Laura Veronica, dia merupakan seorang mahasiswi jurusan manajemen bisnis. Dia bisa di bilang wanita barbar di kampusnya, prilaku Laura memang sembrono dan centil.
Suatu hari, kebetulan ada dosen baru yang bernama Dimas Adamar, pria tampan namun berwajah dingin. Postur tubuhnya yang gagah membuat Laura terpikat akan pesonanya.
Akankahkah pria itu terpikat oleh pesona wanita barbar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 Ingin seorang putra
Episode kali ini mengandung unsur dewasa, mungkin sebagian dari pembaca ada yang tidak suka. Jika tidak suka boleh skip, jangan hate komen!🙂
Pada pukul 20:00 malam. Di apartemen Dimas, dalam satu ranjang terdiri dari Amelia, Laura dan Dimas. Saat ini mereka sedang berbaring bersama.
"Sayang, apakah Amel sudah tidur?" Bisik Dimas sambil tangannya memeluk Laura dari samping."
"Suttt.." Memberi kode untuk diam pada Dimas. "dia baru saja tidur dad, nanti dia bangun loh." Pekiknya dengan pelan.
"Sial, adikku yang kecil ini sudah bediri tegak, bahkan dia sudah tak sabar ingin masuk ke sarangnya." Gumam hatinya sambil menahan sesuatu yang sesak di bawah sana.
Srettt..
Dimas tiba-tiba menarik tubuh Laura dan membuatnya kini menghadap ke dada bidang Dimas.
"Kyaaa!" Pekiknya terkejut. "Apa yang kau lakukan?!" Memukul pelan dada bidang Dimas.
"Sutt, diamlah. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi." Memeluk Laura dan meremat bokongnya.
"Dad, jangan disini. Nanti Amel bangun!"
Masa bodo dengan ucapan Laura, Dimas pun langsung merayap tubuh Laura satu-persatu, mulai dari dua benda bulatan kenyal dan meremasnya cukup kuat.
"Ahh.." Desaahnya dengan pelan. "Jangan terlalu kuat." Ucapnya menggeliat karena sentuhan.
Dimas beranjak turun dari ranjangnya, saat itu juga dia menarik tangan Laura lalu menggendongnya untuk keluar kamar.
"Yakkk mau kemana?!" Pekik Laura terkejut. "Kenapa aku di gendong segala, dad?"
Bukannya menjawab, Dimas malah membungkam bibir Laura dan menciumnya dengan rakus. Tak lupa tangan Laura pun mengalungkannya pada leher Dimas dan membalas ciuman.
Setelah itu....
Mereka berdua kini sudah berada di kamar lain. Tanpa basa-basi, Dimas membuka pakaiannya satu-persatu di depan Laura, Laura menatap fokus sambil duduk di ranjang menghadap Dimas.
Tatapan Laura menatap fokus pada roti sobek milik Dimas, bahkan Laura menggigir bibir bawahnya karena tergoda oleh bentuk tubuh kekar Dimas.
"Uhuk." Tiba-tiba Laura tersedak.
"Sayang, kamu kenapa?" Dimas terkejut dan langsung menghampiri Laura.
"I-itu...." Menunjuk sesuatu milik Dimas yang berdiri tegak, bahkan malam ini terlihat panjang dan besar. "Ke-kenapa itu besar sekali? Bukankah kemarin-kemarin gak berukuran segitu?" Kagetnya sambil menganga.
Srukkk..
Dimas pun dengan cepat mendorong Laura sampai terlentang, dia langsung mengukung Laura dan membuka satu persatu pakaiannya.
"Aww, pelan-pelan, dad."
Srakkkk!
Bukannya pelan-pelan, justru Dimas malah merobek pakaian Laura dan membuangnya ke lantai.
"Sayang, aku benar-benar sudah tidak tahan lagi." Rengeknya pada Laura.
Laura pun hanya tertawa dan mengangguk pelan. "Lakukanlah dad, aku juga merindukan milikmu." Mengedipkan matanya.
Chup!
Dengan cepat Dimas langsung melahap rakus seperti kucing yang sedang kelaparan. Laura pun mencoba menyeimbangi sentuhan agresif Dimas yang membuatnya sedikit kewalahan.
Beberapa jam kemudian.
"Hosh.. Hosh.. Hosh.." Dimas mengatur nafasnya sesudah mengeluarkan lahar panasnya di dalam. "Terima kasih sayang. Kau benar-benar membuatku kenyang malam ini." Membalikkan tubuhnya memeluk Laura dari belakang.
"Apa kau mengeluarkannya di dalam?" Tanyanya.
Dimas mengecup punggung Laura sembari memeluknya. "Ya, aku ingin mempunyai seorang putra darimu."
Laura cukup terkejut karena mendengar jawaban Dimas, dia pun terdiam sejenak dan enggan menjawabnya.
"Kenapa? Apa kau tidak mau mengandung anakku?" Membalikkan tubuh Laura sehingga menghadap dirinya.
"Aku hanya simpananmu, bukan istrimu! Bagaimana caraku untuk mengandung dan membesarkan anak ini?" Mendongakkan kepalanya.
"Kau tidak usah khawatir. Aku akan menikahimu."
Degh.
***
Di tempat lain.
Ckittt..
"Ini rumahmu?" Ucap seseorang yang tak lain adalah Vina.
Ya, Vina membawa Revan untuk pulang ke rumahnya. Entah kenapa, dia tidak tega melihat Revan yang bekerja menjadi tukang parkir bahkan dalam keadaan kaki yang pincang.
"Bukan, rumahku masuk dalam gang sana." Menunjuk jalan. "Kenapa kamu menyuruhku ikut dan malah mengantarkanku pulang?" Menatap Vina.
"Ck, aku akan membayarmu dua kali lipat dari pekerjaanmu saat ini, tapi kau pulanglah dan istirahat. Bagaimana jika kakimu terluka lagi?" Serunya dengan tatapan tajam.
Revan hanya tersenyum tipis ketika mendengar ucapan Vina, bisa di bilang saat ini Revan teringat akan kebiasaan Vina yang selalu mengoceh. "Tidak usah membayarku, aku akan kerja kembali nanti. Terima kasih sudah menculikku." Celetuk Revan di akhir kata.
Saat itu juga Vina langsung melototkan matanya. "Hei, siapa yang menculikmu hah?! Justru aku berbaik hati mengantarkanmu pulang." Melipatkan kedua tangannya dengan wajah kesal. "Karena aku tidak ingin kau terluka." Gumam hati Vina.
Ceklek.
"Aku keluar du--"
"Tunggu!" Menahan tangan Revan.
Revan menoleh dan menatap Vina dengan lekat. "A-apa kau benar-benar akan memperkossaku?" Celetuk Revan di akhir kata dengan tangan menyilang di dada.
Vina langsung mendelikkan matanya pada Revan. "Dasar gila! A-aku hanya ingin ke kamar mandi, aku ijin pinjam kamar mandimu sebentar." Pekiknya dengan kesal.
"Ah, begitu. Baiklah, ayo!"
Revan langsung turun dari mobil. Tak lama kemudian Vina pun juga ikut turun. Mereka berdua pun berjalan sejajar menuju rumah Revan.
Beberapa menit kemudian, Revan dan Vina pun sudah tiba di rumah. "Ini rumahmu?" Tanya Vina pada Dimas sambil menatap sekeliling rumah sederhana tersebut.
"Ya, sekarang aku tinggal disini." Jawabnya. "Ayo masuk." Mengajak Vina untuk masuk ke dalam rumahnya.
Ceklek.
Vina menatap isi ruangan rumah Revan, meskipun rumahnya sederhana, namun di dalam rumahnya semua tertera dengan rapih. "Dia masih seperti biasa, selalu rapih dalam hal apapun." Gumam hatinya.
"Kamar mandinya sebelah sana, aku akan menunggumu disini." Ucap Revan sambil menunjuk arah kamar mandi."
"Ah, ya. Terima ka--" Entah kenapa Vina tidak melanjutkan ucapannya lagi. Dia malah mematung dan melihat bingkai foto yang berisi foto Revan dengan seorang wanita.
"I-ini..." Terkejut dan ucapannya terbata-bata.
"Ternyata wanita jalangg itu adalah istri Revan, berani sekali dia merebut suami dan anakku. Dasar sialan, aku tidak akan memaafkanmu." Tangan mengepal.
"Ada apa, Vin?" Menyentuh pundak Vina.
Plakk..
Vina menepis kasar tangan Revan dengan sorot mata tajam. "Ajarkan kekasihmu, atau istrimu itu untuk berhenti mengganggu rumah tangga seseorang!" Pekiknya langsung berjalan keluar.
"Vin, Vina!! Astaga apa maksudnya sih. Vina tunggu!!" Pekiknya.
Bersambung.
єηєg ρgη мυηтαн... кαυ ∂gя
double up!!