NovelToon NovelToon
Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nabilla Apriditha

— END 30 BAB —

Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.

Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.

Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23: Duel Anggar

.......

.......

.......

...——————————...

Di ruang rapat yang megah, Endalast duduk di kursinya, dikelilingi oleh para penasihat dan pemimpin militer. Wajahnya tampak lebih segar dan sehat setelah beberapa minggu beristirahat. Suasana rapat penuh semangat, membicarakan berbagai rencana dan proyek yang akan datang.

"Tuanku, saya baru saja menerima undangan dari Pangeran Jatra," kata Endalast, sambil membuka surat undangan yang baru saja diterimanya. "Dia mengundang saya untuk berkunjung ke Verqeon dan melihat perkembangan prajurit mereka setelah pelatihan yang kita berikan."

Sir Arlon, yang duduk di sebelah kanan Endalast, mengangguk dengan serius. "Itu adalah kabar baik, Tuanku. Namun, saya harus mengingatkan bahwa Anda baru saja pulih dari kelelahan. Saya khawatir perjalanan ini bisa mengganggu pemulihan Anda."

Endalast tersenyum tipis, mengapresiasi kekhawatiran para penasihatnya. "Saya mengerti kekhawatiran kalian, Sir Arlon. Namun, hubungan diplomatik dengan Verqeon sangat penting. Selain itu, Pangeran Jatra telah menjadi teman baik saya. Saya tidak ingin mengecewakan undangannya."

Sir Cedric menambahkan, "Tuanku, mungkin kita bisa menunda kunjungan ini beberapa minggu lagi. Ini akan memberi Anda waktu lebih untuk benar-benar pulih."

Endalast menggelengkan kepala dengan lembut. "Saya menghargai saran kalian, tetapi saya merasa cukup kuat untuk melakukan perjalanan ini. Kita telah membangun hubungan baik dengan Verqeon, dan saya ingin memastikan hubungan ini tetap kuat."

Jenderal Eron, yang biasanya tegas dan tidak mudah terpengaruh, juga menunjukkan kekhawatirannya. "Tuanku, kesehatan Anda adalah prioritas utama. Kami tidak ingin melihat Anda sakit lagi."

Endalast tersenyum dan mengangkat tangan untuk menenangkan mereka. "Saya berjanji untuk menjaga kesehatan saya selama perjalanan. Kita akan memastikan semua persiapan dilakukan dengan baik, sehingga saya tidak terlalu lelah."

Para penasihat saling bertukar pandang, masih ada kekhawatiran di wajah mereka, tetapi mereka tidak bisa menolak keputusan raja mereka. Akhirnya, Sir Arlon mengangguk setuju. "Baiklah, Tuanku. Kami akan memastikan semua persiapan untuk perjalanan ini dilakukan dengan teliti. Dan Anda harus beristirahat selama perjalanan."

Endalast mengangguk. "Terima kasih, Sir Arlon. Saya akan mengikuti saran kalian."

Selama beberapa hari berikutnya, persiapan untuk perjalanan ke Verqeon dilakukan dengan cermat. Endalast memastikan bahwa semua tugas kerajaan yang penting telah ditangani, dan memberikan instruksi kepada para penasihatnya untuk menjaga stabilitas selama dia pergi. 

Dia juga meminta Sir Alven dan Sir Cedric untuk memastikan bahwa semua urusan di Ganfera tetap berjalan dengan baik.

Pada hari keberangkatan, seluruh istana berkumpul untuk mengantar Endalast. Para prajurit Verqeon yang berlatih di Ganfera juga berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir kepada raja mereka sebelum berangkat. 

Pangeran Jatra telah mengirimkan pesan bahwa dia sangat menantikan kunjungan Endalast dan telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Saat Endalast bersiap untuk naik ke kereta kuda yang akan membawanya ke Verqeon, Sir Arlon menghampirinya. "Tuanku, tolong jaga kesehatan Anda. Kami semua sangat mengkhawatirkan Anda."

Endalast tersenyum dan menepuk bahu Sir Arlon. "Jangan khawatir, Sir Arlon. Saya akan baik-baik saja. Dan terima kasih atas semua perhatian dan dukungan kalian."

Perjalanan ke Verqeon memakan waktu beberapa hari. Selama perjalanan, Endalast memastikan untuk beristirahat dengan baik, sesuai dengan saran para penasihatnya. 

Dia menikmati pemandangan indah sepanjang jalan, merasa bersyukur atas kedamaian dan ketenangan yang telah berhasil dia ciptakan di kerajaannya.

Setibanya di Verqeon, Endalast disambut dengan hangat oleh Pangeran Jatra dan para pejabat kerajaan. Mereka mengadakan upacara penyambutan yang megah, menunjukkan betapa pentingnya kunjungan ini bagi hubungan kedua kerajaan.

Pangeran Jatra menyambut Endalast dengan pelukan hangat. "Endalast, selamat datang di Verqeon! Saya sangat senang melihatmu kembali. Bagaimana perjalananmu?"

Endalast tersenyum. "Perjalanan berjalan lancar, Jatra. Terima kasih atas sambutan hangat ini. Saya sangat menantikan untuk melihat perkembangan yang telah dicapai oleh prajurit Verqeon."

Jatra mengangguk. "Kami telah mempersiapkan banyak hal untuk kunjunganmu. Mari, kita akan melihat latihan prajurit kita, dan kemudian kita akan berbicara lebih lanjut tentang rencana kerjasama ke depan."

Endalast mengikuti Jatra ke area latihan, di mana prajurit Verqeon sedang berlatih dengan penuh semangat. Dia terkesan melihat kemajuan yang telah dicapai oleh para prajurit, berkat pelatihan yang diberikan oleh Jenderal Eron dan timnya.

Selama beberapa hari berikutnya, Endalast dan Jatra menghabiskan waktu bersama, membahas berbagai hal mulai dari strategi militer hingga pengobatan herbal. Mereka juga memperkuat persahabatan mereka, berbagi cerita dan pengalaman dari masing-masing kerajaan.

Pangeran Jatra sedang berada di lapangan latihan, mengenakan baju pelindung anggar dan masker wajah. Dia sedang menunjukkan beberapa teknik dasar kepada para prajuritnya, gerakan-gerakan anggar yang cepat dan tepat mengalir dari tangannya. Para prajurit memperhatikan dengan seksama, berusaha menyerap setiap gerakan yang diajarkan.

Dari kejauhan, Endalast memperhatikan dengan penuh minat. Setelah beberapa saat, dia berjalan mendekat, menyapa Jatra dengan senyum. “Pangeran Jatra, aku lihat kau tengah sibuk mengajar hari ini. Boleh aku bergabung?”

Jatra menoleh dan tersenyum lebar saat melihat Endalast. "Tentu, Endalast! Aku sangat senang jika kau mau bergabung. Kami sedang mempelajari beberapa teknik dasar anggar. Mungkin kau bisa berbagi ilmu berpedangmu juga?"

Endalast mengangguk. “Tentu, akan sangat menyenangkan. Aku sudah lama tidak bertarung anggar. Mungkin bisa sedikit mengingatkan kembali.”

Jatra tertawa kecil. "Baiklah, kita mulai dengan dasar-dasar. Para prajurit, perhatikan baik-baik. Endalast, kau bisa menunjukkan beberapa gerakanmu?"

Endalast mengambil pedang anggar dan mulai menunjukkan beberapa teknik dasar. Gerakan-gerakannya halus, namun kuat, menunjukkan keahlian dan pengalaman yang mendalam. Para prajurit tampak terkesan dan mulai mencoba meniru gerakan-gerakannya.

Jatra menatap Endalast dengan mata berbinar. “Kau sangat mahir, Endalast. Aku penasaran, bagaimana jika kita berduel sebentar? Hanya untuk melihat seberapa jauh kemampuanmu.”

Endalast tersenyum dan mengangguk. "Tentu, Jatra. Akan sangat menyenangkan."

Keduanya mengambil posisi, dengan Jatra yang siap menyerang dan Endalast yang bersiap untuk bertahan. Para prajurit berkumpul di sekitar mereka, menyaksikan dengan antusias.

Duel dimulai dengan Jatra melancarkan serangan cepat, namun Endalast mampu menangkisnya dengan mudah. Gerakan mereka begitu cepat dan presisi, menciptakan suara dentingan pedang yang menggema di lapangan latihan.

Jatra terus melancarkan serangan, namun Endalast selalu mampu menangkis dan menghindar dengan gerakan yang lincah dan efisien. Setelah beberapa menit, Endalast mulai mengambil inisiatif, melancarkan serangan balasan yang membuat Jatra terdesak. 

Para prajurit yang menyaksikan mulai menyadari bahwa keahlian Endalast dalam berpedang jauh melampaui apa yang mereka bayangkan. Gerakannya tidak hanya cepat dan kuat, tetapi juga penuh strategi dan kecerdasan.

Dalam beberapa waktu, Endalast berhasil mengunci pergerakan Jatra dan membuatnya terdesak. Serangkaian serangan cepat dan tepat membuat Jatra kewalahan. Di akhir pertandingan, Endalast berhasil mengurung Jatra di antara dadanya dengan pedang tajam di lehernya.

Jatra tercengang dan kagum. Dia menatap Endalast dengan mata yang berbinar, seperti seorang penggemar yang baru saja melihat idolanya melakukan sesuatu yang luar biasa. "Luar biasa, Endalast! Kau benar-benar hebat. Aku tidak menyangka kau begitu ahli dalam berpedang."

Endalast tersenyum, menurunkan pedangnya dan memberi Jatra kesempatan untuk berdiri. "Terima kasih, Jatra. Aku hanya berusaha melakukan yang terbaik. Kau juga hebat, hanya saja aku lebih beruntung kali ini."

Para prajurit yang menyaksikan duel tersebut tampak lebih tercengang lagi. Pangeran mereka, yang dikenal sebagai musuh terbesar dalam bermain anggar, dikalahkan Endalast dengan begitu mudah. Mereka menyadari bahwa keahlian Endalast ini sudah bukan ranah mereka lagi, tetapi sesuatu yang jauh di atas level mereka.

Jatra, yang kini lebih mirip penggemar daripada teman, menepuk bahu Endalast dengan bangga. "Aku sangat bangga dan terhormat bisa belajar darimu, Endalast. Para prajurit kita akan sangat diuntungkan jika kau mau berbagi lebih banyak ilmu dengan mereka."

Endalast mengangguk. "Tentu, Jatra. Aku akan sangat senang bisa membantu dan berbagi ilmu dengan mereka. Kita semua di sini untuk belajar dan menjadi lebih baik, bukan?"

Jatra tersenyum lebar. "Benar sekali, Endalast. Mari kita lanjutkan latihan ini dan lihat seberapa jauh kita bisa berkembang bersama."

Endalast dan Jatra melanjutkan latihan, menunjukkan berbagai teknik dan strategi kepada para prajurit. Setiap gerakan dan penjelasan dari Endalast disambut dengan antusiasme dan rasa hormat yang besar.

Para prajurit mencoba meniru gerakan-gerakan tersebut, meskipun belum sehalus dan sehebat Endalast, mereka berusaha keras untuk belajar dan memahami setiap detail.

Salah satu prajurit, dengan mata yang bersinar penuh rasa ingin tahu, bertanya kepada Endalast, "Tuanku, bagaimana Anda bisa menguasai teknik berpedang seperti itu? Apakah Anda dilatih oleh guru khusus?"

Endalast tersenyum dan menjawab, "Sebenarnya, aku banyak belajar dari pengalaman dan dari banyak orang yang ahli dalam berpedang. Tidak ada guru khusus, tetapi aku selalu berusaha untuk belajar dari setiap kesempatan yang ada. Yang paling penting adalah latihan yang terus-menerus dan semangat untuk terus menjadi lebih baik."

Para prajurit mengangguk, merasa terinspirasi oleh kata-kata Endalast. Mereka berlatih lebih keras, mencoba meniru gerakan-gerakan yang diajarkan dengan lebih fokus dan tekun. 

Di tengah latihan, Jatra menghampiri Endalast dan berbisik, "Kau benar-benar menginspirasi mereka, Endalast. Aku bisa melihat semangat mereka meningkat drastis sejak kau datang."

Endalast tersenyum. "Itu tujuan kita semua, Jatra. Kita di sini untuk saling belajar dan menginspirasi. Dengan begitu, kita bisa menjadi lebih kuat dan lebih baik sebagai satu kesatuan."

Jatra mengangguk setuju. "Benar sekali. Aku sangat beruntung memiliki teman seperti dirimu, Endalast."

Latihan terus berlanjut dengan semangat yang tinggi. Endalast menunjukkan berbagai teknik berpedang yang lebih kompleks, mengajarkan cara membaca gerakan lawan, dan bagaimana mengatasi berbagai situasi dalam pertarungan. Para prajurit terus berlatih dengan antusias, merasa terinspirasi oleh kehadiran Endalast.

Setelah beberapa jam berlatih, Jatra memutuskan untuk memberi istirahat kepada para prajurit. Mereka berkumpul di bawah naungan pohon besar, menikmati minuman dan makanan ringan yang disediakan. Suasana santai dan penuh tawa, membicarakan pengalaman latihan dan belajar dari Endalast.

Salah satu prajurit, dengan penuh semangat, bertanya kepada Endalast, "Tuanku, apakah Anda pernah menghadapi situasi yang sangat sulit dalam pertempuran? Bagaimana Anda mengatasinya?"

Endalast mengangguk, mengingat berbagai pertempuran yang pernah dia hadapi. "Ya, tentu saja. Setiap pertempuran memiliki tantangan tersendiri. Yang paling penting adalah tetap tenang dan fokus. Selalu berpikir beberapa langkah ke depan dan jangan pernah panik. Jika kau bisa mengendalikan dirimu, kau bisa mengendalikan situasi."

Para prajurit mendengarkan dengan penuh perhatian, menyerap setiap kata yang diucapkan oleh Endalast. Mereka merasa mendapatkan pelajaran berharga yang tidak hanya tentang teknik berpedang, tetapi juga tentang sikap dan mentalitas dalam pertempuran.

Jatra, yang duduk di samping Endalast, tersenyum bangga. "Kau benar-benar seorang pemimpin, Endalast. Aku yakin para prajurit kita akan menjadi lebih kuat dan lebih baik dengan bimbinganmu."

Endalast tersenyum dan menepuk bahu Jatra. "Terima kasih, Jatra. Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan. Kita semua memiliki peran penting dalam membangun kekuatan dan kebersamaan ini."

Setelah istirahat, mereka kembali melanjutkan latihan dengan semangat yang sama. Endalast menunjukkan teknik bertarung dengan pedang dua tangan, yang membutuhkan kekuatan dan koordinasi yang lebih tinggi.

Para prajurit berusaha keras untuk mengikuti, meskipun banyak yang kesulitan, mereka tetap berusaha dengan gigih. Jatra, yang kini merasa lebih seperti murid daripada pangeran, ikut berlatih bersama para prajuritnya.

Dia memperhatikan setiap gerakan Endalast dan mencoba menirunya dengan seksama. Meskipun dia adalah ahli anggar, dia menyadari bahwa masih banyak yang bisa dipelajari dari Endalast.

Endalast, yang memperhatikan usaha keras Jatra, merasa bangga dengan semangat teman baiknya. "Kau hebat, Jatra. Teruslah berlatih dan jangan pernah berhenti belajar. Itulah kunci untuk menjadi lebih baik."

Jatra tersenyum lebar, merasa terinspirasi oleh kata-kata Endalast. "Terima kasih, Endalast. Aku akan terus berusaha. Dan aku harap kita bisa terus belajar bersama."

...——————————...

Latihan akhirnya usai, dan para prajurit kembali ke barak dengan semangat baru. Matahari mulai terbenam, meninggalkan langit dengan warna jingga yang indah. Endalast dan Jatra memutuskan untuk tetap di lapangan latihan, menikmati suasana tenang setelah hari yang penuh aktivitas.

Jatra melepaskan masker anggarnya dan berbaring di rumput, menggunakan kedua tangannya sebagai alas kepala. Dia menatap dedaunan di atasnya yang bergoyang lembut tertiup angin. Sesekali, matanya melirik ke arah Endalast yang masih berdiri, rambut merahnya tertiup angin dengan indah.

"Kau tahu, Endalast," Jatra mulai berbicara dengan suara lembut, "rambut merahmu selalu menarik perhatianku. Apakah itu diwariskan dari ayahmu?"

Endalast tersenyum tipis, berjalan mendekat dan duduk di sebelah Jatra. Dia mengangguk pelan, memandang ke langit yang semakin gelap. "Iya, rambut merah ini dari ayahku. Ibuku memiliki rambut hitam legam dan mata merah, sedangkan ayahku memiliki rambut merah dan mata biru. Aku adalah perpaduan dari keduanya."

Jatra menoleh, tertarik dengan cerita Endalast. "Kedua orang tuamu terdengar sangat menarik. Bagaimana mereka?"

Endalast menarik napas dalam-dalam, matanya menunjukkan kenangan yang jauh. "Ibuku, Ratu Elara, adalah wanita yang sangat kuat dan bijaksana. Dia selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya dan memiliki hati yang penuh kasih. Rambut hitam legam dan mata merahnya selalu memancarkan kekuatan dan keanggunan."

"Sedangkan ayahku, Raja Andorin, adalah pejuang yang gagah berani. Dia selalu berdiri di garis depan untuk melindungi kerajaannya. Rambut merahnya mencerminkan semangatnya yang berkobar, dan mata birunya selalu penuh dengan tekad dan keberanian."

Jatra mendengarkan dengan seksama, kagum dengan deskripsi tentang orang tua Endalast. "Kau pasti sangat bangga memiliki mereka sebagai orang tuamu."

Endalast tersenyum pahit. "Ya, aku sangat bangga. Mereka mengajarkanku banyak hal tentang kepemimpinan dan keberanian. Namun, aku juga merasakan beban tanggung jawab yang besar setelah kehilangan mereka."

Jatra duduk tegak, menatap Endalast dengan penuh empati. "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang begitu muda. Kau benar-benar kuat, Endalast."

Endalast mengangguk, merasakan dukungan dari Jatra. "Terima kasih, Jatra. Aku hanya berusaha menjalankan tanggung jawabku sebaik mungkin. Kadang-kadang, itu terasa berat, tapi aku selalu mengingat apa yang mereka ajarkan padaku."

Jatra tersenyum, merasa semakin dekat dengan Endalast. "Kau melakukan pekerjaan yang luar biasa, Endalast. Semua orang di sekitarmu bisa melihat itu."

Endalast tersenyum tipis, matanya sedikit berair. "Terima kasih, Jatra. Dukungan dari teman-teman seperti dirimu yang membuatku tetap kuat."

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati keheningan dan keindahan alam di sekitar mereka. Angin berhembus lembut, membawa aroma rumput dan bunga. Suara burung yang pulang ke sarang mereka mengisi udara dengan kedamaian.

Setelah beberapa saat, Jatra kembali berbicara. "Endalast, apakah kau pernah merasa kesepian dalam menjalankan semua tanggung jawab ini?"

Endalast menatap langit yang semakin gelap, merenungkan pertanyaan Jatra. "Sering kali, Jatra. Menjadi seorang raja berarti harus mengambil banyak keputusan sulit sendirian. Meskipun aku memiliki banyak penasihat dan teman, pada akhirnya, tanggung jawab itu ada di pundakku."

Jatra mengangguk, mengerti perasaan Endalast. "Aku juga merasakan hal yang sama, meskipun aku bukan raja. Menjadi seorang pangeran membawa tanggung jawab yang besar, dan kadang-kadang terasa sangat kesepian."

Endalast menoleh, menatap Jatra dengan penuh empati. "Aku mengerti perasaanmu, Jatra. Namun, kita harus ingat bahwa kita tidak benar-benar sendirian. Kita memiliki orang-orang di sekitar kita yang peduli dan siap membantu."

Jatra tersenyum, merasa terhibur oleh kata-kata Endalast. "Kau benar, Endalast. Kita memiliki satu sama lain dan banyak orang yang mendukung kita. Itu yang membuat semua ini lebih mudah dijalani."

Endalast mengangguk setuju. "Benar sekali. Dan kita harus terus menjaga hubungan dan persahabatan ini, agar kita bisa saling mendukung di saat-saat sulit."

Mereka berdua terdiam lagi, menikmati momen kebersamaan ini. Langit malam mulai dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang, menciptakan pemandangan yang memukau.

Jatra, yang masih berbaring di rumput, melihat ke arah Endalast dan bertanya dengan lembut, "Endalast, apakah kau pernah merindukan masa kecilmu? Masa-masa ketika semuanya lebih sederhana?"

Endalast tersenyum nostalgik. "Ya, sering kali. Aku merindukan masa-masa ketika aku bisa bermain bebas tanpa beban tanggung jawab. Ketika ayah dan ibu masih ada, dan aku bisa merasa aman di dekat mereka."

Jatra mengangguk. "Aku juga merindukan masa kecilku. Saat-saat ketika semuanya lebih sederhana dan tidak ada tekanan dari tanggung jawab. Tapi sekarang, kita harus menjalani peran kita dan berusaha menjadi yang terbaik."

Endalast tersenyum. "Benar, Jatra. Kita harus terus maju dan menjalankan tanggung jawab kita sebaik mungkin. Namun, itu tidak berarti kita harus melupakan kenangan indah dari masa lalu. Kenangan-kenangan itu bisa memberi kita kekuatan dan inspirasi."

Jatra tersenyum lebar, merasa terhibur oleh kata-kata Endalast. "Kau benar, Endalast. Terima kasih telah mengingatkanku."

Mereka berdua kembali menikmati keheningan, merasakan kedamaian yang jarang mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan tanggung jawab dan tekanan.

Setelah beberapa saat, Jatra bangkit dan duduk di samping Endalast. "Endalast, aku merasa sangat beruntung memiliki teman sepertimu. Kau selalu bisa memberi semangat dan inspirasi."

Endalast tersenyum, merasakan hangatnya persahabatan mereka. "Aku juga merasa sangat beruntung memiliki teman sepertimu, Jatra. Kita bisa saling mendukung dan belajar satu sama lain."

Jatra mengangguk setuju. "Ya, dan kita harus terus menjaga persahabatan ini. Dengan begitu, kita bisa menghadapi segala tantangan yang ada di depan kita."

Endalast mengangguk. "Benar sekali, Jatra. Bersama-sama, kita bisa mencapai banyak hal."

Mereka berdua tersenyum, merasakan ikatan persahabatan yang semakin kuat. Malam semakin larut, namun hati mereka terasa hangat dan penuh semangat.

Jatra melihat bintang-bintang di langit dan berkata dengan penuh harap, "Endalast, aku berharap kita bisa terus bersama-sama seperti ini, saling mendukung dan menginspirasi."

Endalast mengangguk, merasakan harapan yang sama. "Aku juga berharap begitu, Jatra. Dengan dukungan satu sama lain, kita bisa menghadapi apapun yang datang."

1
Carletta
keren
RenJana
lagi lagi
Lyon
next episode
Candramawa
up
NymEnjurA
lagi lagi
Ewanasa
up up
Alde.naro
next update
Sta v ros
keren bener
! Nykemoe
cakep up up
Kaelanero
bagus banget
AnGeorge
cakep
Nykelius
bagus top
Milesandre``
lagi thor
Thea Swesia
up kakak
Zho Wenxio
kece up
Shane Argantara
bagus
☕️ . . Maureen
bagus banget ceritanya
Kiara Serena
bagus pol
Veverly
cakep
Nezzy Meisya
waw keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!