Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Makam
Setelah mendapatkan persetujuan Nisa. Satria langsung meminta surat tanah. Karena dia akan mengadaikannya terlebih dahulu.
Sebab jika langsung menjual, pasti akan lama mendapatkan pembelinya.
"Nah, gitu dong nurut. Jadi aku makin sayang." ujar Satria mengelus pucuk kepala Nisa.
Terkadang Nisa sadar, jika Satria semakin semena-mena padanya. Tidak seperti janjinya dulu, yang akan membahagiakannya. Akan tetapi, dia kembali mengingat betapa beratnya perjuangan serta pengorbanan Satria untuk mendapatkan dirinya, dan itu cukup membuktikan jika Satria memang sangat mencintainya.
"Tapi, uangnya jangan untuk judi lagi ya?" pinta Nisa.
"Nanti jika menang, juga untuk kamu. Bayangkan, jika aku menang ratusan, hingga miliyaran rupiah. Itu semua aku berikan untukmu." balas Satria.
"Tapi, kamu udah kalah banyak. Sampai sekarang aku belum merasakan uang yang kamu janjikan. Baiknya, uang itu kamu buat usaha." nasihat Nisa.
"Usaha apa? Kamu gak lihat muka kita viral dimana-mana. Siapa lagi yang mau mempercayai kita. Sekarang, gak ada yangh percaya sama kita. Kecuali nanti, saat mereka sudah melupakan kita. Baru kita pikirkan, usaha apa yang harus kita jalani." papar Satria.
"Ya sudah ..." lirih Nisa kemudian.
"Gitu dong, jadi istri yang nurut sama suami. Nanti, imbalannya surga." balas Satria, melenggang pergi.
Nisa hanya bisa meratapi nasibnya. Dan membersihkan sisa-sisa dari porak-poranda yang dilakukan oleh Satria.
Nika serta dua adiknya menuju ke makam orang tua mereka. Tak lupa, Nika juga membawa Fardi ikut serta.
Mereka pergi tanpa diantar oleh Abrar. Karena sekarang pun, Abrar masih dalam masa berkabung. Dan Nika juga gak mau merepotkan Abrar lebih banyak. sebab mereka sudah menginap di rumah Abrar. Dan itu cukup merasa Nika sungkan.
Beruntung, ada beberapa orang lainnya, yang ikut menginap disana, jadi Nika tidak takut jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
"Mak, Ayah, maaf ... Karena baru mengunjungi kalian, setelah sekian lama. Mak, Ayah ... Aku bisa, aku bisa menjaga adik-adik seperti yang kalian amanah kan. Aku bisa menyekolahkan mereka Yah." adu Nika.
"Tapi maaf, maaf karena aku gak bisa menjaga Safa. Kalian pasti sedang bersama kan? Aku rindu, sangat rindu." isak Nika, dan Kanaya langsung memeluk tubuh Nika, seolah menguatkan.
Amar memimpin doa, setelah mereka membacakan surah yasin. Dan setelahnya, masing-masing dari mereka mengeluarkan kisah-kisah mereka, semenjak orang tua mereka berpulang.
"Mak, walaupun masakan kak Nika tidak seenak masakan Emak, tapi aku selalu menghabisinya. Emak tahu? Aku rindu emak, rindu tidur sambil di elus kepala oleh Emak. Karena jika sama kak Nika, aku gak tega meminta hal itu. Karena aku tahu, seharian dia telah lelah mencari uang untuk kebutuhan kami. Ayah, ayah tahu. Kak Nika memang perempuan, tapi berkat kegigihannya, aku tidak pernah kehilangan sosok ayah dihidupku. Kak Nika memang kakak terbaik yang telah kalian siapkan. Terimakasih Emak, Ayah ... Karena telah meninggalkan kak Nika untuk kami. Aku mohon, jangan pernah kalian rindui kak Nika. Karena aku gak siap kehilangannya." isak Amar.
Nika pun menjatuhkan air matanya. Karena pertama kali mendengar penilaian Amar terhadapnya. Padahal, dia sangat takut, jika usahanya untuk mengantikan sosok orang tuanya gagal.
"Amar benar Mak, Ayah ... Kak Nika, bahkan rela memberiku kuliah, padahal aku sendiri tahu, jika dulu pun, kak Nika sangat ingin merasakan bangku kuliah. Mak, Ayah ... Aku memang rindu kalian. Tapi, dengan adanya kak Nika, kerinduan ku, sedikit tersamarkan. Aku mohon, kalian jangan cemburu." ujar Kanaya.
"Mak, Ayah ... Ini cucu kalian. Cucu pertama kalian. Dia adalah penggantinya Safa. Dan aku janji, akan merawatnya sebaik mungkin. Kalian jangan khawatir tentang kami. Dan maaf, jika nanti kami pun, tidak bisa selalu mengunjungi kalian." pinta Nika.
Setelah membersihkan area kuburan, mereka semua pun pamit pulang.
Dan mereka berencana akan pergi ke tempat, dimana rumah mereka dahulu. Sampai di sana, rumah mereka tidak lagi tersisa. Semua sudah di bangun oleh haji Syambidin sebagai area rumahnya.
Dan beberapa orang yang masih mengenali Nika langsung memanggilnya dengan ramah.
"Jadi, sekarang kalian tinggal dimana? Dilihat dari penampilannya, sepertinya, kehidupan kalian semakin membaik ya." ujar mantan tetangga Nika memuji.
"Alhamdulillah, semua berkah dari Allah ..." balas Nika.
"Kamu tahu gak? Bu Rina, yang sebelumnya pernah memfitnahmu, beliau sudah tiada. Dan dengar-dengar beberapa tahun terakhir, beliau kena karmanya." lanjut Ibu lainnya. Berharap, agar Nika merasa di dukung. Dan juga nanti mendapatkan balasan berupa uang.
"Kebetulan kami juga nginap disana." balas Kanaya jengah.
"Kenapa nginap disana? Apa jangan-jangan kalian udah nikah? Dan ini anakmu dan Abrar? Jadi, selama ini, kalian kawin lari?" beruntun ibu lainnya tanpa sabar.
"Kami belum menikah, dan ini anak almarhumnya Safa. Kalian, jangan suka memfitnah sembarangan. Dan alasan aku tinggal disana, selain kami tidak punya tempat lagi, kami disana, hanya membantu-bantu orang yang berduka. Dan kebetulan hari ini, kami mengunjungi makam orang tua kami." jelas Nika.
"Maaf Nika, sebelumnya ... Kami ini sekarang kan, sedang kesusahan. Maklumlah, orang kampung. Jadi, bukan maksud aku untuk mengungkit, atau bagaimana kan. Dulu, saat orang tua kamu meninggal. Kami ikut nyumbang loh. Jadi, saat salah satu keluarga kami telah tiada, kamu tidak ikut membalasnya, karena kalian telah pergi. Jadi, paham lah, ya ... Apa maksudku." ujar Ibu yang mengharapkan balasan dari Nika.
"Berapa? Berapa orang yang telah meninggal, semenjak aku pergi? Dan berapa uang yang kalian sumbangkan? Biar aku bayarkan, dan kalian tidak mengungkitnya." ucap Nika.
"Saat, itu aku memberikan kamu dua puluh ribu. Jadi, karena udah beda beberapa tahun, semua harga sembako juga naik. Aku gak terima, jika balasannya sama seperti dulu." lanjut ibu itu.
"Baiklah, berhubung kalian disini lima orang. Aku berikan lima ratus ribu. Dan aku harap, kalian bisa mengikhlaskannya. Karena percuma saja bersedekah, jika kalian tidak ikhlas." ujar Kanaya.
"Maaf, Kanaya ... Tapi, saat itu aku tidak ikut menyumbang. Dan uang ini, tolong ambil kembali." ujar seorang wanita dengan anak di gendongannya.
"Ambillah, rezeki untuk anak Ibu." balas Nika, langsung menarik tangan Kanaya, yang hendak mengambil kembali uang itu.
Dan Kanaya, langsung menatap jengkel kearah kakaknya, yang dianggap terlalu baik.
Padahal, Nika tahu, jika perempuan yang mengaku tidak memberikannya uang, memang ekonomi mereka terbilang lebih rendah. Apalagi, dia yang mengharapkan pemasukan dari suaminya.
Tapi, yang Nika ingat, dia satu-satunya perempuan yang tidak pernah menghinanya saat di kampung dulu. Bahkan, diam-diam wanita itu pernah meletakkan, sepotong tempe di depan rumahnya. Saat tukang sayur, tidak mau dia belanja. Karen dianggap sebagai pencuri.
tapi ini beneran udah selesai, kak... ?
padahal baru beberapa bab, kak...
saking bucinnya, Nisa sampe nda bisa bedain yang benar dan yang salah