali fokus pada laptopnya di atas meja. Ia menonton series kesayangannya dengan pandangan kosong. Entah apa yang tengah Aruna pikirkan. Suasana yang semula ramai dan hangat, kini kembali berubah sunyi nan dingin.
"Bu... ada lagi yang diinginkan?" Tanya Bi Ima sebelum Ia berlalu. Aruna menoleh lalu menggeleng seraya tersenyum menanggapi. Seperti sebelumnya. Sikapnya tak bersemangat seperti raga tak bernyawa saja. Aruna ada, namun terasa hilang.
Ditengah kebimbangan Bi Ima, terdengar suara seseorang dari lantai bawah. Cepat-cepat Bi Ima menghampiri dan menyambut tamu yang berkunjung ke rumah majikannya.
"Aruna dimana Bi?" Tanya wanita itu dengan antuasias.
"Di kamar, Bu." Sahut Bi Ima. Tanpa basa-basi lagi, Gita bergegas menaiki tangga dan mengetuk pintu kamar Aruna. Seperti anak kecil yang mengajak temannya main,Gita memanggil Aruna beberapa kali sebelum akhirnya adik madunya itu membuka pintu.,
"Hai.... kamu lagi ngapain?" Tanya Gita tiba tiba.
"Mbak? Mbak sendiri ngapain ke sini? Mas Aryan tahu?" Respons Aruna balik bertanya dengan sedikit khawatir. Namun, Gita malah tertawa kecil menanggapi pertanyaan Aruna.
"Ngapain kasih tahu Mas Aryan. Biarin aja. Dia kan lagi kerja. Mending kita jalan, ke Mall gitu? Atau ke cafe." Bukannya senang, Aruna malah menunduk murung mendapati ajakan Gita tersebut.
"Hari ini, saya gak bisa Mbak. Saya agak gak enak badan." Ujarnya mencari alasan. Namun, raut wajah antusias Gita berubah panik saat Ia menyentuh tangan lalu dahi Aruna yang hangat.
"Kamu sakit? Kenapa gak ke dokter?"
'Deg!'
Mendengar kata dokter, Aruna semakin sendu. Ia semakin tak ingin keluar rumah jika harus berhadapan dengan profesi dokter. Ia tak ingin ada sebuah kebetulan yang mempertemukannya kembali dengan Adnan. Ia tak tahu siksaan apa lagi yang Aryan berikan jika sampai pertemuannya dengan Adnan diketahui Aryan lagi.
"Eng-enggak Mbak. Ini masuk angin aja. Efek hujan beberapa hari yang lalu." Tuturnya kembali mengelak. Benar, jangan lagi mencari masalah. Ia tak ingin mati konyol hanya karena salah faham. Namun, Aruna juga merasa rindu pada Alice yang beberapa hari ini tak bisa Ia temui. Apakah mereka mencari kabarnya? Atau biasa saja saat kehilangan jejaknya?
"Aruna! Kamu kenapa? Kok melamun?" Tegur Gita membuyarkan lamunan Aruna seketika. "Kamu mikirin apa? Kamu ngerasa tertekan ya sama Mas Aryan?" Pertanyaan lanjutan Gita ini diiringi sebuah titik embun yang terjatuh dari kelopak mata Gita sendiri.
"Eng-enggak Mbak. Saya..."
"Maaf ya Na... Mas Aryan bersikap gak baik sama kamu. Semuanya emang salah aku. Kalau saja aku gak usul untuk kasih kesempatan Mas Aryan nikah lagi, mungkin kamu gak akan ngalamin hal kayak gini. Maaf..." tutur Gita dengan menggenggam kedua tangan Aruna. Tangisnya kian menjadi kala Aruna memeluknya dengan erat.
"Kamu gadis baik. Harusnya dapat keluarga suami yang baik." Lirih Gita kembali berucap.
"Mbak juga istri yang baik. Saya tidak sebaik yang Mbak bilang. Justru saya yang minta maaf. Saya sudah jadi orang ketiga rumah tangga Mbak."
"Enggak Aruna. Kamu gak salah. Kamu gak perlu minta maaf." Gita melepaskan pelukannya lalu menatap dalam kedua mata Aruna yang sudah berkaca-kaca. "Mulai sekarang, kalau kamu mau keluar, jangan pikirkan Mas Aryan. Aku yang akan jadi orang pertama yang bela kamu. Kamu gak usah kurung diri lagi. Hari itu, Mas Aryan cuma emosi aja. Dia gak serius larang kamu keluar. Kamu jangan ambil hati ya! Aku tahu betul gimana Mas Aryan." Imbuh Gita meyakinkan. Terlihat senyum tersungging di bibir manis Aruna. Dibalik senyum itu, ada perasaan tak setuju karena Aruna tak bisa melanggar larangan Aryan begitu saja.
"Pembelaan Mbak gak akan menjamin aku selamat dari kebencian Mas Aryan, Mbak. Hidup aku akan lebih sunyi dari ini." Batin Aruna.
...-bersambung...
jd cerai
trus ketemu adnan
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..