Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23.
Jeni tertegun tak bisa menjawab, sampai akhirnya Adam memutuskan pergi dari hadapan Jeni.
"Ah, satu lagi." Adam berbalik. "Rumah yang kita tempati itu, Abang hadiahkan untukmu, Jen. Sebagai rasa terima kasih sudah menemani Abang selama ini, walau akhirnya harus begini ... tapi setidaknya rumah itu lebih layak untuk kamu dan orang tuamu tinggali. Pulanglah, Abang sudah mengambil semua barang Abang dari sana."
"A- apa, Bang? Abang berikan rumah itu buat aku dan orang tuaku, lalu Abang mau tinggal di mana?"
Adam menunduk dan kembali menatap Jeni dalam. "Abang akan pergi jauh, dan mungkin akan lama tidak bertemu kamu lagi. Selamat tinggal, semoga kamu bahagia dengan kehidupan yang kamu inginkan. Tanpa Abang ...." Adam tersenyum manis untuk yang terakhir kali dan memutar tubuhnya kembali menapaki jalan yang sebelumnya dia lalui.
"Abang!" seru Jeni masih tak percaya akan semua yang di alaminya secara mendadak itu.
Tapi Adam tak bergeming dan terus saja melanjutkan langkahnya menuju sebuah mobil yang sudah terparkir menunggunya di sana.
"Silahkan, Tuan muda." Seorang pengawal memakai jas hitam dan kacamata hitam lengkap membukakan pintu mobil untuk Adam.
"Terima kasih," sahut Adam sembari memasuki mobil.
Dia masih bisa melihat bagaimana Jeni terbelalak melihat ke arah mobilnya.
"Semoga kamu bahagia di masa depan, Jen." lirih Adam sesaat sebelum mobil melaju membawanya menjauh dari tempat itu.
Sementara Jeni.
"Hah? Bang Adam kok masuk mobil? apa itu taksi online? Ah, tapi kan Bang Adam nggak punya hape bagus gimana mau pesen taksi online pake hape jadulnya itu? Terus itu mobil siapa? Apa selama ini Bang Adam diem-diem jadi simpanan sugar Momy?"
Jeni terus menerka-nerka di bawah pohon rindang itu, tanpa sadar kalau di dalam salah satu mobil yang terparkir di belakangnya sepasang mata tengah menatap bengis padanya.
"Semua ini baru di mulai, gundik sial*n! akan ada lebih banyak kejutan lagi menunggu kamu ke depannya. Bersiaplah," desis orang di balik kemudi itu dalam tatap yang misterius.
****
Sementara itu Sarah mulai kembali aktif di perusahaan orang tuanya, tanpa sepengetahuan Bima dia mengambil alih semua kepemimpinan dan membuat perusahaan itu menjadi atas namanya dengan titah dari ayahnya.
"Dady tau kamu akan bisa memimpin perusahaan ini lebih baik lagi, Sweetie." Tuan Bryan menepuk pelan pundak Sarah dan merangkulnya penuh kasih sayang.
"Yah, Dad. Doakan Sarah agar tidak mengecewakan Dady dan Momy," ujar Sarah bermanja di pelukan ayahnya.
"Sure, babe. Kamu anak Momy, tentu saja kamu akan bisa memimpin perusahaan ini dengan baik. Ingatlah, darah Momy mengalir di nadimu, kamu mewarisi semua kemampuan Momy kau tau, Sayang?" Nyonya Ellen mengelus pipi Sarah dengan tatapan bangga.
Pada akhirnya mereka berhasil membuka mata Sarah dan membuatnya mau menerima semua warisan mereka termasuk perusahaan raksasa yang selama ini di pimpin Bima. Sekarang, semua kepemimpinan itu sudah beralih atas nama Sarah.
"Lalu kapan kamu akan berpisah dari si cecunguk itu, babe?" tanya Tuan Bryan lagi.
Sarah beranjak dari pelukan ayahnya dan meneguk segelas air di atas meja.
"Entahlah, Dad. Sarah masih memikirkannya,"
Nyonya Ellen menekuk wajahnya tak suka. "Bagaimana bisa kamu masih memikirkannya, Nak? Sedangkan di luaran sana saja bukan hanya satu tapi banyak wanita sudah di kencaninya. Dan tak cukup sampai di sana dia bahkan sudah korupsi dana perusahaan entah untuk apa, sedangkan kamu bilang kalau dia bahkan tak pernah memberi nafkah yang layak untuk kamu selama pernikahan kalian. Lalu apa yang membuatmu berat berpisah dengan lelaki seperti itu?"
Sarah tergelak mendengar ocehan ibunya. "Oh, Momy ku sayang. Tenanglah, bukan itu alasan Sarah belum menggugat cerai lelaki itu. Tapi Momy dan Dady pasti tau kan kalau dia pasti tak akan membuat semua ini menjadi mudah?"
"Yah, kau benar Sayang. Tentu si cecunguk itu akan membuat prosesnya menjadi sulit mengingat apa yang di incarnya tak bisa dia miliki. Dady yakin dia akan menggunakan seribu satu cara untuk membuat kamu kembali bertekuk lutut padanya seperti dulu. Hah, mengingatnya membuat Dady menjadi ingin mencabik wajahnya," gerutu Tuan Bryan sembari mengusap wajahnya kesal
"Lalu apa rencanamu untuk mengatasinya, Sweetie?" tanya Nyonya Ellen pada Sarah.
Sarah tersenyum kecil. "Entahlah, Mom. Sarah masih memikirkan jalan terbaiknya, agar saat Sarah menggugatnya laki-laki itu tidak bisa berkutik untuk mendebatnya. Sarah hanya ingin semuanya lancar tanpa ada kendala," tukas Sarah.
Nyonya Ellen beralih menatap suaminya. "Dad, apa kau bisa membantu putri kita?"
Tuan Bryan tampak berpikir sejenak dan kemudian menjentikkan jarinya dengan mata berbinar.
" Ya, ada satu orang yang pasti akan bisa membantu Sarah."
"Benarkah? Siapa dia, Dad?" seru Sarah senang.
"Yes, Dad. Katakan, siapa dia? Apa kami mengenalnya?" cecar nyonya Ellen pula.
Tuan Bryan menatap mereka bergantian. "Yah, Dady rasa kalian masih akan mengenalinya. Dia teman kecil Sarah."
****
Sementara itu di hotel tempat Bima terlantar.
"Hah, dasar perempuan! Semuanya sama saja, di otaknya cuma ada uang, harta, uang, harta. Tcih, dasar matre!" gerutu Bima sembari membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk hotel bintang empat itu.
Bima berguling dan mulai merasa perutnya kelaparan.
Krucuukkkk
Bunyi perut Bima terdengar menggelegar.
"Ah, lapar. Tapi mau pesan makanan di hotel ini, porsinya terlalu kecil kayak ngasih makan bayi. Duh, jadi keinget nasi goreng yang kemarin di beliin Sarah. Tapi ... gimana pesennya ya?" gumam Bima seorang diri.
Merasa bosan, Bima mulai mengotak Atik ponselnya dan membuka aplikasi pemesanan makanan.
Lalu matanya tertuju pada satu nama gerai yang sepertinya sedang naik daun, dengan rating bintang 5.
"Gerai Adam," gumam Bima membaca nama gerai tersebut.
Dahinya mengernyit heran. "Bukannya ini nama tukang nasi goreng yang di bawa Sarah ke rumah tempo hari? Apa ini orang yang sama ya dengan yang dia belikan aku nasi goreng itu?"
Jari jemari Bima lincah menelusuri setiap menu makanan yang di jual gerai itu, dan semakin yakin kalau itulah gerai tempat Sarah membelikannya nasi goreng tempo hari.
"Wah iya bener nih, wah gila baru masuk gopud beberapa hari tapi udah langsung top begini. Mana bintang lima dan semua ulasannya bagus lagi. Hebat banget ya itu orang ternyata," gumam Bima sembari bangkit dari posisi berbaringnya.
"Ah, bodoamat lah! Aku laper, langsung pesen ajalah biar cepet!" Bima lekas menekan tombol pesan di layar ponselnya dan tak lama sebuah akun ojol sudah mengambil pesanannya.
"Ditunggu ya, Pak." pesan si ojol di aplikasi.
Bima mengabaikannya karna sebuah telepon dari sekretarisnya di kantor masuk ke ponselnya.
"Halo?" sapa Bima datar.
"Halo, Pak Bima? Pak gawat Pak!" seru sekretaris itu dengan nada panik.