NovelToon NovelToon
Gadis Berisik Kesayangan CEO Pembaca Pikiran

Gadis Berisik Kesayangan CEO Pembaca Pikiran

Status: tamat
Genre:Tamat / cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Naik Kelas / Pembaca Pikiran
Popularitas:172.4k
Nilai: 5
Nama Author: Rositi

Berkat bantuan sang ayah yang bekerja sebagai sopir di keluarga kaya, Daisy diterima bekerja di perusahaan milik bos ayahnya. Namun, Daisy yang bar-bar, ceroboh, bahkan berisik, dituntut menjadi pendiam. Sebab Athan selaku anak dari bos ayahnya yang menjadi CEO di perusahaan Daisy bernaung, anti berisik.

Selain sangat pendiam sekaligus misterius, sejak kecil Athan merupakan seorang indigo. Namun karena kejadian memilukan di masa lalu, Athan yang awalnya bisa melihat sekaligus mendengar kejadian tak kasatmata, jadi kehilangan semua itu. Hanya saja, pertemuannya dengan Daisy membuatnya mendengar setiap isi pikiran bahkan suara hati Daisy yang sangat berisik.

Athan nyaris memecat Daisy yang sudah beberapa kali membuat masalah. Namun kenyataan ayah Daisy yang meninggal karena menyelamatkan Athan, membuat Athan merasa bahwa Daisy merupakan tanggung jawabnya. Fatalnya, meninggalnya ayah Daisy juga membuat rencana pernikahan Daisy dengan tunangannya batal.

“Menikahlah denganku! Aku bersumpah akan selalu membahagiakanmu!” ucap Athan sungguh-sungguh.

“Ketika orang kaya terlebih itu bosmu mendadak mengajakmu menikah. Padahal kamu enggak punya kelebihan selain bikin susah, satu-satunya alasan paling masuk akal kenapa itu sampai terjadi. Karena memang kamu akan dia jadikan tumbal pesugihan! Kabur saja Daisy, si bos Athan memang agak laen!” batin Daisy yang tentu saja, lagi-lagi bisa Athan dengar. Andai Daisy tahu, pasti ia tidak akan terus-menerus membahas sikap misterius Athan, di dalam hatinya apalagi pikirannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Daisy Jatuh Sakit

Di depan sebuah gerbang rumah mewah, Elra turun dari sedan warna merah permen yang ia kemudikan sendiri. Wanita muda berusia dua puluh enam tahun itu keluar dari dalam mobilnya dengan sangat hati-hati. Seorang satpam yang sempat membukakan pintu mobilnya, mengambil alih apa yang ia bawa di tangan kiri dan itu tiga karton belanjaan terbilang besar. Alasan yang membuat Elra syok lantaran di jari manis tangan kirinya masih ada cincin milik Daisy.

“Duh, Pak Satpam! Ini cincin kenapa masih di jari manis tangan kiri saya?!” panik Elra ketakutan dan kerap menepuk jidatnya menggunakan tangan kiri.

Setelah refleks balik badan, satpam Elra yang memang latah, turut menepuk jidat sendiri sambil berkata, “Duh, Non! Andai saya tahu alasannya kenapa, pasti saya enggak akan tanya juga!”

“Aaaaah, Pak Satpam! Ya sudah, saya harus pergi lagi kalau gini caranya buat balikin nih cincin. Itu kantong, tolong minta ke mbak buat taruh di kamar saya ya. Terus, kalau papa mama tanya, tolong bilangin saya masih ada acara di luar. Bilang saja saya pergi sama mas Athan, pasti mereka paham!” balas Elra merengek.

Sang satpam yang kiranya berusia di akhir empat puluhan, berangsur merenung agak lama. Ia sungguh tak langsung menjawab.

“Pak Satpam, kenapa jadi diam? Sudah, jangan diseriusin. Yang ada beban hidup Pak Satpam nambah!” tegur Elra masih manja kepada satpamnya.

Meski usia Elra nyaris sebaya dengan Athan, fisik dan kecantikan Elra memang jauh lebih muda. Elra yang awet muda malah masih mirip anak SMA.

“Bentar, Non ... mas Athan dan mas Bian, sama apa beda orang, sih?” tanya sang satpam sambil memasang wajah tak paham karena memang benar-benar tidak paham.

“Jelas bedaaaaaaa! Yang namanya Athan kalem berwibawa, yang namanya Bian mirip bebek tetangga berisik wak—wek—wak—wek. Meski Athan dan Bian ini saudara dan wajahnya memang agak mirip!” balas Elra langsung teriak hingga sang satpam mundur ketakutan.

“Sepertinya si non Elra sensitip banget ke mas Athan, ... eh, ke mas Bian. Padahal kan, yang sogok aku buat ngawasin non Elra kalau enggak salah, ngakunya bernama Bian!” batin sang satpam masih mendelik syok sambil terus menunduk.

••••

Sebelum Elra sampai rumah Daisy, ibu dan adik Daisy sudah lebih dulu memboyong Daisy ke rumah sakit menggunakan taksi. Selain itu, di siang menuju sore hari ini, yang mengantar Daisy pulang ke rumah memang Elra. Hingga dengan mudah Elra bisa kembali ke alamat Daisy dengan cepat. Masalahnya selain Daisy sudah dibawa pergi, tetangga di sana juga tidak ada yang mengetahui.

“Ya sudah, Bu. Makasih banyak, ya!” sopan Elra sambil membungkuk-bungkuk kepada tetangga sebelah kanan rumah Daisy.

Di depan rumah rumah sakit, sopir taksi yang mengantar Daisy, sampai membopong Daisy. Daisy yang memakai pakaian hangat bahkan jaket besar milik alm. ayahnya, demam parah. Wajah Daisy pias penuh keringat. Sementara bibirnya kering.

Ibu Syifa yang sebenarnya sangat panik, langsung lari membuka pintu IGD. Daisy langsung diboyong masuk ke dalam IGD. Sementara Daniel yang berjalan paling belakang sambil menenteng ransel, mendapati ponsel Daisy bunyi. Ternyata ada telepon suara dari kontak Bos Athan ❤️.

“Ciee ... kontaknya kak Athan, ada hati warna merahnya!” batin Daniel yang kemudian menjawab sambil terus menyusul ke IGD. Apalagi di bibir pintu IGD sana, sang ibu yang sebelumnya sempat masuk ke dalam IGD, mendadak kembali keluar.

“Daniel, cepetan! Itu siapa yang telepon?!” cerewet ibu Syifa.

“Bos Athan pakai hati merah, Bu!” balas Daniel jujur, tapi kejujurannya tampaknya malah membuat sang ibu bingung.

Di tempat berbeda, di depan tenda kemah yang ada di tengah hutan, Athan berdiri sambil sesekali menepuk nyamuk yang hinggap di wajah maupun anggota tubuh yang lain.

“Syukurlah akhirnya di sini ada sinyal. Meski ... duh, nyamuknya bikin enggak kuat. Nyamuknya banyak banget!” batin Athan yang langsung bengong ketika suara yang terdengar dari seberang malah suara bocah laki-laki dan ia kenali sebagai suara Daniel.

“Daniel, ini Kak Athan. Tolong bilang ke kak Daisy,” ucap Athan berusaha memberi Daniel pengertian, tapi belum juga beres berbicara, Daniel sudah mengabarkan perihal Daisy yang sedang sakit.

“Panas kak Daisy tinggi banget. Tadi sampai kejang, makanya ini kami bawa kak Daisy ke rumah sakit ....”

Mendengar penjelasan Daniel, Athan langsung tergolek lemas. Butiran bening yang mengalir dari kedua sudut matanya. Athan yang memakai pakaian serba panjang, bahkan kepalanya sampai ia tutup menggunakan topi jaket parasut yang ia pakai, perlahan terduduk lemas.

“Belum ada sehari pisah, kok ...,” batin Athan mendadak tidak bisa berpikir. “Daniel ... tolong berikan hape kak Daisy ke ibu. Kak Athan mau tanya kondisi kak Daisy. Kata dokter bagaimana!”

Daniel yang memang tipikal anak cerdas, segera memberikan ponselnya ke sang ibu.

“I—bu, saya benar-benar minta tolong. Tolong jaga Daisy, ... saya usahakan, untuk pulang lebih cepat. Besok malam, saya usahakan saya sudah pulang. Saya tidak jadi pulang lusa!” yakin Athan.

Terlalu mengkhawatirkan keadaan Daisy membuat Athan tak peduli pada nyamuk yang menempel sekaligus menggigit sekujur wajahnya. Di tengah kegelapan malam, ketika yang lain asyik menikmati malam di dalam tenda, Athan terus mondar-mandir hanya untuk mendapatkan jaringan sinyal. Athan terus memantau keadaan Daisy melalui sambungan telepon.

“Halo Kak Athan? Ini aku Daniel.”

“Daniel, sudah dapat kamar belum? Terus keadaan kak Daisy bagaimana?” sergah Athan.

“Ini baru dapat kamar, Kak. Ibu lagi di kamar mandi, tapi kak Daisy belum bangun. Panasnya masih 39. Baru turun dua.”

Kini sudah nyaris pukul dua belas malam. “Ya sudah, ... kalau ada apa-apa, langsung kabari Kak Athan, ya. Nanti ada yang antar makanan sama keperluan kalian. Bentar lagi pasti datang!”

Demi bisa gampang dihubungi mengingat di lokasi keberadaannya memang susah sinyal, Athan rela tidak tidur.

Syukur yang memantau dari kejauhan sampai heran. Ia mendekati Athan dan menanyakan apa yang terjadi.

“Pulang lah ... buat apa kamu tetap di sini, jika hatu dan pikiranmu saja bersama Daisy.” Syukur menatap kedua mata Athan dengan tatapan peduli.

“Urusan pekerjaan biar orangmu yang melakukan. Kamu cukup memantau dari kejauhan seperti apa yang sedang kamu lakukan sekarang!” lanjut syukur.

“Kamu itu bos, kamu berhak mengatur bahkan mengubah semuanya!” lanjut Syukur dan membuat kedua mata Athan berkaca-kaca dalam menatapnya.

“Sebenarnya aku takut banget, ... sakitnya masih berkaitan dengan ... bapaknya Dimas!” sergah Athan sambil menahan kesedihan bahkan tangisnya. Ia masih menatap kedua mata Syukur.

“Berarti aku juga akan pergi dari sini. Aku akan menelusuri setiap sudut Hutan Tua untuk mencari persembunyiannya!” tegas Syukur dan dibalas anggukan cepat oleh Athan. Air mata Athan berjatuhan bersamaan karenanya.

1
Hilmiya Kasinji
astaghfirullah ... gak habis pikir dengan pikirannya si Daisy...jadi tumbah pesugihan jare 😅🤭
Hilmiya Kasinji
bang Athan sweet banget...mending Daisy nya sama Athan ya , walaupun nanti Athan bakalan ngenes
Hilmiya Kasinji
sepertinya Dimas buka. calon suami yg ngayom ke istri
Hilmiya Kasinji
ya Allah kak, baru awal aku udah mewek gak karuan
Hilmiya Kasinji
kasian pak maryo....dedikasinya tinggi banget ya
Hilmiya Kasinji
kak rositi memang pintar , disetiap karyanya mesti terselip pengetahuan ato kata2 bijak
Imaz Ajjah
Luar biasa
pipit
luar biasa
Ades Astiti
novel kakak selalu bagus walo yg ini banyak bawang
Yandri Tefi
dimas takut peletnya luntur ya ka othor 😁😁😁🤣
Yandri Tefi
good job mas athan 😘😘
yonahaku
lanjut baca walaupun sudah tamat semangat
FiaNasa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣ih si Daniel nih 🤣🤣🤣🤣
FiaNasa
si Daniel ganggu aja 🤣🤣
FiaNasa
so sweat...Athan ternyata orangnya romantis walaupun. sedingin es dikutub Utara 🤣🤣🤣🤣
FiaNasa
Dimas ini memang g ada otak kali ya
Agung miska Nartim
aku setia menunggu thor
Agung miska Nartim
aku sudah baca thor
pokoknya 🥰🥰🥰🥰🥰
FiaNasa
gercep juga ya si Athan 😀
FiaNasa
Gedeg sama Dimas nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!