Demi uang, dia terpaksa menjebak pria yang dicintainya dalam diam. Setelah fakta terungkap, dia dibenci dan terusir dari hidup pria yang dicintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21~ SEMOGA ITU YANG TERBAIK
Setelah makan malam usai, semuanya berpindah ke ruang tengah. Fiona masih merasa tegang meski hal yang akan membuat jantungnya berpacu cepat belum juga terjadi.
Yang lainnya masih mengobrol santai, dan Fiona sesekali melirik ke pembatas ruangan. Sudah beberapa menit berlalu sejak sang mama mengantarkan bu Nining ke pintu apartemen, tapi belum juga kembali.
"Ekhem..." Deheman sang papa membuat Fiona sedikit terkejut. Ia segera membenarkan posisi duduknya dan sekilas melirik Nayra yang sejak tadi hanya diam dan nampak sedikit tegang, kemudian ia menundukkan pandangan.
Suasana seketika hening ketika tante Kiara kembali, dan kini semua pasang mata tertuju pada Nayra dan Fiona secara bergantian, seolah menuntut penjelasan.
"Nay, betah ya tinggal di sini?" Tanya tante Kiara membuka percakapan.
Nayra gugup, gerakan matanya nampak gelisah. Ia melempar pandangan pada Fiona seakan meminta bantuan untuk menjawab, tapi Fiona hanya menunjukkan raut kepasrahan.
"Be-betah, Tante." Jawabnya terbata.
Tante Kiara mengulas senyum tipis, "Syukurlah, Tante lega mendengarnya, berarti Fio memperlakukan kamu dengan baik di sini. Padahal ya, kita semua tuh cemas mencari kamu dan Dion. Kalian berdua tiba-tiba menghilang dan ternyata kalian berdua berada di tempat yang sangat aman. Andai tadi siang Tante gak ketemu sama Bu nining, dan dia cerita kalau sudah pindah ke apartemen lain atas permintaan Fio. Hem, Tante gak bakal tahu kalau ternyata kalian tinggal di sini." Ujarnya lembut, namun kalimatnya tersebut bak sindiran keras bagi Fiona.
Tatapan tante Kiara lalu berpikir pada putrinya, "Kamu tahu betul, kita semua kelimpungan mencari Nayra dan Dion. Dan sekarang, tolong kamu jelaskan!" Nada bicaranya tak selembut saat berbicara dengan Nayra. Sorot matanya pun sedikit menajam dengan ekspresi datar. Membuat Fiona seketika meremang.
Sejenak, Fiona menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Pandangannya berkeliling menatap satu persatu keluarganya, tatapan mereka tak seperti biasanya. Untuk yang pertama kali, Fiona merasa ia bukanlah bagian anggota keluarga. Sebab sorot mata mereka bak menggambarkan permusuhan.
"Aku hanya ingin memberikan pelajaran pada Kak Rian." Jawabnya kemudian, berusaha bersikap tenang meski detak jantungnya berpacu dengan cepat.
Semuanya tercengang, kalimat Fiona baru saja terdengar seperti candaan.
"Memberi pelajaran kamu bilang? Bisa kamu jelaskan bagaimana maksudnya?" Kali ini, om Denis yang bertanya.
Fiona pun menatap lekat papanya, sekali lagi menghela nafas panjang demi mengurai ketegangan yang melandanya. "Andai aku yang ada di posisi Kak Nayra. Bagaimana perasaan papa, ketika anak perempuan papa ditalak tanpa mendengar penjelasan, lalu diusir begitu saja? Apa papa masih akan membiarkan aku kembali pada laki-laki yang dengan tega melontarkan kalimat yang teramat menyakitkan lalu dengan mudahnya meminta kesempatan kembali setelah menyesal, atau justru papa akan membawaku pergi jauh?"
Terdiam, om Denis menundukkan kepalanya dengan mata terpejam. Apa yang baru saja dikatakan putrinya cukup menyayat hatinya sebagai seorang ayah yang memiliki anak perempuan. Baru membayangkan saja ia sudah merasa sakit, apalagi jika itu benar-benar sampai terjadi pada putrinya. Refleks, ia menggelengkan kepala.
"Andai Nayra adalah anak Om. Om juga akan melakukan hal yang sama, bahkan mungkin Om akan melakukan lebih dari menyembunyikan Nayra." Sahut papa Azka yang sejak tadi hanya diam.
"Tapi, alangkah baiknya mereka bertemu untuk menyelesaikan permasalahannya. Dengan bersembunyi, bukankah hanya menggantung status Nayra. Secara agama talak memang sudah jatuh, tapi secara negara mereka berdua masih tercatat sebagai suami istri." Lanjutnya.
"Benar," timpal papa Raka. "Kami mencari Nayra bukan untuk memintanya kembali pada Rian. Rian memang menyesal dan ingin memperbaiki semuanya, tapi keputusan ada pada Nayra. Jika Nayra sudah tidak ingin memberikan kesempatan, maka tidak ada yang bisa memaksanya. Om sendiri yang akan mengurus perceraian mereka ke pengadilan agama." Ucapnya sembari mantap Nayra dengan lekat.
Melihat reaksi Nayra yang nampak tersentak dengan ucapannya barusan, papa Raka tersenyum tipis. Ia yakin, dari dalam lubuk hati Nayra tidak ingin berpisah dengan Darian. Sebab ia tahu Nayra mencintai Darian.
"Hanya Rian yang masih belum tahu kamu ada di sini. Jadi bagaimana Nayra, apa kamu sudah siap bertemu Rian untuk menyelesaikan permasalah kalian?" Tanya papa Raka.
Nayra pun mengangkat pandangan menatap pria paruh baya yang baru ia ketahui adalah ayah kandung Darian itu. Perlahan, ia menganggukkan kepalanya pelan dan terlihat ragu.
"Baiklah, untuk sekarang kamu tidak usah mengatakan apapun. Katakan semuanya di hadapan Rian, dan terlepas apapun keputusanmu nanti, semoga itu yang terbaik." Ucap papa Raka.
Nayra hanya menanggapinya dengan anggukan pelan.
"Pa," lirih mama Kinan sembari memegang lengan suaminya. Dari sorot matanya menggambar harapan penuh pada sang suami agar mencari solusi yang terbaik, sebab ia tidak ingin anak dan menantunya benar-benar terpisah.
Papa Azka hanya dapat menggeleng pelan, untuk masalah yang satu ini ia tidak dapat berbuat banyak. Semua keputusan ada pada Nayra, dan mereka hanya bisa berharap Nayra masih mau memberikan kesempatan pada Darian untuk memperbaiki kesalahannya.
Suasana pun kembali hening, semuanya larut dalam pikiran masing-masing. Tante Kiara yang semula mengintimidasi putrinya pun turut diam merenungi semuanya.
Bahkan ketika ponsel Stevanno berdering pun tak ada yang bergeming. Sedang pemilik ponsel pun segera meninggalkan ruangan itu untuk menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya.