Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Celoteh Shasy
"Kuhempaskan tubuh dan kesal ku, ku bawa amarahku menuju alam lamunan untuk beberapa saat, yang menjadi harapan terakhirku untuk melupakan rasa ketidakadilan dan kebencian yang tiba-tiba muncul kembali, kenapa masa-masa beberapa saat yang lalu kembali muncul, rasa sakit rasa pengharapan yang tidak pernah mendapatkan, rasa yang pernah memiliki namun tidak pernah mendapatkan perlindungan sama sekali,"
"Apakah aku dendam? Ini bukan dendam! Tetapi aku teramat mencintainya hingga menjadi titik balik dalam hidupku,"
Tok..tok..tok ..
"Lin... Lintang, bangun nak! kamu kenapa pulang pulang kok langsung masuk kamar ada masalah apa? Ceritakan mungkin ibu bisa sedikit membantumu!" Ibuku yang sudah masuk ke kamarku tentu saja mendapati diriku bukan seperti hal yang biasa yang terjadi padaku.
"Oh Bu... Maaf saya hanya sedikit pusing, mungkin capek, sekarang sudah fresh lagi kok!" Jawabku sambil duduk dan merapikan rambut panjangku, kuusap kasar mukaku agar sedikit tidak terbaca rasa gusar ini oleh ibuku.
"Pergilah mandi, bersihkan tubuhmu lalu segera sholat! Mumpung belum terlambat." Ibuku duduk di sampingku dan berbicara dengan pelan dan lembut.
Kata-kata ibuku yang lembut sungguh membuat diriku malu sendiri, nyatanya aku tetap saja bukan siapa-siapa, dan selalu saja membutuhkan orang-orang terdekat di sampingku, seperti ayah dan ibuku.
"Apakah kamu ada masalah dengan nak Dian? Kalian datang bersama namun kamu tinggalkan begitu saja, mandi saja dulu, setelah itu kita duduk bersama dan saling bercerita."
"Shasy dimana Bu?" Ku coba mengalihkan pembicaraan dengan alasan menanyakan keberadaan Shasy.
"Di depan dengan ayah. Ayo kami menunggumu" Setelah ibuku berlalu buru-buru aku menuju kamar mandi, membersihkan diriku dan mengambil air wudhu, lalu kembali kulakukan doa sujud ku kepada Sang Khaliq yang selama ini telah memberikan nikmat dan kemurahan yang kudapatkan saat ini.
Dari balik kamar yang hanya terbatas korden, suara putriku yang sedang asyik bercerita pengalamannya dengan teman baru saat bermain di wahana Playground, apalagi ayahku menimpalinya dengan beberapa pertanyaan, ini yang semakin membuatnya semangat bercerita, tawa riangnya membuat rasa syukurku semakin berlipat kebahagiaan yang sudah aku rasakan, walaupun terasa pincang namun aku selalu bersyukur.
"Om dokter, katanya mau jemput Shasy sekolah kek, Shasy boleh panggil Om papa loh! Soalnya kalau panggil om dokter itu salah, kek!" Kali ini ucapan Shasy mampu membuat membuatku tersedak batuk ketika minum air putih.
Ibu yang semula asyik memetik sayuran untuk besok, sesaat berhenti lalu menatapku dengan sejuta tanya, tapi tidak dengan ayah yang masih saja santai menikmati cerita dari Shasy.
"Wah... Jadi kakek nggak usah jemput sekolah nih?"
"Kan kakek bisa gantian jemputnya, he he he," Putri ku yang cerdas tentu saja tidak mau kalah debat dengan kakeknya, membuatku geleng kepala ku lirik ibuku menimpalinya dengan senyum.
"iya iya.... Sekarang shasy bobo gih biar besok bangunnya tidak telat, biar bisa ikut kakek keliling kampung naik sepeda!" Rupanya ayahku mengetahui kegugupan yang aku alami, dan mengalihkan pembicaraan untuk Shasy.
"Shasy mau cuci tangan sama kaki dulu kek, lalu berdoa biar tidak mimpi buruk!" Putriku memang mempunyai kebiasaan dari dulu, sebelum tidur adalah kewajiban untuk melakukan cuci tangan dan kaki.
Beberapa puluh menit suasana di dalam ruangan sangat sepi kecuali suara burung kenari miliki ayah yang asyik berkicau, sedikit mengalihkan kesunyian.
Waktuku yang luang aku gunakan untuk membuka laptop milik Ratih yang sengaja ia tinggalkan untuk ku pakai sebagai sarana untuk menyimpan segala data desain.
"Lintang.... Shasy gadis cilik yang cerdas, kelak kamu harus mampu memilih pasangan yang bisa menyayangi kalian, bukan memanfaatkan kalian lagi!" Pelan suara ayah tiba-tiba melontarkan sebuah kata-kata tentan pasangan padaku.
Perlahan ku geser tempat dudukku, lalu aku berjalan menuju kamarku mengintip Shasy, untuk memastikan bahwa putriku sudah benar-benar tertidur, yang ternyata sudah tertidur pulas, karena tidak mungkin pembicaraanku dengan ayah dan ibu terdengar oleh Shasy, dan Ibu juga kembali ketempat semula dengan membawa makanan ringan.
Aku kembali lagi duduk di antara ayah dan ibu, perlahan juga aku balas ucapan ayah agar tidak terjadi kesalahpahaman antara aku dan mas Dian, andaikan pembicaraan mengarah kesana. Itu adalah yang sebenarnya, aku dengan mas Dian hanya sebatas teman dan kebetulan dia adalah calon saudara ipar Ratih.
"Ayah, untuk saat ini saya hanya fokus pada pekerjaan dan pertumbuhan Shasy saja,
kehidupan saya dengan mas Iwan, benar-benar membuat trauma dan saya tidak ingin hal itu kembali terjadi pada Shasy, yah!"
"Sampai saat ini sebenarnya, ayah dan ibu menunggu itikad baik Iwan dan keluarganya setidaknya meminta maaf atas segala perlakuannya pada kalian, mereka sungguh-sungguh keterlaluan," gumam ayahku dengan nada yang menahan kemarahannya.
"Iwan suamimu itu memang keterlaluan, dia jadi laki laki sungguh tidak gentle sama sekali, yang aku herankan disini kenapa dia terlalu tega dengan anak kandungnya sendiri, oh...!" Rasa geram ayah sepertinya kembali muncul hingga rona wajahnya menyiratkan kemarahan yang sulit surut.
Ucapan ayah mengingatkanku kembali akan pertemuan yang tidak aku sengaja dengan Yessi, gadis cantik yang tidak ada sopan sopannya padaku, dari sejak aku menjadi menantu Bu Lestari hingga sekarang, ketika ikatan pernikahanku dengan mas Iwan usai, bahkan dalam setiap pertemuan yang tidak kami sengaja dia selalu memercikan kebencian padaku
"Sudahlah yah... Kalau kita ngomongin itu tidak akan ada habisnya," ibu menimpalinya seolah tidak setuju dengan ucapan ayahku.
"Ayah, saya juga minta maaf! Alangkah baiknya tidak pernah menceritakan sesuatu tentang saya kepada dokter Dian, saya sama sekali tidak siap yah, memang selama ini dokter Dian selalu berbuat baik pada kita, tapi untuk melangkah lebih saya belum siap, ayah,"
"Ayah tau, tapi nak Dian sepertinya menaruh hati padamu, Lintang!" Ayahku tetap saja bersikukuh memberikan pendapatnya padaku.
Di saat kami sedang asyik berbincang dengan pendapat masing-masing, tiba-tiba ponselku berbunyi dan tidak biasanya ada telpon disaat malam begini pada waktu menjelang tidur.
Tertera sebuah nomor yang tidak asing bagiku, walaupun nama tidak tersimpan namun nomor itu masih kuingat di luar kepala.
"Mas iwan...!" Tenggorokanku terasa tercekat ketika menyebut nama itu. Hari ini adalah kali kedua dia mengirim short message padaku.
Antara bertanya-tanya dan merasa aneh dengan situasi seperti ini, ada apa? Batinku terlalu sibuk dengan pertanyaanku sendiri.
Ku letakkan kembali
Ponselku di atas nakas tanpa kubaca isi message itu, pengalaman siang tadi memberikan rasa tidak nyaman.
"Loh kok nggak di jawab to? Kenapa?" Ayahku dengan santai bertanya sambil menyulutkan sebatang rokok.
"Mungkin salah sambung yah, saya mau ke kamar dulu ibu, sudah malam ibu dan ayah sebaiknya segera istirahat."
Tidak menunggu jawaban, aku segera membereskan laptop dan beberapa kertas di atas meja, dan berlalu masuk kamar.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
mohon dukungan like, komen membangun dan anu 🤣
Salam Sayang Selalu, Sehat always by RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya