Tunangan Galak

Argantara dan tiga sahabatnya diam di dalam mobil menunggu sosok Alya yang kata Denis masuk ke dalam kafe bersama laki-laki lain.

Sejujurnya Argantara tidak sabaran sekali, sekaligus takut kalau apa yang dikatakan oleh temannya adalah sebuah kebenaran. Artinya Ia harus diap-siap untuk overthinking.

“Nanti kalau benar si Alya sama cowok lain, menurut kalian, gue samperin atau nggak? Gue minta penjelasan dia kali ya? Supaya gue nggak kepikiran terus,”

“Ngapain lagi, anjir? Ya udah jelas dia ninggalin lo demi cowok lain, nggak usah ditanyain apa alasannya. Bikin lo makin sakit hati aja. Udah, pokoknya nggak usah nyamperin dia, apalagi mikirin dia kalau ternyata nanti kita liat dia beneran jalan sama cowok lain, paham nggak lo?”

“Tapi gue bakal kepikiran terus, gue nggak bakal tenang, Den,”

Argantara minta pendapat, tapi giliran temannya memberikan pendapat, Ia keras kepala.

“Lo tuh bisa nggak sih jangan bego karena cinta? Karena Alya? Yang ada, kalau lo samperin dia, dan dia lagi sama cowok barunya, lo bikin keributan. Ntar ceritanya udah beda, bukan minta penjelasan lagi, bisa-bisa lo sama cowok barunya berantem, adu jotos dah itu,”

Argantara berdecak sambil mengacak rambutnya. Sekarang Ia pusing sendiri. Antara mau mendengarkan apa kata temannya atau justru mengikuti kata hatinya saja.

“Eh eh itu dia tuh! Liat buruan!”

Denis langsung berseru sambil menunjuk ke arah pintu kafe. Ada dua orang keluar dari dalam kafe. Laki-laki dan perempuan dengan—-perut yang lumayan besar. Argantara langsung tertegun sejenak.

Argantara diam membeku, menatap sepasang manusia yang sedang tertawa itu dengan mata yang kosong.

“Anjir, dia hamil ya?!”

“Sumpah tadi gue nggak sadar liat perutnya. Sekarang baru keliatan, mungkin karena posisi pas banget ya. Kita ada di depan dia yang baru keluar kafe,”

Ucapan-ucapan itu yang membuat Argantara akhirnya tersadar dari lamunan kosongnya. Ya, Argantara sempat melamun sebentar tadi. Ia tidak pikir tadi hanya halusinasinya saja melihat perut Alya membesar tak seperti ketika terakhir kali mereka bertemu.

“Tuh lo liat sendiri ‘kan. Dia udah bunting, Coy apalagi yang lo harepin dari dia? Hah?”

Satria menatap Argantara yang merasa dunianya saat ini jungkir balik. Ia masih belum paham kenapa tiba-tiba Ia melihat Alya hamil.

“Dan dia hamil sama cowok lain! Jadi lo jangan ngarep apapun lagi sama dia. Jangan, Ga!” Lanjut Satria.

“Gila, tau-tau hamil aja tuh cewek,”

“Hamil sama siapa ya? Nggak sama lo ‘kan, Ga? Sorry, gue nanya ini nggak ada maksud apa-apa ya, cuma pengen mastiin aja. Takutnya kalian udah lebih dari wajar selama pacaran,”

“Jangan sembarangan kalau ngomong. Gue nggak pernah ngapa-ngapain dia, jadi gue pastiin itu bukan anak gue. Itu anak cowok lain, bukan gue!”

Dengan tegas Argantara menjawab pertanyaan Ardan yang ada bagusnya juga bertanya supaya ada kesempatan bagi Argantara untuk menegaskan bahwa Argantara tidak pernah melakukan hal lebih bersama Alya, sehingga Argantara bisa memastikan bahwa itu bukanlah anak atau darah dagingnya.

“Iya kita percaya kok sama lo, Ga. Emang dasar itu cewek aja yang nggak bener! Pantesan dia pergi dari lo, karena dia udah dibuntingin sama cowok lain. Anjir lah, ada ya cewek kayak gitu. Siapa itu cowok? Lo kenal, Ga?” Tanya Satria.

“Gue nggak kenal dia siapa, Sat,” jawab Argantara yang masih memandang ke arah Alya bersama prianya itu yang kini sedang masuk ke dalam mobil.

“Berarti dia emang bukan jodoh lo. Harusnya lo bersyukur sih, dijauhin dari perempuan pengkhianat kayak dia. Untung aja kalian belum sampai ke jenjang pernikahan. Coba kalau udah, lo bisa gila kali ya. Saking cintanya sama dia, terus tiba-tiba dia selingkuh sampai hamil sama cowok lain,”