Jandaku, I Love You
"Mama....sakit!" Teriak Ayu Nimashasy putri semata wayangku, yang masih berusia belum genap empat tahun itu, ia berlari dan ku Songsong dengan pelukanku.
Aku mengusap dadaku yang sesak, air mataku sudah kering hingga tidak mampu lagi untuk sekedar mengeluarkan setetes air mata.
"Mama, Shasy mau makan ayam goreng ma, mau ma..." Tangis putriku semakin menyesakkan hatiku.
Kejadian seperti ini selalu saja menimpa putriku, gajiku yang bekerja di sebuah mini market bahkan tidak cukup hanya membelikan sebungkus es krim.
Nelangsa, begitu berat masa kecil yang harus putriku alami. Sering ku bujuk keinginannya dengan tipuan halus untuk tidak minta jajan, ataupun mainan yang mahal karena sebagian gajiku untuk membayar tagihan listrik, dan kebutuhan bahan pokok keseharian kami.
"Ibu, berikan sedikit saja ayam goreng itu Bu! Saya akan menyeterika baju baju itu dan pekerjaan apapun akan saya lakukan, saya mohon ibu." Ku coba membuka mata hati ibu mertuaku yang selalu kejam terhadap putriku, cucu dari putra darah dagingnya sendiri.
"Mau ayam goreng ya! Makanya jadi wanita itu yang pinter, bukan jadi benalu! Bisanya hanya minta, bekerjapun lembek gaji tak seberapa, apa saja coba yang kamu kerjakan dari pagi hingga sore ini, huh?" Bentak ibu mertuaku dengan serentetan kata-katanya yang sangat menyakitkan telingaku. Hari ini Minggu tentu saja aku libur, dan waktu aku gunakan untuk membersihkan rumah, mencuci dan memasak serta aku sisipkan sedikit waktu untuk Shasy.
"Maaf ibu, dari pagi dan setiap hari saya melakukan seluruh pekerjaan rumah, pukul delapan saya harus berangkat kerja pulang sore, saya tidak menganggur ibu, saya mohon kasihanilah putri saya, dan dia juga cucu ibu kan?" Jawabku pelan sambil tetap memeluk shasy yang mulai ketakutan dengan suara lantang ibu mertuaku.
"Nah kan..! Baru juga segitu sudah merasa wah saja kamu jadi mantu ya? Dasar mantu tidak tau malu, harusnya Iwan segera menceraikan mu dan tidak menunda lebih lama lagi seperti ini." Teriak ibu mertuaku tidak mau kalah dengan ucapanku.
"Sudah-sudah Bu, jangan ribut terus sama wanita tidak berguna ini, nah ambil! semua milik mu! dan ingat, jangan sekalipun membawa barang berharga milik kami, lekas pergi sebelum kesabaran ku habis!" Teriak lantang Yessi sambil melemparkan bungkusan kantong plastik berisi kain selendang yang ku bawa dari rumah saat baru saja aku resmi menjadi istri sah Iwan, suamiku.
"Yessi, apa maksudmu?" Tanyaku tidak mengerti dengan maksud Yessi melempar kantong plastik itu ke tanah.
Belum juga aku dapat jawaban dari setiap pertanyaan dan ulah Yessi serta ibu mertuaku, sebuah mobil Alphard hitam berhenti di depan halaman.
Turunlah Iwan dari balik kemudi dan menuju pintu di seberang dengan jalan memutar.
"Mbak Rahma...!" Desis suaraku dalam sebuah tanya, Rahma zalisa sahabat serta rekan kerja suamiku yang selalu ia ceritakan dengan kebanggaannya dalam membantu beberapa projects dan deal karena dengan adanya tangan dingin mbak Rahma yang membantu tanpa pamrih dalam menyelesaikan projects yang mereka selesaikan setahun belakangan ini.
"Ibu, saya pulang ada apa ini Bu kenapa berantakan begini?" Tanya Iwan datar tanpa sedikitpun ia menoleh kepadaku, bahkan kepada Nimashasy putrinya sendiri.
"Oh...itu istrimu yang tidak berguna berulah lagi, semakin kesini ibu kok semakin malas ya Wan! Kapan kamu bisa membahagiakan ibu dengan kehadiran cucu laki laki, bukan perempuan yang cengeng seperti dia!" Jadi telunjuk ibu mertuaku mengarah kepada Shasy, ku rangkul putriku rasa sakit ini terlalu sesak.
"Mama, nenek kenapa jahat kepada kita? Mama jangan nangis, Shasy janji nggak minta ayam lagi, ma." Astaghfirullah.... Berat nian cobaan ini, semakin erat ku peluk putriku, ku rasakan degup jantungnya kencang karena rasa takut yang ia alami.
"Tenang ibu, ini Rahma dia sedang hamil dan menurut hasil USG janin yang ia kandung adalah laki laki, Bu." Suara suamiku bagaikan petir yang siap menghanguskan tubuh mangsanya sewaktu waktu.
"Mas..! Aku tidak salah dengarkan?" Tanyaku memperjelas ucapan yang baru saja aku dengar dari mulut Suamiku. Jelas ku perjelas kembali, karena aku istri sah mas Iwan.
"Lintang, dengar ya... Minggu depan adalah acara resepsi pernikahan kami, dan mau tidak mau kamu harus aku ceraikan dengan talak tiga hari ini juga!"
Duarr ......
Ya Allah sebegini beratnya kah cobaan yang harus hamba alami, dosa apa yang pernah hamba lakukan, ya Allah.
"Mas! Apa maksudmu mas?" Jeritku lantang, putriku menangis menjerit seakan ia juga ikut merasakan sesak yang aku alami.
"Sudahlah mas, jangan lama lama biarkan saja dia menentukan kemauannya, aku capek sayang, aku mau istirahat dan ibu ini hadiah buat ibu, terimalah." Rahma Azhari dengan luwesnya memberikan kemanisannya dalam bertutur kata kepada ibu mertuaku.
"Ayuk sayang! Hati-hati jalannya kamu mau minum apa? Biar ibu yang mengambilkan." Kata-kata mas Iwan sungguh terlalu terdengar di telingaku, sedangkan putrinya dengan mata yang masih basah dan menahan lapar menyaksikan semua adegan yang merek persembahkan.
"Hei... Sudah pergi saja! Masih menunggu apa lagi, huh?" Ibu mertuaku bahkan dengan lantang mengusir diriku di hadapan calon mantu dan adik mas Iwan yang sejak tadi hanya duduk sambil memainkan ponselnya.
"Sayang... Putri Mama sayang... tunggu disini sebentar mama masuk kedalam mengambil sesuatu untuk kita, setelah itu kita pergi ke rumah nenek sama kakek di kampung ya nak!" Bisik ku pelan agar tidak terdengar oleh mereka, Air mataku sulit untuk ku bendung, mengalir lolos begitu saja.
"Ia ma, mama kalau masuk kedalam hati-hati, jangan sampai Oma memukul mama." Memasuki usia ketiga usia anak ku namun pemikiran lebih menjaga keadaan ku yang rapuh, walaupun sebenarnya dia sendiri masih sesenggukan menahan tangis dan ketakutan.
"Heh.... Mau ambil apa kamu hah, awas jangan sampai kamu mengambil milik kami, pembelian Iwan anakku." Teriak ibu mertuaku jelas aku dengar.
"Maaf ibu, walaupun saya miskin tapi saya tidak pernah di ajarkan mengambil sesuatu yang bukan milik kami." Kakiku tergesa-gesa masuk kedalam ruangan dan menuju kamarku, mengambil tas butut milikku dan beberapa baju Nimashasy. Sisa uang tabunganku hasil menyisihkan sebagian gajiku yang tidak seberapa aku masukkan kedalam saku celana, dan sebuah HP satu-satunya barang berharga yang aku miliki.
"Sakit Oma, jangan huaahhhh...." Lariku buru-buru ketika mendengar Nimashasy menjerit dan menangis kesakitan.
"Ibu! hentikan..jangan siksa putriku, kalian tidak berhak atas dirinya, " teriakku tidak kalah lantangnya.
Ku hampiri putriku dengan lengan yang membiru karena bekas cubitan dari ibu mertuaku.
"Mas! apa kamu hanya diam saja ketika melihat putrimu tersakiti begini, ya Allah anakku," rasa sakit itu menjalar di sekujur tubuhku. Ketika menyaksikan putriku meringkuk ketakutan.
"Sudah...sudah segara pergi saja kenapa sih? Ribet amat hidupmu Lintang!" Ku dengar suara Yessi yang dengan santainya mengusir ku untuk kesekian kalinya.
"Papa.. Shasy mau papa..." Tangis Nimashasy putriku kembali menyayat hati, namun mas Iwan seolah tuli dan enggan menanggapi tangisan putri darah dagingnya sendiri.
"Sayang.. Shasy sama mama yah, kita kerumah nenek nanti makan ayam sama beli es krim kesukaan Shasy," bisikku lembut ke telinganya.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
hii apa kabar pemirsa, hadir kembali rhuji dengan karya retcheh, semoga berkenan dan membaca hingga akhir polemik keluarga ini 😘
Salam Sayang Selalu 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
p 41 d
ikutan ngintip🙏🙏🙏
2023-12-29
0
ㅤKᵝ⃟ᴸRaisya𝐙⃝🦜
ya Allah nyesek, semoga kalian kena karma🔥🔥🔥🔥🔥
2023-09-26
1
𝐙⃝🦜ᴹᴿˢ᭄🎀ₐₙᵢₜₐ🆁🅰🅹🅰❀∂я🤎
awal mulai bc dah bikin hati ngilu nyesek banget 😭😭😭semoga hanya ada di dunia novel aja gk ada di dunia real
begitu tega y mertua n ayah y sendiri membiarkan anak y kelaparan hanya ingin ayam goreng
roda kehidupan trus berputar entah apa yg akan jadi pd Iwan n ibu y selanjutnya y😤
2023-09-02
1