NovelToon NovelToon
Mencari Aku, Menemukan Kamu

Mencari Aku, Menemukan Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Slice of Life
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dylan_Write

"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami

"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo

"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan

.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Asami Yang Hilang

Asami melangkah masuk ke ruang kelas 3 dengan langkah berat. Ini adalah tahun terakhirnya di SMK, tahun yang seharusnya penuh tantangan dan persiapan untuk masa depan.

Guru-guru telah mengingatkan mereka sejak minggu lalu bahwa tahun ini akan lebih berat, penuh dengan tugas, ujian, dan persiapan untuk kelulusan. Tapi Asami sudah tidak peduli lagi.

Teman-temannya menyambut hari pertama di kelas 3 dengan semangat baru, tapi tidak untuk Asami. Ia duduk di bangkunya yang berada di pojok belakang, menaruh tasnya tanpa banyak bicara.

Dulu, Asami adalah orang pertama yang akan mengucapkan selamat pagi kepada semua orang, tapi sekarang ia memilih untuk membungkam dirinya dalam keheningan yang dingin.

Maya, yang duduk di depannya, menoleh dan tersenyum. "Pagi, Asami! Siap untuk tahun terakhir kita?"

Asami hanya mengangguk tanpa mengangkat kepala, tangannya sibuk membuka buku catatan yang kosong. Ia sudah tahu akan ada pertanyaan tentang ranking atau prestasi di setiap sudut, dan ia tidak punya energi lagi untuk menjawabnya.

Mata Maya sedikit redup melihat sikap Asami yang begitu dingin, tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Asami telah berubah, dan semua orang tahu itu.

Di depan kelas, wali kelas baru mereka mulai berbicara tentang pentingnya tahun terakhir ini, tentang bagaimana mereka harus serius dalam belajar, tentang pentingnya prestasi dan tanggung jawab. Tapi setiap kata yang diucapkan terasa seperti angin lalu di telinga Asami. Ia memandangi buku catatannya, tapi pikirannya melayang jauh.

Asami pun tahu bahwa tanggung jawabnya semakin besar. Sebagai anggota OSIS, ia seharusnya ikut terlibat dalam banyak kegiatan penting, mulai dari persiapan acara perpisahan hingga kegiatan lainnya.

Tugas-tugas dari sekolah juga semakin menumpuk. Namun, sejak beberapa bulan terakhir, rasa pedulinya terhadap semua itu semakin memudar.

Ia tidak lagi peduli pada ranking, tidak lagi takut akan nilai-nilai yang mungkin tidak sesuai harapan. Setiap kali ia mendapatkan hasil ulangan yang kurang baik, suara-suara tuntutan orang tuanya kembali terngiang dalam kepalanya. Mereka selalu menuntut lebih, lebih, dan lebih, seolah semua usahanya tidak pernah cukup.

"Asami, hari ini ada rapat. Ayo ke Ruos." Ajak Mateo saat istirahat tiba.

Asami menggeleng tanpa melihat ke arah Mateo, tidak seperti biasanya. "lewat dulu," jawabnya singkat.

"Tapi kan kita harus siapin acara—"

"Kamu aja yang urus," potong Asami cepat, suaranya datar tanpa emosi. "Saya nggak ikut."

Mateo terdiam, terkejut dengan respons yang begitu dingin. Asami yang dulu selalu bersemangat mengurus kegiatan OSIS kini tampak seperti orang yang berbeda, seperti tidak lagi memiliki minat pada apa pun. Meski yang mengajaknya adalah orang yang amat ia sukai.

...ΩΩΩΩ...

Setiap hari, Asami melewati rutinitas sekolah dengan wajah yang sama — kosong, tanpa ekspresi. Ia melakukan segala hal seperti otomatis, tanpa perasaan atau semangat.

Satu-satunya hal yang memberinya sedikit rasa lega adalah dunia imajinasinya. Dunia yang hanya ia kenal, tempat ia bisa melarikan diri dari kenyataan yang begitu pahit dan tak ramah.

Di dunia fantasinya, Asami adalah seorang ksatria perempuan dengan rambut panjang yang terurai, mengenakan baju zirah berkilauan, siap melawan naga dan menyelamatkan kerajaan dari kegelapan.

Di dunia itu, tidak ada orang tua yang menuntut kesempurnaan. Tidak ada nilai-nilai ujian yang menentukan hidupnya. Hanya ada petualangan, kebebasan, dan teman-teman yang setia.

Guru mulai menjelaskan materi, tapi Asami tidak benar-benar mendengarkan. Ia menunduk, menatap buku catatannya yang kosong, lalu mulai menggambar.

Garis-garis tipis berubah menjadi sketsa, ia menggambar karakter 2D yang ia ciptakan dalam imajinasinya — karakter yang selalu tampak ceria, selalu penuh energi. Karakter yang bisa tertawa dan menangis dengan bebas, sesuatu yang Asami sendiri sudah lama tak bisa lakukan.

"Asami?" suara guru mengagetkannya. "Kamu sudah selesai mencatat?"

Asami tersentak, buru-buru menutup bukunya. "Belum, Bu. Maaf...."

Gurunya hanya menggelengkan kepala dan melanjutkan pelajaran, sementara Asami kembali ke dunianya sendiri.

Dunia di mana karakter 2D itu hidup, berbicara dengannya, dan memberinya penghiburan yang tidak pernah bisa dia temukan di dunia nyata. Mereka selalu menyemangatinya, mengatakan betapa berharga dirinya, dan bahwa dia tidak harus menjadi sempurna untuk dicintai.

Dalam dunia itu, Asami tidak harus mematuhi ekspektasi siapa pun.

...ΩΩΩΩ...

Ketika bel istirahat berbunyi, Asami keluar dari kelas tanpa menyapa siapapun. Biasanya ia duduk sendirian di pojok kantin, tapi hari ini ia memilih taman belakang sekolah yang sepi.

Di sana, ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi chat, berharap menemukan pesan dari Mateo.

Mateo adalah satu-satunya yang bisa membuatnya merasa sedikit lebih baik. Dengan caranya yang sederhana, senyumannya yang tulus, dan lelucon konyolnya, Mateo sering kali menjadi pelarian kecil dari segala kekacauan di kepalanya.

Namun, belakangan ini, bahkan Mateo tak bisa selalu hadir. Ada hari-hari di mana Asami hanya bisa berharap, menunggu pesan darinya yang mungkin tak akan pernah datang.

Tak ada pesan. Hanya layar kosong yang menatapnya kembali. Asami mendesah, lalu memutuskan untuk menggambar lagi. Kali ini ia menggambar seorang ksatria gagah yang menunggangi naga, karakter favorit dari anime yang sering ia tonton. Ia tahu ini mungkin terlihat kekanak-kanakan, tapi menggambar mereka memberinya rasa nyaman, seperti kembali ke masa kecil di mana ia tidak perlu khawatir tentang ekspektasi siapa pun.

“Sadar diri, Asami. Memangnya kamu siapanya Mateo sampai berharap bisa mendapat pesan darinya?,” ujarnya murung.

Ia menutup matanya, membiarkan imajinasinya melayang ke dunia karakter 2D yang ia ciptakan. Dunia di mana ia bisa menjadi siapa saja yang dia mau, dunia di mana tidak ada yang menghakimi, dan semua orang menyayanginya apa adanya.

...ΩΩΩΩ...

Setelah sekolah berakhir, Asami berjalan pulang sendirian. Jalanan yang biasanya ramai dengan obrolan para siswa kini terasa sunyi.

Ia melewati Mateo yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Melihatnya tersenyum membuat Asami merasa sedikit lebih baik, tetapi ada rasa pahit yang menyeruak di dadanya.

Ia tahu Mateo tidak selalu bisa ada di sana untuknya, dan ia tidak bisa terus bergantung padanya untuk merasa lebih baik.

“Asami!” Mateo melambai padanya. “Mau pulang bareng?”

Asami tersenyum kecil, tapi itu adalah senyum yang terasa jauh. “Nggak, terima kasih. Aku ada urusan,” jawabnya dingin, meskipun dalam hatinya ia ingin sekali berkata sebaliknya.

Mateo terlihat sedikit kecewa, tapi dia mengangguk. “Oh, oke....”

Asami berbalik dan melanjutkan langkahnya tanpa menoleh lagi. Tanpa sepengetahuannya, Zayyan diam-diam berjalan di belakang Asami, mencoba menyusul langkahnya yang semakin menjauh.

"Asa!" Panggil Zayyan. Asami menghentikan langkah dengan terkejut, ia menatap Zayyan dengan datar.

"Apa?"

Zayyan mengerucutkan bibir, "kok nggak kaget sih?"

Asami tidak menjawab. Ia tetap memandang Zayyan dengan tatapan kosong dan datar. Ada rasa sakit di hati Zayyan saat sadar mata yang biasanya bercahaya itu sekarang nampak seperti mata ikan mati.

"Mau apa?" Tanya Asami lagi. Zayyan menggaruk pipinya yang tidak gatal, "mau pulang bareng? Aku bawa motor, biar kamu pulangnya lebih cepet." ajaknya.

Asami berbalik, kembali melanjutkan langkahnya tanpa menatap Zayyan sama sekali, "nggak perlu."

Zayyan menyusul, "kenapa? Pulang bareng aku ya?" Ajaknya sedikit memaksa.

"Aku nggak mau."

"Yaudah aku nggak mau pulang kalo nggak bareng kamu!" Ujar Zayyan, merajuk seperti anak kecil.

Asami yang sebenarnya malas, terpaksa terlibat. Ia tidak ingin Zayyan malah nambah menyusahkannya. "Yaudah iya, aku ikut."

"Yess!" Zayyan melompat girang, ia lalu meraih sebelah tangan Asami, menggandengnya menuju parkiran.

"Aku pastiin kamu pulang dengan selamat." Ucap Zayyan percaya diri.

Ada sedikit kehangatan di dalam hati Asami, membuatnya tersenyum kecil melihat sikap Zayyan yang begitu peduli padanya disaat ia berusaha untuk tidak memedulikan apapun.

...ΩΩΩΩ...

Sesampainya di rumah, Asami langsung masuk ke kamarnya. Ia melemparkan tas sekolah ke sudut dan menutup pintu rapat-rapat. Asami duduk di atas tempat tidur, memeluk bantal dan menatap dinding yang dihiasi poster-poster karakter anime favoritnya. Mereka adalah pelariannya, satu-satunya cara untuk melarikan diri dari dunia nyata yang terasa begitu kejam dan tidak adil.

“Kenapa aku nggak bisa seperti mereka?” gumam Asami pada dirinya sendiri.

“Kenapa aku nggak bisa bebas, ceria, dan kuat seperti mereka?”

Di dunia nyata, Asami merasa terperangkap oleh ekspektasi yang tidak bisa ia penuhi, dan ia semakin kehilangan dirinya sendiri. Tapi di dunia imajinasi, Asami bisa menjadi siapa saja.

Dia bisa menjadi ksatria pemberani yang melawan monster, atau penyihir kuat yang bisa mengendalikan takdirnya. Ia bisa menjadi apa saja kecuali dirinya sendiri.

Hari semakin larut, tapi Asami tidak punya keinginan untuk tidur. Ia menyalakan lampu mejanya dan mulai menggambar lagi.

Kali ini, ia menggambar dirinya sendiri, tetapi bukan sebagai Asami yang pendiam dan dingin, melainkan sebagai pahlawan dalam cerita yang ia ciptakan. Seorang gadis yang bebas, yang tidak takut untuk menjadi dirinya sendiri. Seorang gadis yang bisa melawan dunia tanpa merasa takut atau lelah.

“Asami di dunia nyata mungkin sudah hilang,” gumamnya sambil menggoreskan pensil di atas kertas.

“Tapi aku akan selalu punya dunia ini, dunia di mana aku bisa menjadi siapa saja.”

Ia tersenyum tipis, senyuman penuh kesedihan yang tidak pernah ia perlihatkan pada siapapun.

...******...

1
ussy kusumawati
semangat💪🏻💪🏻
Anna🌻
kak aku mampir, semangat terus ya💖
Dylan_Write: Halo Anna, terima kasih sudah mampir~
Semangat juga dalam beraktivitas^^
total 1 replies
Aurora79
😂😂😂😂😂😂
Aurora79
Foolback ya kak! 😁
Aurora79
Mampir aku kak KenKen... Sepertinya menarik...😊🍻
Ind
semangat kak,saya malah lagi ongoing bab 6 🥹🥹
masih jauh...saling support yaa
Dylan_Write
Halo~
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
Anonymous
NEXXTTTTT
Gresiaa_.
semangat thorr...
Arisena
Coba-coba baca novel romansa, kyknya oke juga
smgt thor💪
Dylan_Write: Terima kasih banyakkkk
total 1 replies
Salsabila
mampir juga ya ke cerita ku💕
Salsabila
cerita nya seru
Una loca(。・`ω´・)
Memikirkan ulang
Dylan_Write: Terima kasih sudah mampir dan membaca. Dukunganmu sangat berharga(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!