NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Anggap

Istri Yang Tak Di Anggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: laras noviyanti

Candra seorang istri yang penurunan tapi selama menjalani pernikahannya dengan Arman.

Tak sekali pun Arman menganggap nya ada, Bahkan Candra mengetahui jika Arman tak pernah mencintainya.

Lalu untuk apa Arman menikahinya ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laras noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 23

Beberapa menit berlalu, dan suara beep oven memecah keheningan dapur. Candra dengan penuh semangat membuka pintu oven, aroma hangat langsung menyeruak ke luar, mengisi ruangan.

“Sudah matang!” Candra berteriak, menatap roti panggang yang berwarna keemasan.

Dira melirik, wajahnya bersinar. “Wah, lihat warnanya! Sempurna!” Mereka berdua mencabut rak oven dengan hati-hati. Aroma manis dan gurih menyatu dalam satu wadah, menyambut pelanggan yang sudah tak sabar.

“Siap untuk disajikan,” kata Candra sambil memindahkan roti panggang ke atas piring besar. Tangannya yang terampil mengatur hiasan selai di atasnya, memberikan sentuhan akhir yang menggoda.

“Candra, ini luar biasa! Jika pelanggan tahu seberapa kerja keras kita, mereka pasti akan menghargai setiap gigitan,” Dira tersenyum bangga.

Candra mengangguk, merasakan getaran positif saat mereka meletakkan makanan di meja pelanggan. Rasa puas melingkupi perasaannya, menciptakan ikatan yang kuat antara mereka berdua.

Saat Candra kembali ke area pelanggan, dia melihat senyum lebar di wajah wanita berambut ikal, saat menyaksikan makanan yang baru saja disajikan. “Wow, ini luar biasa! Terima kasih!” Wanita itu berbicara tulus.

Candra tersenyum lebar, hatinya hangat mendengar pujian itu. “Senang sekali kamu menyukai hidangan kami. Selamat menikmati!”

Wanita itu menatap Candra dengan mata berbinar, “Kami akan kembali lagi pasti!” Sebelum melanjutkan menikmati makanan, ia berbalik mengajak teman-temannya berbincang.

Candra melangkah menjauh, merasakan energi positif menyelimuti dirinya. Dira menyusulnya, “Kita melakukannya! Rasanya seperti mimpi.”

“Mungkin kita bisa membuat sesi rasa bulanan? Mencoba berbagai kreasi baru,” Candra mengusulkan, antusias.

“Ide bagus! Belum lagi, cafe kita semakin ramai!” Dira menambahkan, mengamati pelanggan lain yang bermunculan.

“Aku ingin membangun sesuatu yang tidak hanya enak secara rasa, tapi juga membuat orang merasa senang,” Candra berkata dengan nada serius.

Dira menepuk punggungnya. “Dengan semangatmu, aku yakin cafe kita akan jadi yang terbaik di kota!”

Candra menertawakan semangat temannya. “Mari kita buktikan!”

Beberapa jam berlalu, dan pelanggan berdatangan silih berganti. Candra terhanyut dalam kegembiraan, sambil melayani pesanan demi pesanan. Setiap tawa dan setiap pengalaman baru yang dibagikan pelanggan membuat langkahnya semakin ringan.

Saat pelanggan mulai berkurang, Candra merasakan lelah yang menyelusup namun untuk saat ini, kepuasan lebih mendominasi.

Dira menghampiri, menempatkan cangkir kopi di meja dekat mereka, aroma kopi yang kuat mengisi udara.

“Ini akan membangkitkan semangatmu,” Dira tersenyum, menyandarkan tubuh ke dinding dapur.

"Cukup kuat untuk menambah energiku," Candra menyeringai, meraih cangkir dan menyeruput kopi panas itu. Kehangatan meresap ke dalam tubuhnya, memberinya dorongan yang sangat dibutuhkan.

"Aku rasa kita harus merayakan hari yang sukses ini," Dira menyatakan, tatapan matanya berkilau. “Setuju! Kita pantas merayakan semua kerja keras ini,” Candra menjawab sambil mengedipkan mata, merasakan semangat merayakan sepanjang suasana.

“Jadi apa kau sudah menghubungi Rizal" “Belum. terlalu sibuk hari ini,” Candra menjawab sambil menggoreskan jari di meja, berpikir sejenak.

Dira menyandarkan punggungnya ke dinding, matanya menyelidik. “Kau benar-benar tidak memikirkan dia? Kalian tampak cocok. Dia juga merperlihatkan ketertarikannya padamu”

Candra menyandarkan bahunya ke dinding dapur. “Dia memang baik, Dira, tapi aku tidak ingin terlalu dini menaruh hatiku. Biarkan semuanya mengalir sendiri,” ujarnya pelan, matanya menatap langit-langit dapur yang mulai gelap.

“Kadang, kamu harus melangkah maju,” Dira menegaskan, gerakan tangan membentuk lingkaran, menunjukkan pentingnya proses itu.

“Aku tahu, tapi aku ingin memastikan semuanya benar-benar jelas dan tidak terburu-buru,” Candra menjawab, mengatur napasnya. Ia meraih kembali cangkir kopi dan menyeruput perlahan, merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuhnya.

Dira melipat tangannya di dada. “Baiklah jika itu kemauan mu, tapi ingat setidaknya kau menghubunginya" Candra mengangguk, menghela napas. "Aku akan melakukannya. Mungkin malam ini, setelah menyelesaikan semua di sini," jawabnya, berusaha meyakinkan Dira.

"Sekarang, kita perlu menyelesaikan beberapa hal sebelum menutup cafe. Masih ada beberapa pesanan yang perlu kita bersihkan," Dira mengingatkan, menatap daftar yang menggantung di dinding dapur.

"Baiklah, mari cepat. Kita bisa saja menyelesaikan ini sebelum jam tutup," Candra menjawab, tampil optimis sambil meraih kain untuk membersihkan meja yang berserakan sisa-sisa makanan.

“Candra, kita juga harus memeriksa stok bahan habis berapa sebelum besok,” Dira mengingat kan, dengan tangan mengusap wajahnya yang mulai lelah.

Candra mengangguk, dengan sigap mulai mencatat di papan tulis kecil. "Baik, mari kita lihat apa yang masih perlu kita persiapkan untuk hari esok," ujarnya, menggenggam spidol sambil memindahkan pandangannya ke rak masing-masing bahan.

Dira mengambil alih salah satu rak bahan, mengamati sisa-sisa tepung dan gula. “Sepertinya kita perlu pesan lebih banyak tepung dan selai. Kemarin juga kita kehabisan bahan kue keju.”

Candra mengangguk, mencatat semua yang diingat Dira. “Kalau begitu, kita harus segera menghubungi supplier sebelum mereka tutup.”

"Benar, aku akan melakukannya setelah semua beres," Candra menjawab sambil merenggangkan tubuhnya, menghilangkan ketegangan setelah seharian bekerja. Dira mengatur bahan yang tersisa di rak, berusaha menjaga tetap rapi. "Ayo, kita selesaikan ini lebih cepat. Janji kita bisa istirahat lebih awal," Candra tersenyum, semangatnya kembali menyala. "Baik! Ayo kita gunakan waktu ini sebaik mungkin."

Mereka berdua bergerak cepat, mengorganisir meja dan mencatat bahan-bahan yang harus dipesan. Candra meraih lap dan mulai mengelap sisa-sisa makanan di meja, sementara Dira dengan teliti mengecek bahan-bahan di rak.

“Candra, kita sudah hampir selesai!” Dira berteriak, matanya penuh semangat ketika dia melihat tumpukan piring telah berkurang. "Ya! Kita tinggal menyelesaikan beberapa piring lagi," Candra menjawab, meniupkan rambutnya yang lepas di wajah.

Dengan cepat, mereka mengemas semua sisa makanan dan membersihkan meja yang penuh dengan gelas dan piring kotor.

“Terima kasih sudah membantuku, Dira,” Candra tersenyum, menghapus keringat dari dahinya.

“Setiap saat! Kita adalah tim yang hebat,” Dira tertawa, menepuk punggung Candra.

“Jarang ada orang yang mau bekerja di tengah jam sibuk seperti ini. Kita pasti terlihat seperti dua cewek gila berlari ke sana kemari,” Candra menyahut, sambil mengangkat piring yang bersih dan menempatkannya di rak.

Dira mengangguk, matanya menyiratkan kebanggaan. "Dan lihat kita sekarang. Selesai sebelum waktu tutup."

Candra melemparkan pandangannya ke dapur yang kini bersih dan rapi, terlihat jauh lebih teratur daripada beberapa jam lalu. "Kita berhasil!" ujarnya, bangga dengan kerja keras mereka.

Dira tersenyum lebar, mengangkat tangan seolah merayakan kemenangan. "Sekarang kita bisa menikmati akhir pekan kita tanpa merasa terbebani!"

Candra mengangguk, menatap jam dinding yang menunjukkan waktu hampir menutup cafe. "Akhirnya kita bisa bersantai," dia berkata, suara ceria menggema di ruang dapur.

"Benar jadi segera kau hubungi Rizal" Dira melanjutkan, matanya menyoroti Candra yang masih terlihat terjebak dalam pikirannya.

Candra menghela napas, menggerakkan jari-jarinya di atas layar ponselnya. “Ini dia, saatnya,” bisiknya pada dirinya sendiri dengan suara pelan. Jemarinya mengetuk dengan hati-hati, menelusuri kontak Rizal di ponselnya.

“Keputusan ini penting. Jangan biarkan keraguan menghentikanmu,” Candra membujuk diri sendiri sambil melihat layar, wajahnya dipenuhi ketegangan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
murni l.toruan
Rumah tangga itu saling komunikasi dua arah, agar tidak ada kesalah pahaman. Kalau hanya nyaman berdiam diri, itu mah patung bergerak alias robot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!