CANDU CANDY

Tantry melenguh nikmat, nafasnya memburu, tubuhnya terhentak-hentak kala pria bertubuh kurus itu semakin cepat memacu gerakan, menunggangi tubuhnya dari belakang.

"Lebih cepat lagi, Tomas!" rengek Tantry.

"Kau benar-benar liar, Tantry." desah Tomas.

PLAK ... PLAK ... PLAK ...!

Pria yang cenderung berlangganan seksual sadomasokis itu mencambuk bokong Tantry dengan tali pinggang, hingga wanita itu merintih. Tak puas mendengar rintihan wanita yang ditunggangi nya, Tomas menjambak rambut Tantry yang tertutupi topi kupluk. Namun, pria kurus itu terperanjat kala kupluk yang menutupi rambut Tantry terlepas. Matanya membulat, lalu menatap wanita itu dengan jijik. Gegas Tomas mencabut pisang mas nya dari lembah curam milik Tantry, membuat wanita itu menoleh dan menatap heran.

"Kenapa kamu berhenti?" tanya Tantry dengan nafas sengal.

"Hey, ada apa dengan rambutmu?" tanya Tomas dengan nada jijik.

Lekas Tomas mengenakan pakaiannya kembali, berjalan mundur, menjaga jarak dari wanita bugil yang ada di hadapannya.

"Entahlah apa yang terjadi pada ku, tiba-tiba saja begini," lirih Tantry.

"Apa itu menular?" Tomas cemas, takut tertular.

Pria itu tak dapat membayangkan jika rambutnya akan mengalami kebotakan.

"Aku tidak tau. -- Hey, kenapa kau memakai baju mu? Kita belum selesai, aku masih menginginkan nya!" gerutu Tantry.

"Menginginkan? Najis, kau pikir aku akan berselera melihat rambutmu yang seperti goblin itu? Jika kau masih belum puas, lakukan lah dengan gagang cangkul yang ada di sudut sana!" Tomas menunjuk dengan ujung bibirnya.

"Jaga mulutmu, Tomas! Kau pikir aku ini apa?" Tantry menatap tajam.

"Ehm, sejenis pelacur?" Ucap Tomas dengan nada mengejek.

"K-kau?! Kau benar-benar ... Bajingan!" umpat Tantry, wanita itu lekas menyambar pakaiannya yang berserak di lantai.

Tomas terbahak sembari menjauh dari wanita yang baru selesai di cicipi nya. Mendorong gagang pintu dan bergegas keluar dari ruangan tersebut.

"HEY, JANGAN BERANI MENYEBARKAN GOSIP TENTANG RAMBUT KU, AWAS SAJA KAU!" peringat Tantry sebelum Tomas menghilang.

Buru-buru Tantry mengenakan pakaian nya, dirinya cukup takut untuk berada sendirian di ruangan yang sudah lama tak terpakai. Wanita dengan kemeja denim itu melangkah tergesa-gesa, segera meninggalkan ruangan tersebut dengan hati gusar.

Sementara itu, Candy yang tengah menyimak pelajaran yang dosen jelaskan, tiba-tiba saja bibirnya tersenyum miring.

KENA KAU, TANTRY! hati Candy sibuk bersorak.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Kalian lihat kan penampilan Candu sekarang? Sok cantik banget gak sih? Dia pikir, dengan merubah cara berpakaian dan menggunakan softlens di matanya, akan membuat dia secantik bidadari?" Nina dengan semangat menggunjingkan Candy, sembari membasuh tangannya di wastafel toilet kampus.

"Iya, biasanya rambut dikepang dua mulu ya, kan? Kalau berjalan, selalu dengan kepala tertunduk. Sekarang? Wah, dagu nya selalu terangkat ke atas. Kesambet setan mana dia?" nyinyir Mika sembari merapihkan gaya rambut french bob nya yang berponi pendek.

"Kenyataannya, memang Candu cantik kan? Itu fakta yang gak bisa di bantah loh," sahut Jeni, si gadis dengan pashmina hitam, pemilik bulu mata lebat.

"Cantik? Mata mu buta? Cantik dari mana nya? Dia itu tak lebih dari wanita murahan yang selalu mengejar-ngejar cintanya Tomas! Bahkan kemarin aku melihatnya masuk ke hotel dengan pria tua, menjijikkan!" sinis Nina.

"Nina, kamu terus-terusan mengejek Candu seperti ini, bukan karena iri kepadanya kan?" Jeni memastikan dengan tatapan menelisik.

"Aku? Iri? Dengan anak pembantu seperti dia? Sorry, gak level tuh!" Nina tersenyum remeh sembari memercikkan air ke wajah gadis berkerudung.

Jeni mengerjap saat air terpercik ke wajahnya. Sorot matanya berubah sinis. "Apa-apaan sih kamu, Nina? Gak sopan banget jadi orang!"

"Halah, lebay! Gak terima?" Nina tak kalah sinis.

Jeni maju selangkah, wajahnya berang. "Kamu tuh ya, dasar min-"

"Op op op sudah-sudah, jangan ribut ya teman-teman. Jeni, gimana kalau kita ke kelas duluan?" Mika berusaha melerai.

Jeni menghembus napas berat, berusaha mendinginkan dadanya yang sudah membara. "Ya sudah, ayo. Gak sudi juga aku di sini!"

"Aku juga gak sudi kalau kamu di sini, Cuih!" hardik Nina, membuat Jeni sampai beristighfar.

Gadis berkerudung itu mengurut dada sembari berlalu, memilih tidak meladeni Nina yang terkenal sombong adalah pilihan tepat.

Sepeninggalan Jeni dan Mika, Nina semakin gusar. Tak puas hati bertengkar dengan teman sekelasnya, gadis berkacamata petak itu mencabik-cabik lembaran tisu dan menghamburkan nya ke udara hingga berserakan di lantai. Mulutnya terus-terusan mengumpat, hingga akhirnya gadis itu terhenyak saat seseorang keluar dari dalam toilet yang pintunya sejak tadi tertutup rapat.

Mata Nina bergetar saat tatapan mereka saling beradu, gadis itu berusaha tenang, menyembunyikan kegugupan nya.

"Aku tak lebih dari wanita murahan yang selalu mengejar-ngejar cintanya Tomas? Kau sedang membicarakan aku, atau ... sedang membicarakan dirimu sendiri, Nina?" tanya Candy dengan senyuman mengejek.

Jantung Nina, berdebar kian kencang. Namun, ia tetap berusaha tenang sembari menatap tajam. "Siapa yang membicarakan mu? Kau terlalu over PD!"

"Benarkah? Jelas-jelas tadi aku mendengar kau mengatakan 'Kalian lihat kan penampilan Candu sekarang?'. Apa aku salah dengar?" Candy tersenyum canggung, kemudian menyeringai dingin. "Tapi ... aku gak peduli tuh!"

Dengan tatapan yang menghujam, Candy menjambak kasar gelungan rambut Nina hingga terurai. Candy menyeret bringas Nina ke dalam toilet dan menendang kaki gadis itu hingga berlutut.

"Kau lihat kloset kotor itu, Nina? Ada ratusan bahkan mungkin ribuan bakteri jahat di dalam sana, tetapi, tak ada satupun bakteri yang sanggup mengalahkan jahatnya mulutmu!" Candy menarik kasar rambut Nina, gadis itu berusaha memberontak.

"Mulutmu itu bagai kotoran, Nina. Dan kau tau kan tempat yang layak untuk kotoran?" Candy menunjuk kloset dengan ujung bibirnya.

Tubuh Nina bergetar saat tau kemana arah dari amarah Candy. "J-jangan lakukan itu, Candu! Atau kau akan menye-"

BLUP BLUP BLUP ...!

Candy membenamkan wajah Nina ke dalam kloset, lalu menariknya kembali.

"Huek...!" Nina memuntahkan isi perutnya, wajahnya basah, tubuhnya lemas seketika. "Beraninya kau! Aku akan melaporkan-"

"Silahkan melapor, maka kejadian ini akan terjadi padamu setiap hari!" ancam Candy dengan wajah serius.

"Kau! Arrrggghhh ...!"

BLUP BLUP BLUP ...! Dengan bengis, Candy kembali membenamkan wajah gadis itu.

*

*

*