LITTLE NANY
Menjadi babby sitter diusia 19 tahun adalah adalah tawaran terbaik bagi Tisha karena dia harus melunasi hutang keluarga yang jumlahnya besar.
Nizar Mukti Wibowo, duda beranak satu yang berusia 35 tahun ini harus merelakan anaknya dalam pengasuhan Tisha sebagai babby sitter.
Namun, takdir membawa Tisha tidak hanya sebatas menjadi pengasuh, melainkan juga mengambil peran sebagai ibu bagi anak yang haus akan kasih sayang seorang ibu tersebut.
Bagaimana Tisha akan menjalani kehidupannya? Dan bagaimana juga Tisha akan menghadapi Nizar yang otomatis memiliki gelar suami baginya?
Inilah kisah hidup Tisha...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ely LM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mie Kuah Tengah Malam
"Rupanya tidak hanya mendongeng untuk anaknya, tapi juga untuk papinya!" batin Tisha sembari tertawa kecil.
"Pak!" panggil Tisha yang berniat menyuruh Nizar berpindah ke samping Cean.
Bukannya menjawab, justru Nizar mengubah posisinya jadi terlentang di sofa. Beberapa kali Tisha memanggilnya, tapi Nizar justru menyamankan posisinya di sofa sembari matanya tetap terpejam. Tisha jadi ragu untuk membangunkannya lagi.
Setelah meletakkan buku di rak, Tisha berjalan menuju almari Cean. Tisha membuka almari tersebut, lalu mengambil selimut yang ada di tumpukan almari bagian bawah. Setelah menutup almari tersebut, Tisha kembali mendekat kepada Nizar.
"Diselimutin nggak ya!" gumam Tisha dengan ragu.
Dipanggil tidak bangun, nanti diselimutin dikira Tisha cari perhatian. Tetapi, jika dibiarkan begitu saja, kasihan nanti kedinginan. Cean suka kondisi kamarnya dingin. Nanti kalau AC nya dimatikan, Cean malah bangun dan merengek.
Dengan perasaan yang ragu itu akhirnya Tisha memberanikan diri untuk menyelimuti Nizar.
"Maaf ya, Pak, kalau Tisha kurang ajar!" lirih Tisha sembari menyelimuti Nizar.
Namun, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat netranya berhasil menangkap wajah Nizar yang terlihat tenang saat tertidur.
Tisha menyentuh dadanya. "Kenapa ini?" tanyanya dalam hati.
"Kenapa jadi deg-degan saat melihat Pak Nizar?" tanyanya lagi dalam hati.
Tisha segera menggelengkan kepala. Dia bergegas menjauh dari Nizar. Tisha juga langsung menghidupkan lampu tidur, mematikan lampu utama, dan bergegas keluar kamar.
Tisha tidak tahan lagi dengan jantungnya berdegup tidak karuan. Lagi pula Tisha juga takut kalau Nizar bangun lalu bertanya siapa yang berani menyelimuti dirinya.
Tisha takut juga Nizar salah sangka nanti dikiranya Tisha cari perhatian, atau lebih parahnya lagi nanti dikira menggoda Nizar.
Tisha bergegas menuju kamarnya dan mengunci pintu. Tisha terus menyentuh dadanya yang masih berdegup kencang dengan bingung.
"Biasanya tidak seperti ini. Kenapa sekarang jadi begini?" tanya Tisha bermonolog.
"Apa jangan-jangan aku sakit sesuatu?" tanyanya dengan khawatir.
Tisha segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya, sebelum akhirnya dia pergi tidur.
Detik jam terus berjalan. Hari juga semakin larut malam. Namun, entah kenapa mata Tisha enggan terpejam. Semakin dipaksa untuk terpejam, justru semakin lelah.
Akhirnya Tisha beranjak dari ranjang dan pergi ke pinggir jendela kamarnya. Tisha membuka tirai jendela kamarnya.
Tisha dapat melihat city light dengan jelas dari kamarnya. Apartemen Nizar ini berada di lantai lima. Sehingga, cukup indah jika digunakan untuk melihat city light.
Tisha tersenyum. Tiba-tiba dia merindukan ibunya. Akan tetapi, jam segini ibunya pasti sudah tidur.
Tiba-tiba bayangan wajah Nizar yang sedang tertidur dengan tenang tadi kembali melintas di otaknya. Dadanya kembali berdegup kencang.
Tisha melihat jam di handphone nya. "Setengah dua belas!" ucapnya.
"Apa aku laper ya, jadi deg-degan terus dari tadi."
"Masak mie aja deh!"
Tisha keluar kamarnya, lalu berjalan menuju dapur. Tisha menghidupkan lampu dapur yang tidak terlalu terang.
Ini adalah salah satu hal yang membuatnya senang. Lampu di dapur bisa diatur mulai dari yang paling redup sampai yang paling terang.
"Padahal tadi udah makan pakai capcay, tapi kenapa udah laper lagi!" keluh Tisha.
"Gini kok cita-citanya langsing. Badan udah setebal ini aja tapi hatinya belum terketuk untuk mengurangi makan. Mana sekarang pake acara laper tengah malam lagi!" Tisha terus mengeluh.
Tisha memilih untuk memasak mie kuah. Dia mengerjakan semuanya dengan hati-hati. Tisha tidak ingin membuat kebisingan yang berakibat menganggu tidur Nizar dan Cean.
Saat menunggu airnya mendidih, Tisha mengambil sebutir telur di kulkas. Saat membuka kulkas, tiba-tiba Tisha terdiam dan langsung tersenyum.
"Ada enaknya juga ternyata tinggal di apartemen. Di sini bisa jadi pekerja satu-satunya. Coba aja kalau di rumah mewah itu, pasti kalau laper tengah malam gini malu mau masak. Nggak enak sama yang lainnya!" ujar Tisha.
"Ya sudahlah, sekarang syukuri saja apa yang ada di depan mata!" lanjutnya.
Saat hendak menutup kulkas.
"Ternyata pencuri stok mie milikku suka melancarkan aksinya tengah malam!"
Suara itu membuat Tisha terkejut dan nyaris menjatuhkan sebutir telur yang ada di tangannya.
Tisha tersenyum malu sembari menampakkan deretan giginya.
"Hehe, Bapak mau mie juga?" Tisha justru menawarkan mie kepada Nizar.
Nizar tersenyum tipis. "Boleh, mie kuah satu!"
Tisha terkesiap. "Padahal barusan cuma basa-basi, tapi malah minta masakin beneran!" batinnya.
Tisha jadi menyesal menawarkan mie kepada Nizar. Akhirnya Tisha memasak dua mie kuah malam ini.
Nizar yang sedang menunggu di meja bar itu mengamati dengan seksama Tisha yang sedang memasak mie.
"Kamu suka lapar tengah malam?" tanya Nizar.
"Tisha suka makan, Pak!" jawab Tisha seadanya.
"Tidak masalah, lagi pula di sini banyak makanan juga. Kamu tidak akan kelaparan!" jawab Nizar dengan gaya arogannya.
Tiba-tiba jantung Tisha kembali berdebar. "Bahaya, pasti udah laper banget ini. Malu kalau sampai pingsan gara-gara kelaparan!" batin Tisha dengan panik.
Tisha bergegas menyelesaikan memasak mie miliknya dan milik Nizar. Setelah itu, Tisha langsung menyajikan semangkuk mie kuliah kepada Nizar. Dan semangkuk lagi untuk dirinya sendiri.
"Bapak mau makan di sini aja?" tanya Tisha melihat Nizar yang tidak beranjak dari meja bar.
Nizar mengangguk. "Kamu makan di sini saja!" perintahnya.
Tisha mengangguk patuh. Dia langsung duduk di samping Nizar. Yang Tisha butuhkan hanyalah segera melahap mie miliknya. Tisha takut pingsan karena kelaparan.
"Kamu sakit, Ti?" tanya Nizar sembari menoleh dan memperhatikan wajah Tisha.
"Wajahmu terlihat merah, panik, dan----,"
"Bapak jangan lihat saya terus!" seru Tisha.
Entah kenapa jantungnya semakin berdebar saat Nizar menatapnya barusan.
Walaupun baru bangun tidur. Entah kenapa Nizar tetap terlihat gagah. Wajahnya tegas sekali, ditambah postur badannya yang juga gagah. Rambutnya yang acak-acakan semakin menambah pesonanya.
Nizar mengerutkan dahinya dengan bingung. "Kalau begitu besok ke dokter saja!"
"Tidak perlu, Pak. Tisha nggak sakit kok. Cuma lapar aja!" jawab Tisha dengan cepat sembari tersenyum nyengir.
Tisha juga tidak berani lagi menatap Nizar. Dia hanya fokus untuk menghabiskan mie miliknya.
Sedangkan Nizar yang masih bingung itu akhirnya mulai menyantap mie kuah miliknya.
"Setelah ini segera tidur. Jangan sampai kamu mengantuk esok hari!" ujar Nizar di sela makannya.
Tisha mengangguk patuh. Setiap hari tugasnya memang full. Entahlah Tisha sendiri juga tidak tahu apa job desk nya di rumah ini.
"Apa kamu tidak ingin lanjut kuliah?" tanya Nizar secara tiba-tiba.
Walaupun kali ini bicaranya dengan nada yang rendah. Namun, tetap saja pembawaan yang tegas tidak dapat hilang dari dirinya.
Akhirnya Tisha memberanikan diri menatap Nizar di sampingnya. Tisha tersenyum.
"Ingin, Pak. Akan tetapi yang paling penting saat ini adalah bekerja saja dulu!"
Nizar hanya berekspresi datar saja. Lalu ia mengangguk dan sepertinya paham dengan kesulitan yang sedang dilalui Tisha.