PRIA

PRIA

1

Sarah jadi masih merasa cukup syok ketika dia mengetahui Rama sangat membenci Dewa.

Namun sarah juga merasa berdosa jika dia harus menyembunyikan kenyataan kalau Rama adalah anak kandung Dewa.

Di sisi lain, Sarah juga takut kalau Dewa akan merebut Rama dari tangannya.

'Harus bagaimana aku menghadapi semua ini? Haruskah aku memberitahu kepada Rama kalau dia adalah anak kandung Mas Dewa? gumam Sarah.

Ketika mereka kembali berjalan menuju ruang rawat Raka. Rama kembali bertanya kepada sang ibu.

“Berarti Mama pernah menikah dengan om galak tadi ya?" tanya Rama. Sarah pun terperanjat mendengarnya dia tak sangka pertanyaan itu akan keluar dari mulut putranya.

“Kalau Papaku sudah meninggal, berarti Mama pernah menikah dua kali, sebelum dengan Papa Raka. Iya kan?” sambung Rama.

Sarah sebenarnya merasa bersalah kepada Rama karena sudah mendustainya. Namun Sarah hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun dari mulutnya.

Dia tidak ingin membahas tentang Dewa di hadapan Rama, sebab Sarah takut kalau Rama tahu Dewa adalah ayah kandungnya, walaupun hati kecilnya tidak membenarkan hal tersebut.

“Maafkan Mama, Sayang. Mama tidak banyak bicara soal ini. Di sisi lain Mama berdosa karena sudah merahasiakan siapa ayah kandungmu, ucap batin Sarah.

“Tetapi Mama juga takut kalau berpisah dengan Rama, bisik hati Sarah.

“Beruntung Mama sudah berpisah dari om galak itu, kalau tidak mungkin Mama akan sering dipukulinya,” tebak Rama. Sarah hanya terdiam sambil mengelus rambut putranya.

“Jangan memikirkan hal itu, Sayang! Ayo kita temani Papa lagi, mungkin Papa sudah terbangun,” ujar Sarah.

Lalu saat mereka tiba di kamar rawat inap Raka, Raka masih tertidur. Namun keduanya tidak merasa cemas lagi.

Karena mereka tahu jika Raka sedang terlelap, lalu sambil menantikan Raka terbangun. Sarah mengajak Rama bermain dan bersenda gurau lagi.

Dia berusaha menghindari pertanyaan Rama tentang Dewa dan mengalihkan pembicaraan bocah itu untuk tidak lagi membahas tentang ayah kandungnya.

Pada sore harinya, Raka kemudian terbangun. Ketika Raka membuka matanya, dia merasa sangat senang melihat ada istri dan anaknya yang mendampinginya saat ini.

Entah mengapa Raka merasa sangat bahagia karena dia memiliki keluarga yang lengka, walaupun memang tidak sempurna.

“Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga Raka,” kata Sarah. Raka kemudian tersenyum. Kini wajah Raka tidak lagi pucart, bahkan semakin cerah menyiratkan kebahagiaan di hatinya.

Tak lama kemudian ada seorang dokter didampingi dua orang perawat dokter tersebut kemudian memeriksa luka jahitan yang ada di bagian perut Raka.

Lalu perawat itu mengganti perban untuk menutup luka jahitan itu.

“Bagaimana dengan kondisi Suami saya, Dokter?" tanya Sarah.

Dalam hati Raka, dia merasa senang karena Sarah sudah menganggapnya sebagai suami.

'Alhamdulillah, Sarah sudah menerimaku sebagai suaminya. Aku sangat merasa bahagia mendengarnya, tutur Raka dalam hatinya.

Dan Raka berharap kalau Sarah tidak lagi mengingatkan bahwa dia menginginkan pernikahan kontrak yang hanya berjalan satu tahun lamanya.

“Kondisi pasien semakin membaik, semoga saja seminggu kemudian dia sudah bisa melakukan rawat jalan sampai sembuh total,” jawab dokter tersebut.

“Alhamdulillah kalau begitu, Dokter. Terima kasih sudah merawat suamiku," ucap Sarah.

Lagi-lagi Raka merasa senang dengan ucapan Sarah yang memanggilnya dengan sebutan suami, hainya begitu merasa sejuk mendengarnya.

“Semoga saja Suatu hari nanti kamu bisa mencintaiku, Sarah. Sebab aku ingin kita membina biduk rumah tangga selamanya tanpa adanya perpisahan, harap Raka.

Raka juga semakin kagum dengan perhatian Sarah kepada dirinya, dan Raka berharap ada benih-benih cinta di hati Sarah untuknya.

Karena selama ini Raka juga mulai memendam perasaan kepada Sarah. Bukan hanya perhatian semata.

Tetapi bentuk cinta dan kasih sayang kepada seorang suami terhadap istrinya

Dokter itu kemudian pamit bersama perawat, dan kini tinggal mereka bertiga kembali.

“Apakah perut Papa masih terasa sakit?” tanya Rama dengan nada polos. Raka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sembari mengelus rambut anak sambungnya.

“Tidak, Rama. Berkat doa Rama dan Mamamu. Papa tidak merasa sakit lagi,” jawab Raka, walaupun sekali dia mendesis kesakitan.

Namun Raka berusaha untuk menahannya di depan bocah itu.

“Papa tahu? Tadi aku bertemu dengan om galak yang waktu itu hampir menabrakku,” tutur Rama. Sarah terperanjat mendengar cerita Rama.

Dia ingin menahan celotehan Rama, tetapi Rama terlanjur menceritakan kepada Raka.

“Ternyata aku baru tahu kalau Om jahat itu pernah menikah dengan Mama,” Perkataan Rama membuat Raka ikut terkejut.

'Astaga, apakah Dewa tadi ada di rumah sakit ini?” pikir Raka. Kemudian dia mengalihkan pandangannya kepada Sarah. Sarah hanya menundukkan kepalanya tanpa bereaksi apapun.

“Aku sungguh beruntung tidak memiliki Papa seperti Om galak itu. Kalau tidak mungkin badanku bisa babak belur karena sering dipukulinya,” tutur Rama lagi. Raka juga kaget ketika mendengar Rama sangat membenci Ayah kandungnya.

"Ya Tuhan, aku tidak bisa membayangkan kalau Rama tahu ia adalah anak kandung Dewa, pikir Raka dalam hatinya.

Raka juga sebenarnya ingin membahas hal ini dengan Sarah, tetapi saat itu tubuhnya masih melemah, sehingga Raka belum bisa bicara banyak.

“Sudahlah, Sayang. Jangan terlalu sama mengajak papamu berbincang. Biarkan dia istirahat,” tutur Sarah sambil membelai rambut Rama.

Rama menganggukkan kepalanya dia selalu berusaha untuk patuh kepada sang ibu.

“Cepatlah sembuh, Papa! Supaya kita bisa pulang dan berkumpul lagi,” tandas Rama sambil mengecup pipi kanan Raka.

Raka tersenyum sambil menganggukan kepalanya, dia begitu merasa terharu dengan sikap anak tirinya tersebut.

“Ya Allah, sungguh aku tidak pernah bahagia ini mendapatkan perhatian dari anak yang bukan darah dagingku, kata Raka.

Bahkan Sarah juga menilai jika kasih sayang Rama kepada Raka begitu besar.

“Ternyata hubungan darah saja tidak cukup untuk meluapkan cinta kepada orang yang kita sayangi,” pikir Sarah ketika Rama memutuskan untuk bermain sendiri.

Sarah sebenarnya begitu sahut kepada Raka yang bisa mengambil hati anaknya.

“Kamu benar, Sarah. Sebab aku sendiri mengalaminya. Di saat keluarga kandungku tidak menerima aku lagi karena aku pernah masuk penjara. Aku mendapatkan kasih sayang dari Rama dan Kakek Ma'ruf," timpal Raka.

“Tetapi aku juga berharap semuanya darimu, karena kamu adalah istriku,” Penuturan Raka membuat Sarah terhenyak mendengarnya. Sarah kemudian menundukkan kepalanya.

“Apakah aku harus menerima kenyataan kalau Raka sekarang adalah suamiku? Dan aku harus belajar untuk mencintainya?' pikir Sarah. Raka seakan tahu apa yang ada di dalam hati Sarah.

“Aku tahu, Sarah. Mungkin kamu belum bisa menerimaku sebagai suamimu. Tetapi tidak mengapa, seiring berjalannya waktu dan menjalani proses kita mungkin bisa menerima satu sama lain,” Raka seakan membujuk Sarah untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Saah terdiam, dia masih merasa belum bisa membuka hati untuk Raka. Meskipun Raka begitu baik dan peduli pada dirinya.

“Ingatlah, Sarah! Ada Rama diantara kita, anak itu membutuhkan kasih sayang juga figur dari sosok ayah dan ibu yang kita perankan selama ini," tutur Raka.

“Jangan sampai Rama kehilangan figur orang tua, hanya karena kita berpisah,” sambung Raka sambil mengalihkan pandangannya kepada Rama.

Sarah juga memperhatikan anaknya, dia merasa kalau Raka memang benar. Bagaimanapun juga Sarah tidak ingin anaknya kembali mengalami hidup di keluarga yang berantakan dan akan berdampak buruk bagi psikologisnya.

“Nanti aku pikirkan lagi,” tandas Sarah.

Beberapa hari kemudian Sarah merawat Raka dengan baik. Bahkan dia juga menyuapi Raka dan membantu perawat untuk mengganti perban luka jahitan Raka.

Namun Raka merasa heran, sebab Sarah seharusnya menjalani usahanya berdagang pakaian.

Tetapi sepanjang waktu Sarah hanya fokus untuk merawat Raka, juga mengurus Rama.

Bila dia ada waktu luang, Sarah sibuk dengan ponselnya. Hal ini tentu menelisik pertanyaan di hati Raka untuk diungkapkan kepada sang istri.

“Kamu seharusnya tidak perlu menjagaku, Sarah. Sudah ada perawat yang merawatku,” tutur Raka.

“Kamu bisa berjualan seperti biasa, tanpa perlu memperhatikanku. Aku juga bisa menjaga Rama walaupun aku masih dirawat,” sambung Raka. Sarah kemudian tersenyum.

“Kamu tenang saja, Raka. Aku bisa mengatasi semuanya," jawab Sarah. Kening Raka pun berkerut mendengarnya.

“Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan uang jika kamu terus berada di sini, Sarah?" pikir Raka. Sarah menyunggingkan senyumnya.

“Kita hidup di zaman yang serba mudah, Raka. Bahkan kita bisa menjual dagangan kita secara online. Bahkan melalui aplikasi,” jelas Sarah.

Dia kemudian menunjukkan aplikasi marketplace jual beli yang dipergunakannya untuk menjual baju dan pakaian yang dijadikan sebagai lahan bisnis Sarah.

“Beberapa hari ini ada pesanan yang masuk. Aku merasa bersyukur saat aku tidak membuka lapakku, tetapi aku bisa berjualan lewat online,” terang Sarah.

“Tetapi aku juga harus keluar sebentar, sebab ada beberapa barang yang harus kukirim,” Sarah meminta izin kepada Raka. Raka semakin kagum dengan kegigihan Sarah.

“Kamu memang benar-benar wanita tangguh, Sarah," puji Raka. Dia pun mengizinkan Sarah untuk pergi. Namun Raka juga menghimbau kepada Sarah agar dirinya juga berhati-hati.

“Jika aku sembuh nanti. Aku pasti akan membantumu, Sarah. Kamu tenang saja,” ucap Raka.

Sarah melebarkan senyumnya, walaupun Raka masih harus dirawat di rumah sakit namun dia juga tetap memberikan perhatian kepada Rama dan Sarah.

Walau hanya soal sepele, seperti mengingatkan istri dan anaknya untuk makan dan juga menjalankan ibadah.

Sarah merasa sangat nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh sang suami, walaupun hal kecil tetapi sangat berarti bagi Sarah.

Bahkan Sarah tidak pernah mendapatkan perhatian tersebut dari Dewa. Saat Rama bermain di taman rumah sakit tersebut Sarah dan Raka pun berbincang lagi mengenai Dewa. Saat itu kondisi Raka juga sudah mulai pulih dan segar bugar.

“Apakah kamu yakin tidak akan memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Rama, Sarah?” tanya Raka.

“Soal apa?” Sarah berbalik tanya kepada Raka.

“Tentu saja soal status Dewa yang merupakan ayah kandung Rama,” jawab Raka. Sarah kemudian menoleh ke depan pintu kamar, dia takut kalau Rama akan masuk dan mengetahui apa yang mereka bicarakan.

“Sepertinya aku tidak akan pernah memberitahukan kepada Mas Dewa kalau Rama adalah anak kandungnya,” jawab Sarah. Raka terhenyak mendengarnya.

“Apakah karena kejadian kemarin kamu memantapkan hati untuk tidak membuka rahasia itu kepada Dewa dan Rama?" Raka kembali bertanya kepada Sarah. Sarah pun menganggukkan kepalanya.

“Aku tidak sangka jika Mas Dewa akan berlaku kasar kepada anak kecil seperti itu, apalagi sebenarnya bocah itu merupakan anak kandungnya sendiri,” tutur Sarah.

“Bisa dibayangkan jika Rama tinggal dengan Mas Dewa, tentu dia akan menjadi korban tempramen sang ayah," jelas Sarah. Raka memang khawatir terhadap hal itu.

“Tetapi apa kamu yakin jika Dewa tahu maka dia akan merebut Rama dari tanganmu?" tanya Raka lagi.

Terpopuler

Comments

@Tie

@Tie

ini diucapkan apa cuma dlm pikiran?tp ada ditimpali sm raka,apa raka bs baca pikiran?

2024-07-29

0

@Tie

@Tie

hatinya

2024-07-29

0

siskaa putri

siskaa putri

sepertinya menarik

2024-07-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!