Isya sadarkan diri dalam kondisi amnesia setelah mengalami kecelakaan ketika studi wisata. Amnesia itu membuat Isya lupa akan segala hal yang berkaitan dengan dirinya, bahkan banyak yang menilai jika kepribadiannya pun berubah. Hari demi hari ia jalani tanpa ingatan yang tersisa. Hingga pada suatu ketika Isya bertemu dengan beberapa orang yang merasa mengenalinya namun dengan identitas yang berbeda. Dan pada suatu hari ingatannya telah pulih.
Apa yang terjadi setelah Isya mendapatkan ingatannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanza Hann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
023 : Pria dan Kotak Misterius
Selesai sesi pemotretan, Quin menuju ruang parkir untuk pulang dengan diantar oleh managernya. Saat sampai di sana, ternyata sang manager masih dalam perjalanan menjemput Quin. Tanpa ada pilihan lain, Quin harus menunggu beberapa waktu.
Suasana area parkir terasa begitu sepi dan hanya ada beberapa mobil terparkir di sana. Sebagian besar orang sudah pulang lebih dulu, sementara Quin pulang paling akhir karena ia mendapat jadwal pemotretan terakhir.
Lelah menunggu sambil berdiri, Quin duduk di anak tangga bagian terbawah. Agar tidak bosan dengan heningnya suasana, Quin memutuskan untuk menunggu sembari bermain ponsel. Seperti biasa saat waktu luang, ia selalu mengecek akun media sosial miliknya.
"Cih... make up yang aku pakai hari ini terlalu tebal dan sangat tidak cocok dengan konsep ruangannya!" gerutu Quin ketika melihat postingan hasil pemotretannya hari ini. Quin selalu detail dalam menganalisis pengaplikasian make up yang ia gunakan saat sesi pemotretan. Jika ada kesalahan sedikit saja, otomatis dia akan kesal dan mendadak tidak suka dengan hasilnya.
Namun, belum lama diposting pun sudah banyak like dari para fans Quin yang menyukai hasil pemotretannya hari ini. Tidak lupa mereka juga memberi pujian di kolom komentar.
"Kak Quin cantik sekali!"
"Oh, ratuku I love you!"
"Bagaimanapun konsep yang digunakan jika modelnya Kak Quin hasilnya pasti tidak mengecewakan!"
"Huwee... Kak Quin aku juga ingin menjadi secantik dirimu!"
"Eh ada bidadari nyasar! Nyasar juga yuk ke hati abang jangan hanya nyasar di tempat pemotretan! Haha... canda ya. Dede Quin memang yang paling cantik dah!"
Dan masih banyak lagi komentar bertebaran. Quin pun akan lelah jika membaca semua komentarnya. "Apa-apaan ini? Apa mereka semua buta hingga tidak bisa membedakan antara badut dengan penampilan cantik yang sebenarnya?" Quin tidak puas dengan fotonya sendiri. Bahkan ketika banyak orang yang memuji pun jika dari hati sudah berpendapat lain, maka itu tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Quin mengusap pipi yang mulai terasa gatal seperti ada iritasi di wajahnya. "Ish... nah kan, malah jadi gatal nih! Sepertinya aku iritasi dengan produk make up tadi!"
Di saat Quin sibuk menggerutu dengan ketidakpuasan yang sedang ia rasakan, tanpa diduga ada seorang pria yang menyodorkan sebuah kotak berwarna hitam kepadanya. Tentu saja Quin kaget dengan kemunculan mendadak dari pria itu, "Huwaa..." ia segera berdiri dan mundur menaiki dua anak tangga di belakang. Sekarang Quin dapat melihat dengan jelas bagaimana penampilan orang yang mendadak muncul menghampirinya. Seorang pria dengan pakaian serba warna hitam dilengkapi dengan topi dan memakai masker, siapakah dia?
Quin mulai merasakan firasat buruk mengenai orang itu. Ia sama sekali tidak bisa mengenali wajahnya. Dengan pakaian serba warna hitam dengan postur tubuh tinggi besar, wajar saja kalau Quin merasa ketakutan. Yang paling dia takutkan jika mungkin saja orang itu adalah stalker atau penjahat seperti penculik atau perampok.
"Ka-kamu siapa?" tanya Quin dengan penuh gemetar sembari mundur lagi beberapa langkah menaiki anak tangga untuk menjaga jarak di antara mereka. Pria tersebut tetap diam tidak menjawab dan hanya fokus menatap Quin.
"Apa maumu sampai datang ke sini?" di saat seperti ini Quin sangat berharap managernya segera datang. "Duh, Pak Sam kenapa lama sekali sampai di sini?" batin Quin.
Pria tadi mulai meminimalisir jaraknya dengan Quin. Sontak Quin semakin ketakutan ketika pria itu mendekat, "Stop! Jangan mendekat!"
Pria itu menuruti perintah Quin dan berhenti di posisi berdirinya saat ini. Lalu, dengan santai ia berkata, "Jangan takut! Aku ke sini hanya ingin menitip barang padamu!" kotak hitam yang dibawanya kembali disodorkan pada Quin.
"Apa isi dari kotak itu?" tanya Quin penasaran. Takutnya dia akan menerima benda aneh dan menjijikkan di dalam sana yang biasa ia dapat dari para haters.
"Kamu tidak perlu tahu! Dan jangan sekali-kali kamu membukanya jika tidak ingin celaka! Aku hanya memintamu untuk memberikan kotak ini kepada seseorang!"
"Apa?" Quin mengerutkan dahi dengan raut wajah tidak percaya. Orang itu lebih terlihat seperti sedang mengancam daripada meminta bantuan pada seseorang.
"Berikan ini kepada Trisya Oliviana! Kamu sangat dekat dengannya bukan?" perintah pria misterius itu.
"Trisya? maksudmu Isya, sahabatku?" tebak Quin.
"Iya, benar sekali! Pastikan kotak ini sampai kepadanya dan tidak ada satupun orang yang melihat apa isinya termasuk dirimu!" pria itu memberi isyarat dengan jari telunjuk agar Quin mendekat untuk mengambil kotaknya. "Kemarilah! Jika kamu mengambil kotak ini, maka aku akan segera pergi dari sini!"
Quin maju dengan ragu-ragu. Ia tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perintah pria misterius itu. Setelah mengambil kotak pun Quin kembali mundur. Ia masih takut jika orang itu akan berbuat macam-macam padanya. Apalagi situasi sekitar terlalu sepi untuk dia berteriak meminta bantuan jika ada kemungkinan pria itu berencana melakukan sesuatu yang buruk.
Sesuai apa yang pria itu katakan, setelah Quin mengambil kotaknya, dia harus segera pergi. Namun, seperti ada hal penting yang lupa dia sampaikan, pria misterius itu berhenti dan berbalik lagi ke arah Quin guna mengatakan suatu hal. "Ingat apa yang barusaja aku sampaikan! Juga... senang bertemu denganmu lagi, Quinnala Seema!"
Quin mengangguk ketakutan sembari bilang, "Iya iya..." namun, kalimat terakhir yang ia dengar membuatnya terkejut. "Apa? Kamu tadi barusan menyebut namaku? Siapa kamu?"
Pria misterius itu langsung pergi dari area parkir studio pemotretan tanpa menjawab pertanyaan Quin mengenai siapa dirinya.
"Eh, nylonong pergi gitu aja! Siapa dia? Apakah aku pernah mengenalnya?" Quin masih ditinggali tanda tanya besar selepas pria misterius itu pergi. Kemudian, Quin melirik ke kotak hitam yang kini ia pegang. "Jika mau memberikan ini kepada Isya, kenapa harus menitipkannya ke aku segala?"
Quin membolak-balikkan sisi kotak saat melihatnya. Seolah dia sedang mencari suatu petunjuk dari bagian luar kotak karena tidak dapat melihat isinya. Namun, tidak ada satupun petunjuk yang terdapat di bagian luar kotak tersebut dan hanya ada warna hitam polos yang menyelimuti.
Tiba-tiba...
Tin tin tin
"Kyaaa..." bruakk...
Seketika Quin kaget hingga terjatuh saat ada mobil yang mengarah padanya dan dengan mendadak membunyikan bel. Setelah dilihat lagi, ternyata mobil itu adalah mobil Pak Samuel, managernya. Quin segera bangkit sambil melontarkan omelan kesal akibat dikejutkan, "Ish... Pak Sam! Tiba-tiba datang dan asal bunyikan bel terlalu keras, anda mau membunuh saya karena jantungan?"
"Sorry..." seperti biasa satu kata itulah yang selalu beliau ucapkan ketika membuat Quin kesal dengan agak terkekeh saat mengucapkannya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Dan kotak apa itu?" tanya Pak Sam penasaran.
"Bukan apa-apa! Ini sekedar pemberian dari fans tadi!" sangkal Quin. Ia pun segera masuk ke mobil dan meminta Pak Sam mengemudikan mobilnya sekarang juga. "Ayo jalan pak! Aku sangat lelah dan ingin segera istirahat di rumah!"
"Baiklah!" jawab Pak Sam. Mobil itu langsung melaju membawa Quin meninggalkan studio pemotretan. Dalam perjalanan pulang pun pikiran Quin masih saja dipenuhi dengan pertanyaan besar mengenai apa yang terjadi di area parkir tadi. "Siapa dia sebenarnya?"
-One Step Closer-