[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 | Reega
Dear, diary ...
Percaya atau tidak, ternyata selama ini yang mengirimiku surat adalah Sarah. Orang yang bahkan belum lama kukenal. Kenapa dia melakukan itu padaku? Dia bahkan berani mencelakai Hansel.
Hansel telah menyelamatkanku dari Sarah. Tapi aku sempat berpikir andaikan yang berjaga di sekolah adalah aku, Hansel tidak perlu sampai celaka.
Aku tidak tau apa yang diinginkan Sarah dariku. Apakah dia ingin membalaskan dendam Kian Hanami? Masih banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Aku tidak bisa menyebutkannya satu-satu.
^^^-Adila Zeeya Vierhalt-^^^
...****************...
Tok, tok, tok!
“Masuk!” aku malas membukakannya pintu.
“Hey, Honey ... What are you doing?”
Aku menutup buku harian yang kutulis ketika masuk ke dalam kamarku dan memperbaiki posisi dudukku yang semula rebahan di kasur. Aku tidak ingin papa tau kalau aku mulai menulis buku harian.
“Aku ... habis belajar ...”
Papa duduk di sebelahku. Aku melihat papa membawakanku vitamin akhir-akhir ini. Biasanya papa jarang memedulikan kesehatanku.
“Papa sudah memutuskan untuk memindahkan kamu ke luar negeri. Tapi waktunya bukan sekarang.” Papa memberiku vitamin beserta gelas berisi air.
Aku meneguk vitamin itu. “Kenapa? Apa karena kejadian yang tadi? Aku bisa menjelaskannya ...”
“Lupakan kejadian tadi,” papa menaikkan nada bicaranya lalu menghela nafas agar tidak terbawa emosi, “kamu pernah mengalami hal yang lebih buruk dari itu.”
“Maksud Papa?”
Kuingat lagi, tadi papa sempat syok saat melihatku penuh darah. Tapi pada akhirnya papa seakan menutup mata terhadap hal itu.
Papa mengubah topik, “Papa sudah merencanakan untuk kita berdua pindah ke luar negeri dari lama. Tinggal tunggu waktu yang tepat. Bagaimana jika di Jepang?”
“Ta-tapi ... aku sudah nyaman berada di sini.”
“Papa tau. Situasinya sekarang sudah tidak aman.”
“Sampai waktu itu tiba, tolong izinkan aku untuk tetap bersekolah.” Aku berharap.
“Baiklah ... hanya sampai kompetisi matematika itu selesai. Deal?”
“Ok. Deal!” aku merasa lega.
“Beristirahatlah sekarang.” Papa mengambil gelas kosong yang kupegang dan berjalan keluar kamarku.
Aku berbaring di tempat tidur. “Pa ...”
“Ada apa?” papa yang hendak keluar menutup pintu kamarku, berhenti seketika.
“Apa Reega sudah pulang?”
“Masih belum ... dokter bilang penyakitnya sedang berada pada tahap kronis.
“Baiklah kalau begitu. Good night, Pa!”
“Good night!”
.........
Di sisi lain
Kairo kembali keluar negeri di mana dia sekarang tinggal. Baru saja sampai di apartemennya dari bandara. Kairo tidak menghabiskan banyak waktu bersama Zeeya. Dia kembali pulang setelah memastikan keadaan Zeeya baik-baik saja.
“Kau sudah kembali rupanya.” Kairo dikagetkan oleh sosok dari belakang yang menahannya memasuki pintu.
Kairo berbalik badan, “aku sudah menuruti apa yang kau minta.”
Seakan tau siapa yang menemuinya, Kairo sudah tidak merasa takut lagi padanya.
“Aku tau. Kau datang menemui teman sekelasmu yang memfitnah Zeeya. Kau hanya mampu berbicara padanya? Cara itu tidak ada hasilnya.”
Kairo menghela nafas, “aku sudah menuruti apa saja yang kamu mau. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?”
“Aku hanya ingin saudari kembarku hidup dengan aman,” Reega tersenyum, “sudah kubilang, caramu itu tidak ada hasilnya. Harusnya kau membuat Sarah tidak bisa menghirup udara lagi, seperti yang kuharapkan.”
Kairo tersentak kaget, “kamu ingin aku akan membunuhnya?! Kau sudah gila!”
“Aku bukan gila,” Reega memegang salah satu pundak Kairo, tatapannya mengintimidasi, “kau tau aku sanggup melakukan apa saja demi Zeeya, kan?”
Kairo menelan ludahnya.
Reega melanjutkan, “tapi kalau aku melakukan hal ekstrim itu, citra keluargaku bisa hancur. Berbeda denganku, citra keluargamu memang sudah buruk dari dulu.”
“Jangan libatkan aku terlalu jauh, Ree ... biarkan aku hidup tanpa teror darimu. Tolong kembalilah ke tempatmu berada. Aku akan tetap diam di sini.” Kairo menepis tangan Reega.
“Sangat tidak adil ya? Kau bisa hidup dengan tenang di sini, sementara saudari kembarku sedang tersiksa di sana,” Reega tertawa geli, “padahal papa kami berdua telah memberimu kehidupan yang layak.”
“Aku tau. Aku sangat berterima kasih pada papamu. Tapi bukan berarti aku akan menjadi kriminal untuk menebus kebaikan kalian.” Kairo masuk ke dalam apartemennya, membiarkan Reega tetap di luar lalu membanting pintu kuat-kuat.
.........
Keesokan harinya
Aku mempersiapkan tasku untuk pergi ke sekolah. Buku-buku pelajaran dari atas meja belajar kumasukkan ke dalam tas. Seketika tanganku berhenti saat melihat album foto yang kuambil dari kamar Reega.
“Album ini ... apa ini bisa membantu?” aku berpikir untuk menemukan petunjuk lainnya seperti album ini di kamar Reega.
Aku meninggalkan pekerjaanku lalu bergegas menuju kamar di samping kamarku, yaitu kamar Reega. Udara terasa sesak saat memasukinya. Debu beterbangan di mana-mana. Tidak ada cahaya masuk, kecuali dari pintu yang baru saja kubuka.
Tumpukan kardus yang berada di samping pintu mencuri perhatianku. Ada banyak kardus yang ditumpuk rapi menjadi dua tumpukan, seperti yang kulihat sebelumnya. Terbesit dalam benakku untuk membongkar isinya.
“Uhuk, uhuk! ... debunya banyak sekali!” aku membuka salah satu kardus.
Banyak sekali barang yang tersimpan di sana. Mulai dari pakaian anak kecil hingga sepatu ukuran anak-anak. Aku tidak tau berapa lama benda-benda itu tersimpan di sana. Rasanya sudah lama karena banyak benda yang terlihat mulai menguning.
Aku membuka kardus kedua.Aku harap menemukan sesuatu yang berguna di sini.
Krek ...
Pintu terbuka membuatku sedikit kaget.
“Ree ... Reega?” tunggu dulu, bukankah Reega sedang berobat di luar kota? Atau aku yang salah lihat?
“Zeeya, sedang apa di sini?” tanyanya, “Kenapa membongkar barang-barangku?”
Reega berjalan masuk lalu langsung duduk di meja belajarnya yang bersebelahan dengan kasur.
“A-aku cuma bantu membereskannya,” aku mengembalikan barang yang kubongkar itu ke dalam kardus, “Ree, kapan kamu kembali?”
“Tadi malam.” Reega mengambil sebuah buku gambar lalu mulai mencoret-coret di atasnya.
“Oh ...”
“Apa kamu tidak pergi ke sekolah?” dia bertanya tanpa menoleh padaku.
“Sebentar lagi.”
“Pergilah sekarang ... rekormu sebagai murid yang paling pertama datang tidak boleh sampai direbut.”
Dia berbalik menatapku. “Saat di sekolah nanti, jangan temui siapa-siapa. Tetaplah di kelas sampai waktu pulang. Atau diamlah di sekolah untuk hari ini.”
“Kenapa?” aku merasa takut dengan tatapannya.
Reega tidak menjawab. Dia kembali melanjutkan gambarnya. Aku tidak mengerti maksud ucapannya. Ya sudah lah ... aku memutuskan untuk berangkat sekarang diantar sopir pribadiku.
.........
“Zeeya!!!” Hana memelukku seketika saat aku baru sampai di kelas.
“Hana?” Aku berusaha melonggarkan pelukannya. “Kamu sudah sampai?”
Benar kata Reega. Rekor murid yang paling pertama datang sudah terpecahkan oleh Hana.
“Gua ... gua mimpi buruk semalam ...”
“Tenanglah, Na ...”
“Zee ... gua takut Hansel ninggalin kita semua ...”
Aku melihat Hana meneteskan air mata. “Hansel pasti baik-baik saja. Dia anak yang kuat.”
Aku berusaha menenangkan Hana sebisanya.
“Zeeya, Hana, tolong jangan menghalangi pintu!” Nisa baru datang.
“Oh, maaf, Nis.” Aku membawa Hana duduk di bangkunya.
“Ah ... aku tidak bisa tidur semalam. Bisa-bisanya ada seorang psikopat masuk ke sekolah kita lalu menikam salah satu murid di sini.” Nisa membanting tasnya ke atas meja.
Aku sudah menceritakan semua hal yang terjadi kemarin kepada Nisa. Ketua kelas kami itu juga tak biasanya datang sepagi ini. Rasa bersalahku makin bertambah ketika mengetahui bahwa hanya aku yang bisa tidur nyenyak malam tadi.
Kring ...!
Bel sekolah berdering. Murid satu per satu sudah tiba. Seisi kelas sekarang sedang ribut karena berita tentang ada kejadian mengerikan kemarin tersebar secepat kilat. Entah siapa yang menyebarkannya.
Anehnya, tidak ada tindakan yang melibatkan kepolisian. Apa karena Hansel anak salah satu perwira polisi? Oleh karena itu sekolah berusaha menutupinya,
“Nisa.” Aku memanggil Nisa yang sedang mengerjakan tugas.
Pagi ini tidak ada guru yang mengajar. Mereka semua sedang mengadakan rapat. Biar kutebak, rapat itu tentang Hansel saat kejadian semalam.
“Ha?”
“Apa tidak ada polisi yang datang semalam?”
“Aku tidak tau ...”
“Zeeya! Kamu di panggil ke ruang guru.” Seorang murid memanggilku dari luar kelas.
Aku menghampirinya. “Ha? kenapa ...”
.........
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/