NovelToon NovelToon
Happy Story

Happy Story

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Riska Darmelia

Karya ini berisi kumpulan cerpenku yang bertema dewasa, tapi bukan tentang konten sensitif. Hanya temanya yang dewasa. Kata 'Happy' pada judul bisa berarti beragam dalam pengartian. Bisa satir, ironis mau pun benar-benar happy ending. Yah, aku hanya berharap kalian akan menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riska Darmelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masalah Kecil part 2 End.

Mantan produserku dulu menelpon. Ia menawarkan naskah film baru dan meminta waktu untuk bertemu. “Peran ini beda dari peran-peran lama yang kamu mainkan,”katanya.

“Maaf, tapi saya tidak tertarik,”tolakku. “Saya dan industri perfilman sudah lama berpisah. Saya tidak berencana kembali.”

“Jangan gitu, lah. Kami butuh kamu. Akhir-akhir ini kamu populer lagi di kalangan anak muda. Mereka mencari segala hal tentang kamu di internet. Kita akan sama-sama untung kalau kamu berkarir lagi.”

“Maaf. Saya tidak bisa,”tolakku lagi. Aku langsung menutup telepon karena tidak ingin berdebat dengannya lagi.

Aku kembali ke dapur dan melanjutkan kegiatan rutinku setiap pagi, yaitu memasak sarapan. Aku sedang menata makanan di meja saat Kaoru turun dari kamarnya yang terletak di lantai atas. Aku menyambutnya dengan senyuman. “Pagi Kaoru. Tidur kamu nyenyak?”tanyaku dengan suara riang.

Kaoru menatapku lama sekali, membuatku merasa sedang dinilai. “Mama masak apa?”tanyanya, lalu menarik kursi favoritnya dan duduk dengan santai di sana.

“Sup miso dan telur dadar. Hari ini mau bawa bekal ke klub?”

“Hari ini aku mau bolos ke klub. Kita, kan mau pergi piknik. Aku mau santai-santai aja. Boleh, kan, Ma?”

Aku mengernyit. “Bolos itu nggak baik.”

“Aku tau, tapi sesekali boleh, kan? Toh biasanya aku rajin.”

Aku mendesah. “Ya udah. Kali ini boleh.”

Suara langkah kaki Kaito yang memakai sandal rumah membuatku menoleh. Saat melihatnya sedang menuju ke ruang makan, aku memberinya seulas senyum manis. “Hari ini kamu janji main futsal sama temen-temen kamu jam berapa?”tanyaku.

“Aku nggak ikut main hari ini. Kita, kan mau piknik,”kata Kaito.

Aku mengernyit lagi. “Kok gitu?Kita kan perginya jam 11. Sekarang masih setengah tujuh. Kamu kan mulai mainnya jam 8, jadi masih sempat main, kan? Biasanya juga kalian mainnya nggak sampai 2 jam.”

“Nggak, ah! Kita kan mau pikniknya jauh, apa lagi aku yang harus nyetir. Itung-itung nyimpan energy buat piknik nanti. Kita juga harus mendaki sekitar 15 menit buat sampai ke spot yang bagus.”

“Oke,”jawabku singkat. Anak dan bapaknya sama saja.

“Ma, karage-nya udah mama bikin?”tanya Kaoru.

“Belum, sih. Tapi tenang aja, Kaoru. Pasti mama bikinin, kok.”

Kaoru mengangguk, lalu tidak bicara lagi dan terus melahap sarapannya. Aku menatap wajah tampan anakku satu-satunya itu. Ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu, sampai-sampai ia tidak menghabiskan sarapannya secepat biasanya.

“Kaoru lagi mikirin apa, nak?”tanyaku.

Kaoru menatapku. “Aku cuma lagi mikir, kenapa Mama berhenti main film saat karir Mama lagi bagus-bagusnya. Bahkan teman-temanku banyak yang suka film lama Mama,”katanya, membuat jantungku berdegup cepat.

Aku mencoba tersenyum. “Nanti aja, ya, Mama jawabnya,”kataku dengan suara lembut.

“Iya, deh,”jawabnya lalu Kaoru menatap sarapannya lagi.

Aku tanpa sengaja bertemu pandang dengan Kaito. Mulutnya bergerak melafalkan kata good luck tanpa suara. Aku mengangguk. Sekali lagi, aku menatap Kaoru yang menyantap sarapannya lebih lahap dari pada tadi. Sepertinya masalah kecil ini akan berakhir baik.

“Akhirnya kita sampai!”teriak Kaito saat kakinya menjejaki anak tangga terakhir. Padang rumput membentang di hadapan kami seperti lautan berwarna hijau.

“Aku baru tau kalo ada tempat kayak gini di pinggiran kota. Aku kira pinggiran kota sinya hutan melulu,”kata Kaoru, terdengar takjub.

Kaito menoleh ke arah Kaoru. “Padang rumput ini tempat kencan pertama Mama dan Papa, loh. Makanya, nanti kalo kamu punya pacar, ajak ke sini juga, ya.”

Wajah Kaoru langsung memerah. “Pa-pacar? Si-siapa yang mau pacaran?”jawabnya terbata-bata.

Aku dan Kaito menertawai kegugupannya. Kalau dipikir-pikir, Kaoru memang hampir dewasa, tapi belum pernah sekali pun memperkenalkan pacarnya pada kami. Sebentar lagi Kaoru 14 tahun, tapi di dalam hatiku selamanya Kaoru adalah anak kecil yang harus kujaga. Sepertinya Kaito juga berpikiran sama.

“Pohon pinus itu masih ada, ya,”kata Kaito sambil menunjuk ke arah belakangku.

Aku menoleh ke arah sebuah pohon yang samar-samar kuingat karena sebuah kenangan yang manis di bawah pohon itu. Aku tersenyum. “Iya, ya. Tapi rasanya pohon itu makin tinggi dan makin besar.”

“Kaoru dulu Papa dan Mama pernah ciuman dibawah pohon itu, loh,”kata Kaito lalu ia tertawa. “Kalo kamu punya pacar, kamu boleh mengulangi sejarah di sana.”

Aku melihat wajah Kaoru semakin memerah. Kali ini bahkan sampai ke telinga. “Jangan bahas-bahas pacaran lagi!”teriaknya untuk memprotes Kaito.

Kaito malah tertawa keras. “Ayo gelar tikarnya, sayang!”seru Kaito cuek.

“Papa iseng banget jadi orang!”

Kaito tertawa lagi. “Kamu protesnya kayak anak cewek!”ejek Kaito.

Kaoru terlihat semakin cemberut. Ia berjalan lebih dulu dari kami lalu membentang tikar, jauh dari pohon pinus yang kami tuju.

“Kaoru, kenapa kamu gelar tikarnya di situ? Di bawah pohon pinus itu aja, biar bisa berteduh,”tegurku dengan suara lembut.

“Aku nggak mau Papa dan Mama ciuman lagi di bawah pohon itu,”kata Kaoru dengan suara keras.

Aku menoleh kiri kanan. Untung saja tidak ada orang lain di sini selain kami bertiga. “Kaoru kayak anak kecil, deh. Kebiasaan banget teriak-teriak,”tegurku lagi.

Kaoru terlihat malu. “Maaf, deh kalo gitu.”

“Kayaknya kita nggak bisa lama-lama, deh,”kata Kaito. Kaito menunjuk langit dari arah kedatangan kami. “Sebelah sana langitnya gelap banget.”

“Ya udah, ayo mulai pikniknya. Habis makan kita bisa langsung pergi,”kata Kaoru santai.

Aku dan Kaito saling pandang. Kaito mengangguk, memberi isyarat kalau dia setuju dengan usul Kaoru. Aku mengangguk, merasa harus patuh pada apa pun rencana yang ada di kepala suamiku. Aku membuka keranjang piknik yang kubawa, lalu menata makanan yang sudah dipesan Kaito dan Kaoru bersama roti, selai dan buah. “Ayo makan,”kataku saat Kaito dan Kaoru tidak terlihat berinisiatif untuk mengambil makanan yang kuhidangkan.

“Ma, sebelum makan, aku mau ngomong dulu,”kata Kaoru.

Aku dan Kaito saling tatap lagi. “Ngomong apa?”tanyaku hati-hati.

Kaoru menjalin jari-jarinya, terlihat gugup. Mungkin Kaoru ragu harus menyampaikan semua yang ia pikirkan.

“Ada apa?”tanyaku lembut.

“Aku minta maaf, Ma. Kemarin aku udah bentak-bentak Mama,”katanya akhirnya.

Rasa haru mengalir dari dadaku, membuatku merasakan rasa hangat ke seluruh tubuhku. “Iya, Mama maafin,”kataku dengan suara bergetar.

“Jangan nangis, Ma!”kata Kaoru, terdengar panik. “Aduh! Maafin Kaoru, Ma. Jangan nangis lagi.”

Aku tidak bisa menyingkirkan rasa haru di dadaku sehingga tangisku semakin keras, sampai-sampai Kaito akhirnya memelukku. “Jangan nangis, sayang,”bujuknya sambil mengelus rambutku.

Aku menyeka air mataku dengan lengan bajuku. “Ya ampun! Kaoru udah gede! Sekarang udah bisa minta maaf tanpa di suruh dulu!”seruku, memuji.

Kaoru cemberut. “Ya ampun! Kirain karena apaan,”omelnya. “Seperti biasa, Mama masih Mama yang kekanak-kanakan dan susah di prediksi.”

Kaito melemparkan kain lap pada Kaoru, yang ditangkap Kaoru dengan cekatan. “Ya udah, kalo Mama mau nangis dulu. Aku makan duluan, ya.” Kaoru lalu mencomot karage dari kotak lauk.

“Jangan ngelawak!”omel Kaito.

Kaoru melotot. “Orang laper beneran dituduh ngelawak! Capek taujalan ke sini!”

Aku tertawa. “Ya udah. Makan aja.”

Kaoru melahap makanannya pelan-pelan, terlihat seperti menikmati setiap kunyahan. “Aku boleh nanya, nggak, Ma?”tanya Kaoru sambil mengunyah.

“Boleh, dong.” Aku mencomot satu karege buatanku yang tidak prnah membat Kaoru bosan. Rasanya memang enak, tapi tidak seenak itu sampai membuat ketagihan. “Mau tanya apa?”

“Kenapa berhenti jadi artis?”

“Mama pernah di lecehin sama lawan main Mama.”

Kaoru ternganga. “Si brengsek itu siapa?”

“Udah. Nggak usah dibahas. Itu udah jadi masa lalu. Dia udah minta maaf juga, kok.”

Aku menggigit sepotong karage. “Cuma mau ngomong itu?”

“Oh, iya. Mama mau nggak ngelatih klubku buat belajar acting yang bagus?”

Aku terdiam sambil menatap Kaoru, memcoba menilai ekspresi Kaoru. Anakku terlihat sangat bersungguh-sungguh. “Emang sekolah nggak ngasih kalian pelatih?”

“Itu masalahnya. Sekolah lagi nyari pelatih buat klub kami setelah pelatih kami yang dulu cuti melahirkan. Cuma buat 2 bulan, kok, Ma.”

Aku menatap Kaito.

Kaito tersenyum. “Boleh kalo kamu mau,”katanya seperti memahami maksud tatapanku, seperti biasa.

“Digaji, kok, Ma,”kata Kaoru lagi.

“Oke. Mama mau bantu kamu asal kamu ngejelasin alasan kamu marah-marah kayak kemarin,”tawarku.

Kaoru menatapku, berhenti mengunyah. Aku melihat rasa bersalah tergambar jelas di wajahnya. “Aku benci ngeliat badan Mama terekspos,”jawab Kaoru tanpa menatapku.

“Teman-temanku jadi ngomong jorok soal Mama dan bikin aku emosi banget kemarin. Emosi itu aku bawa pulang dan bikin aku muak ngeliat Mama. Maaf ya, Ma. Aku nggak bermaksud bikin Mama sedih.”

Aku tersenyum pada Kaoru, merasa alasan Kaoru masuk akal bagiku. “Iya, Mama maafin,”kataku.

Kaoru terlihat lega. “Makasih, Ma. Sebenarnya semalam aku udah mau minta maaf, tapi aku nggak punya keberanian buat minta maaf duluan.” Kaoru mendekatiku lalu mencium pipiku. “Mama memang ibu terbaik di dunia.”

“Papa setuju, walau waktu muda Mama kamu itu cewek yang nakal banget,”kata Kaito dengan nada menggoda.

“Walau pun aku nakal, kamu suka, kan?”godaku balik.

“Sensor,”kata Kaoru. “Jadi nyesel karena udah muji Mama.”

Aku dan Kaito tertawa karena melihat wajah cemberut Kaoru. Tapi ekspresi cemberut di wajahnya hilang secepat ia datang, digantikan senyuman yang terlihat puas. Mungkin sama sepertiku, Kaoru lega aku tidak memusuhinya. Yah, Ibu mana, sih yang bisa membenci anaknya sendiri?

Aku masuk ke kamarku dengan membawa teh manis hangat untukku dan untuk Kaito. Aku mengunci pintu lalu meletakkan baki yang kubawa di nakas. “Kaoru udah tidur,”kataku sebelum duduk di tempat tidur. “Kayaknya dia capek banget karena main bareng kamu seharian. Udah lama banget kalian bulu tangkis bareng, kan?”

“Untung besok Minggu. Aku juga capek banget,”kata Kaito sambil mengeliat meregangkan badannya. “Untung juga karena masalah kalian cepat selesai. Aku nggak mau ngeliat makan malam dengan suasana sedingin kemarin.”

Aku tersenyum lalu mengulurkan cangkit teh untuk Kaito. “Kaoru udah dewasa, ya. Dia udah punya pendapat sendiri. Kayaknya didikan kamu berhasil bikin dia jadi remaja yang nggak kosong melompong. Dia tumbuh jadi remaja yang bermoral dan menjunjung tinggi moral. Nggak kayak aku dulu,”pujiku.

“Iya, tapi aku masih khawatir. Dia punya potensi untuk masuk ke duania perfilman kayak kamu.”

“Aku nggak mau membatasi dia. Lagi pula aku penasaran kayak gimana selera drama yang dia dan teman-temannya buat. Setahuku, selera seni seseorang bisa menunjukkan seseorang itu punya kepribadian yang kayak gimana,”jelasku.

Kaito mengelus rambutku, membuatku menoleh kepadanya. “Semoga Kaoru tumbuh jadi laki-laki dewasa seperti yang kita harapkan, ya, Sayang,”katanya lembut.

Aku mengangguk sambil tersenyum, lalu mengambil cangkir tehku dan menyesap isinya. Sepertinya malam ini akan panjang karena Kaito mulai bermain-main dengan gaun tidurku. Tapi aku tidak punya alasan untuk keberatan karena masalah kecil dengan putraku satu-satunya sudah berakhir dengan baik.

#Tamat#

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka.....
gabung di cmb yu....
untuk belajar menulis bareng...
caranya mudah cukup kaka follow akun ak ini
maka br bs ak undang kaka di gc Cbm ku thank you ka
Riska Darmelia
〤twinkle゛
Terima kasih sudah menghibur! 😊
Riska Darmelia: sama-sama/Smile/
total 1 replies
Tiểu long nữ
Suka dengan gaya penulisnya
Riska Darmelia: makasih.
total 1 replies
🍧·🍨Kem tình yêu
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
Riska Darmelia: terima kasih karena sudah membaca.😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!