Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Ibu Peri Kelakuan Innalilahi
“Bagaimana ... keadaanmu?” tanya Zeedev kepada Akina. Zeedev masih sangat canggung, tapi jika melihat keadaan Akina, Zeedev yakin semuanya sedang sakit-sakitnya. Dari luka-luka yang berdarah, maupun yang memar.
Kali ini, wajah maupun kepala Akina memang sudah tak dipenuhi darah. Namun ketimbang wajah, kedua punggung tangan Akina lebih dipenuhi luka gores terbilang dalam. Zeedev yang mengawasi semua itu yakin, luka-luka tersebut karena pecahan kaca mobil.
Setahu Akina, Zeedev menjadi salah orang yang sampai menginap di rumah sakit hanya untuk menjaganya. Zeedev turut membantu mengawasinya maupun si kembar semalaman penuh bahkan hingga sekarang. Namun ketimbang Zeedev, ada sosok yang membuat Akina merasa sangat berhutang budi. Adalah mereka-mereka yang sudah menyumbangkan darah kepada si kembar, khususnya Yusuf. Sebab, setelah mendonorkan darahnya, Yusuf jadi menjalani rawat inap dan memang sampai di infus.
°°°°°
“Enggak apa-apa, ini saja sudah sehat. Kebetulan kemarin memang kurang sehat,” ucap Yusuf yang baru akan dilepas infusnya.
“Astaga pak Duda. Jangan sampai kamu jadi batu kali yang berusaha bikin aku tersandung, hanya karena ... darahmu ada di anak-anak!” panik Zeedev dalam hatinya. Apalagi ketimbang kepadanya, Akina yang memang lemah lembut tak sebar-bar Alina, jadi sangat lembut ketika kepada Yusuf. Bukan hanya tatapan dan tutur katanya. Karena di mata Zeedev, sikap Akina kepada Yusuf pun ibarat paket komplit spesial!
“Kembalilah ke ruang rawat karena kamu harus istirahat. Luka di tubuhmu, pasti sedang sakit-sakitnya, kan?” sergah Zeedev sengaja posesif dan memang bergerak cepat.
Di ruang rawat Yusuf, mereka memang tak lagi disertai mommy Rere. Wanita bercadar itu pamit ke kamar mandi. Namun, mommy Rere sudah sampai mengucapkan banyak terima kasih kepada Yusuf.
Yusuf yang jadi merasa canggung, apalagi fisik Akina sangat mirip dengan Alina sang mantan istri, sengaja berdeham. Yusuf sengaja menanyakan kabar anak-anak Akina.
“Alhamdullilah, Mas. Beranjak membaik. Meski, ... tetap deg-degan karena belum ada pemeriksaan intens. Ya sudah Mas, saya sekalian pamit mau pantau keadaan anak-anak. Mereka pasti masih trauma, kesakitan ...,” lembut Akina yang tak kuasa mengungkapkan keadaan anak-anaknya. Rasanya terlalu menyakitkan, terlebih Akina yakin, kecelakaan yang mereka alami akan menimbulkan trauma tersendiri. Dibuang papanya saja membuat keduanya kesakitan. Apalagi ditambah kecelakaan dan membuat keduanya sampai nyaris meregang nyawa?—pikir Akina.
“Semoga semuanya segera membaik. Kamu juga harus kuat, ya. Demi anak-anak,” lembut Yusuf sambil menatap Akina dengan tatapan iba.
Akina mengangguk dan lagi-lagi mengucapkan terima kasih. Iya, demi anak-anak, demi kebahagiaan mereka, Akina memang mengharuskan dirinya tetap kuat. Karena jika dituruti, kini sekadar napas saja, Akina masih merasa susah. Tubuh Akina sakit semua khususnya yang terluka. Persis seperti yang Zeedev kira.
“Makasih banyak Pak Duda. Kamu juga sehat-sehat, ya!” ucap Zeedev sengaja undur diri dari sana sambil mendorong kursi roda Akina.
Zeedev memang berucap terbilang manis, berbeda dari biasanya. Namun, manisnya Zeedev kali ini tetap saja agak lain dari kebanyakan orang.
“Pak Duda?” lirih Yusuf merasa syok dengan panggilan yang ia terima dari Zeedev. “Meski aku memang duda, ... ya ... ya kenapa sampai dipanggil pak duda juga? Ini dia sengaja ngejek, apa memang berusaha lebih akrab?” pikir Yusuf.
“Pak Duda ...,” batin Akina. Antara syok, tapi ingin ngakak juga.
Akina tahu, Zeedev yang dari segi tampang, fisik, dan juga materi, sangat sempurna, tipikal yang sekali berbicara langsung bisa bikin lawannya sakit hati. Apalagi jika lawan bicaranya sudah membuat Zeedev sakit hati. Zeedev pasti akan membalas berkali-kali lipat. Termasuk juga mengenai panggilan pak duda Zeedev kepada Yusuf. Dirasa Akina, memang ada yang membuat Zeedev kurang menyukai Yusuf.
“Apa, ya? Apa karena di masa lalu, mas Yusuf pernah menyakiti mbak Alina sedalam itu? Wajar sih ...,” pikir Akina.
Terdengar Zeedev yang berdeham, dan itu membuat Akina kembali canggung. “Ini kenapa situasinya jadi begini, ya? Kenapa juga harus dengan Kak Dev, enggak sama perawat saja andai semuanya sedang sibuk dengan jadwal yang enggak bisa ditinggalin? Dan sepertinya, sekelas Kak Dev juga jadwalnya selalu padat,” pikir Akina yang refleks menahan napas ketika akhirnya, Zeedev benar-benar bersuara.
“Aku baru tahu kalau kamu sudah tidak dengan Rasya. Namun kemarin saat aku mendatanginya ke tempat dia meeting dengan klien, ... Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un, beneran enggak ada kejelasannya,” ucap Zeedev.
Disinggung apa yang Zeedev bahas, perasaan Akina jadi campur aduk. Tak terbayang, betapa bikin emosinya tanggapan Rasya dan Akina yakini hanya diam. Hingga lawannya, terlebih sekelas Zeedev, tidak bisa untuk tidak emosi. Hingga yang ada, pasti Zeedev yang akan disalahkan karena Zeedev tak mungkin hanya diam. Karena pasti ada saja tindakan kasar yang Zeedev lakukan kepada Rasya.
Masalahnya, kenapa Zeedev sampai mendatangi Rasya?
“Fatalnya, klien Rasya tahu kalau dia punya istri yang sulit hamil, dan juga ... kamu yang hanya dijadikan simpanan.” Setelah mengucapkan itu, Zeedev langsung meminta maaf kepada Akina.
“Jadi, ... klien mas Rasya tahu, Kak?” kaget Akina, tapi ia masih teramat sungkan kepada Zeedev.
Sambil terus mendorong kursi roda Akina, Zeedev berdeham sambil mengangguk-angguk. “Aku juga kaget, dan baru tahu, circle pertemanan dia masih ada kaitannya dengan circleku,” balas Zeedev yang kemudian menekan tombol lift. Mereka akan menggunakan lift untuk sampai ke lantai atas anak-anak Akina berada.
Akan tetapi, kenyataan di dalam lift justru berisi Raysa dan Irene, sukses menjungkirbalikkan perasaan maupun hati Zeedev apalagi Akina. Tak beda dengan Akina, kali ini, Irene yang dahinya masih lebam ungu, juga duduk di kursi roda.
“Oh, jadi ini ...? ISTRI RASYA YANG SUSAH HAMIL? TAHU GIMANA SUSAHNYA HAMIL, TAPI DENGAN TEGA MELUKAI BAHKAN ... MEMBUNUH ANAK, YA? BENAR-BENAR IBU PERI!” ucap Zeedev yang langsung membuat Rasya membentaknya. Rasya memintanya tutup mulut.
“Melukai bahkan ... membunuh anak-anak? Maksud dia apa? Apakah apa yang aku lakukan mengenai kecelakaan Akina dan anak-anaknya terbongkar? Apakah dua orang suruhanku itu akhirnya mengaku padahal aku sudah membayar mereka sangat mahal?” pikir Irene ketakutan. Sadar diri bahwa dirinya telah melakukan kesalahan bahkan kejahatan fatal, membuatnya sibuk berspekulasi sendiri.
“Tidak usah meminta orang lain tutup mulut. Karena tutup mulut seperti yang kamu lakukan, benar-benar tidak akan menyelesaikan masalah!” sinis Akina berucap tegas. “Berdoa saja agar kalian tidak pernah merasakan luka-luka seperti yang aku dan anak-anakku rasakan. Namun jika kalian sampai merasakannya, semoga di saat itu juga, kalian ingat pada apa yang sudah kalian lakukan kepadaku, apalagi ke anak-anakku!” lanjutnya sambil menatap mata Irene maupun mata Rasya, penuh dendam.
“Maaf Kak Dev, bisa tolong jauhkan aku dari manusia perusak hidup orang seperti mereka? Tolong, aku enggak mau dekat-dekat dengan mereka. Takut kena percikan azab yang harus mereka terima!” lanjut Akina yang memang langsung membuang pandangannya dari kedua sejoli di hadapannya.
Irene yang tidak terima terus disudutkan, terlebih selama itu Rasya cenderung diam, sengaja berkata, “Kamu lihat kelakuannya. Kalian bahkan belum lama berpisah. Anak-anaknya bahkan sedang sekarat, tapi dia sudah dengan laki-laki lain. Jadi enggak yakin, jangan-jangan, si kembar dan adiknya yang MATI, bukan benihmu!”
Hati Akina seolah diremas karena ucapan Irene yang begitu keji. Terlebih ketika Irene menyebut MATI, untuk adiknya si kembar.
Berbeda dengan Akina, Zeedev yang sebenarnya tak kalah sakit hati juga refleks tersenyum. “Tampangmu ibu peri, tapi kelakuanmu inalilahi. Kamu bilang anak-anak Akina bukan anak Rasya? Berarti kamu mau bilang bahwa Rasya MANDUL KARENA YANG KAMU KANDUNG SEKARANG, JUGA ANAK PRIA LAIN?!” geram Zeedev yang ingin menerkam Irene hidup-hidup. “Pantas sekelas om Helios langsung yakin, ketimbang Rasya, justru ibu peri Irene yang berulah!” batin Zeedev merasa harus hati-hati kepada Irene.
Diamnya Rasya juga menampik tudingan Irene. Karena selain golongan darah si kembar saja sama dengan Rasya, fisik si kembar juga tak hanya mirip Rasya. Karena rambut yang tipis dan bentuk kaki si kembar, mirip dengan mamanya Rasya. Termasuk fisik yang lain juga ada yang sampai mirip papanya Rasya.