(Novel kedua ku, kisah sederhana dan cinta manis 3 pasang anak manusia)
Bintang adalah seorang mahasiswa tingkat akhir disebuah kampus bergengsi dikotanya. Kehidupannya sangatlah sempurna. Ia memiliki keluarga yang hangat, paras yang tampan dan gagah, tubuh atletis dan tinggi. Memiliki kekasih super cantik seorang primadona kampus. Bintang juga menjabat sebagai ketua BEM dikampusnya, jabatan yang sangat bergengsi bagi mahasiswa sepertinya. Ia juga merupakan anak orang kaya bahkan kampus tempatnya menuntut ilmu adalah milik orangtuanya. Namun bagaimana jika ada 3 perempuan yang tergila-gila padanya dan membuat porak poranda hidupnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31.Perhatian Abrar
...Please kalau gak suka jangan kasih ⭐ 1 dan komen buruk...
...Please kalau gak suka skip aja please...
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
"Kak Bintang, maaf apa kakak sibuk ?" tanya seorang mahasiswi. Bintang sedang berkumpul bersama teman-temannya disebuah warung kopi dipinggir kampus.
"Ada apa ?"
"Ada yang mau Ita bicarakan kak" ucap gadis itu dengan suara bergetar.
"Bicara disini saja" Ita pun menggeleng.
"Sebentar saja kak, Ita mohon" ucapnya sendu
"Udah Bin, pergi sana, kasian loh anak orang" ucap teman-teman Bintang yang membuatnya mati kutu. Bintang terpaksa mengikuti Ita.
"Ada apa ?" tanya Bintang saat mereka sudah sampai di belakang gedung kelas.
"Ita suka sama kakak" ucap gadis itu gugup sambil menunduk. Bintang pun menghela nafas, ia sudah bisa menebak dengan melihat gerak gerik gadis ini.
"Maaf ya Ita, kakak udah punya istri" jawab Bintang tegas membuat gadis itu kaget bukan kepalang. Ia pun melongo dan terdiam. Bintang pun berlalu namun Ita segera tersadar dan menahan lengan Bintang.
"Kak, Ita tahu kakak bohong. Gak mungkin kakak udah punya istri" kekeuh nya.
"Sumpah Ita, kakak udah ada istri" gadis itu pun menangis terisak-isak.
"Kakak pergi dulu ya" ucap Bintang namun tanpa diduga Bintang, Ita memeluk kuat tubuh pria itu membuatnya kaget. Peristiwa ini dilihat oleh beberapa mahasiswi lain yang kebetulan lewat. Mereka pun heboh.
"Ehhh...itu kak Bintang bukan ya ?"
"Iya, lagi pelukan ama cewek. Apa itu cewek barunya ya ?"
"Setahu gue kak Bintang udah putus dari kak Salsa" mereka pun ribut menggosipkan Bintang yang membuat Laras dan Lina kaget.
"Siapa yang kalian bicarakan ?" tanya Laras dengan jantung berdebar kencang. Serentak para mahasiswi tadi menoleh pada Laras.
"Kak Bintang barusan pelukan ama cewek"
"Bin...Bintang siapa ?" tanya Laras dengan suara bergetar, ia berdoa semoga bukan suaminya.
"Kak Bintang ketua BEM"
Dduuuuaarr...
Tubuh Laras bergetar hebat. Ia sudah panas dingin, jantungnya makin menggila.
"Laras, loe jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Tanya kak Bintang baik-baik. Bisa jadi cuma salah paham" ucap Lina melihat wajah Laras yang sudah pucat dan seperti ingin menangis. Laras pun mengangguk dan mengambil handphone nya. Ia menelpon sang suami.
"Halo sayang" terdengar suara sang suami yang menggetarkan hati Laras.
"Mas dimana ?" tanya Laras dengan suara bergetar.
"Ini baru sampai di depan gedung BEM, ada apa sayang ? mau pulang ?" tanya Bintang lembut, Laras sekuat tenaga menahan air matanya.
"Ara mau ketemu"
"Ok, sayang dimana ? Mas jemput ya"
"Ara di depan perpus" panggilan pun terputus, Laras menunggu dengan hati gelisah.
"Sabar Laras" ucap Lina menenangkan sang sahabat. Tak lama terlihat mobil Bintang berhenti didepan perpus. Laras segera berlari menghampiri.
"Mas, tadi kemana ? ketemu ama siapa mas ?" tanya Laras beruntun saat baru memasuki mobil membuat Bintang kaget.
"Tadi mas dari warkop pak Sapto yank, kenapa ?"
"Trus kemana lagi ?"
"Langsung ke ruangan BEM"
"Bohong, mas tadi berpelukan sama perempuan lain kan ?" Bintang pun terkejut. Laras sudah menangis tersedu-sedu.
"Ara dengar dari siapa ?"
"Jadi mas ngaku kalau tadi lagi pelukan ama cewek lain ?"
"Mas gak meluk sayang, gadis itu yang meluk duluan" tangis Laras semakin keras membuat Bintang kebingungan.
"Sumpah yank, mas gak selingkuh. Tadi ada mahasisiwi bernama Ita yang nembak mas tapi mas tolak. Mas bilang udah punya istri, serius yank" Bintang menjelaskan dengan panik, ia tidak mau sang istri membencinya.
"Serius mas ?" Bintang mengangguk dan segera menghapus air mata sang istri.
"Iya sayang, aku sangat mencintaimu Ara" Laras pun tersenyum bahagia.
"Jadi gak marah lagi kan ?" tanya Bintang was-was, Laras pun menggeleng sambil tersenyum.
"Kalau gitu mas minta dikelonin" gantian Bintang yang merajuk.
"Tapi kita masih dikampus mas, Ara masih ada kuliah"
"Bolos hari ini" ucap Bintang, ia pun melajukan mobilnya ke apartemen. Laras hanya bisa menghela nafas pelan.
🌟🌟🌟
Salsa baru saja selesai menjalankan perkuliahan. Ia sengaja mengambil tempat duduk paling belakang, menarik diri dari pergaulan dan hanya sendiri tanpa berbaur dengan sahabat-sahabatnya dulu. Hanya Uci yang setia disamping Salsa sementara kawan yang dulu akrab hanya sekedar menyapa dan berlalu tanpa rasa peduli.
Salsa tidak memiliki jadwal kuliah lagi, berbeda dengan Uci yang masih ada satu mata kuliah. Mereka pun berpisah, Salsa berjalan dengan pelan menuju gerbang depan kampus namun sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Sa, mau kemana ?" Salsa menoleh dan melihat Abrar tengah berdiri tersenyum memandangnya.
"Mau ke cafe seberang kampus"
"Bareng ya" ujar Abrar yang dia angguki Salsa. Ia berpikir tidak ada salahnya berjalan bersama teman sekelas.
"Kamu kemaren kemana aja Sa ? Udah 2 minggu lebih gak masuk kuliah"
Salsa hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Abrar. Mereka pun sampai dicafe dan Salsa segera memesan cappucino kesukaannya.
"Aku yang bayar ya Sa" ujar Abrar sambil mengeluarkan sejumlah uang dan langsung membayar dikasir. Salsa pun kaget melihat cepatnya Abrar mengeluarkan uang seolah-olah sudah ia persiapkan.
"Makasih ya Brar" Abrar pun tersenyum. Mereka kemudian duduk dimeja depan yang dekat dengan jalan.
"Kau tahu Sa, jika ada masalah cerita saja padaku. Aku akan senang hati mendengarkan" ucap Abrar perhatian sambil menatap Salsa intens. Salsa pun menunduk dan menggeleng cepat.
"Terimakasih Brar, kau teman yang baik tapi aku bisa mengatasi masalahku sendiri" ucap Salsa, Abrar pun tersenyum sendu.
Mereka kemudian lebih banyak diam dengan pikiran masing-masing sambil memandang kendaraan yang berlalu lalang. Handphone Salsa sudah bergetar sedari tadi namun ia abaikan panggilan dari Steve. Tak lama muncul pesan chat dari aplikasi hijau.
"Sayang, kenapa telpon om gak dijawab ?"
"Kamu dimana Sa ?"
Lagi-lagi Salsa mengabaikan. Ia benar-benar tak ingin berurusan lagi dengan Steve. Biarlah semua yang telah terjadi ia ikhlaskan bahkan Salsa tidak ingin meminta tanggung jawab dari pria itu.
"Sa, tugas dari pak Yudi sudah kamu kerjakan ? Deadline nya sore ini wajib dikirim melalui format pdf dan melalui email pribadi" tanya Abrar yang membuat Salsa kelabakan.
"Belum, bagaimana ini ?" Salsa panik, pak Yudi terkenal sebagai dosen killer. Jika tugas tidak dikumpul tepat waktu jangan harap akan mendapat keringanan, ia akan langsung memberi nilai F tanpa bisa diperbaiki kecuali mengulang mengikuti mata kuliahnya semester depan yang artinya bisa memperlambat target wisuda.
"Jangan khawatir, aku sudah buatkan" Abrar pun mengeluarkan ponselnya.
"Minta nomor kamu Sa biar aku kirim file pdf nya" ucap Abrar.
"Maaf ya Brar, aku merepotkanmu" ucap Salsa tak enak hati, Abrar pun tersenyum.
"Aku senang jika bisa membantumu, jangan sungkan. Datanglah padaku jika kau membutuhkan apapun Sa" ucap Abrar yang membuat jantung Salsa berdebar kencang, entah mengapa ucapan pria ini terdengar romantis ditelinga Salsa. Mereka pun saling melempar senyum.
🌟🌟🌟
Steve sedari tadi tidak bisa berkonsentrasi. Pekerjaan yang menumpuk tidak membuatnya berhenti memikirkan Salsa. Sejak pagi gadis itu tidak menjawab telpon maupun membalas pesannya membuat Steve gelisah.
Ia pun memutuskan mengunjungi kos Salsa. Namun Steve harus kecewa karna gadis itu belum pulang dari kuliah. Ia pun segera menuju kampus melewati gerbang depan dan tanpa sengaja Steve melihat seseorang yang ia kenal. Steve pun berhenti dan terkejut saat mendapati Salsa tengah duduk dengan seorang pria. Gadis itu tersenyum bahagia dan tertawa bersama pria itu. Steve meradang, ia pun kecewa.
...****************...