"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Anak Kembar
Kirana terus memandangi wajah Anin yang terlelap.
"Sha, pulanglah dulu. Biar Mbak yang jaga Anin,"
"Iya, Mbak. Apa ada pesan mau dibawakan sesuatu?"
"Baju dan boneka kesayangan Anin,"
"Ada lagi?"
"Udah itu saja dulu," jawab Kirana. "Oh ya Sha, tadi kenapa Anin sampai tertabrak motor lain di taman kota?"
Aisha pun menjawab jika Anin yang beberapa hari ini sedang sakit di rumah kontrakan mereka, merasa bosan. Anin pengin jalan-jalan ke taman kota. Dikarenakan kesibukan mencari uang, sudah lama Kirana tak pernah mengajak Anin jalan-jalan.
Aisha yang tak tega, akhirnya membonceng Anin untuk pergi ke taman kota.
"Waktu aku belikan jajan buat Anin, tiba-tiba dia jalan ke arah pintu keluar taman."
"Kenapa?"
"Aku kurang tau, Mbak. Waktu aku panggil, Anin malah berlari cepat kayak ngejar sesuatu. Terus, Anin malah kena tabrak motor depan taman kota."
"Anin ngejar apa ya?" batin Kirana bertanya-tanya.
"Mbak gak balik kerja lagi?"
"Aku udah izin sama bos kalau Anin masuk rumah sakit. Tapi, besok Mbak harus tetap masuk kerja."
"Oh ya Mbak, Bu Catur datang lagi ke rumah buat nagih uang kontrakan. Dia datang pas aku mau berangkat ke taman kota sama Anin. Gimana Mbak?"
Masalah uang kembali menghimpit Kirana.
Belum selesai urusan pembayaran rumah sakit Anin, kini Kirana dihadapkan oleh masalah tunggakan kontrakan yang sudah tiga bulan belum dibayarkannya.
"Nanti biar Mbak urus ke Bu Catur. Kamu gak perlu banyak mikir soal ini. Biar jadi urusan mbak saja,"
"Apa Aisha kerja saja buat bantu-bantu keuangan Mbak Kirana?"
"Jangan, Sha. Nanti kalau kamu kerja, siapa yang jagain Anin?" tolak Kirana.
Aisha menghela nafas beratnya. Ia merasa bersalah karena tak bisa membantu banyak sang kakak soal keuangan hidup mereka.
"Kamu tau sendiri kalau Anin gak mudah dekat sama orang. Mbak juga khawatir Anin malah tantrum atau orang yang jagain dia nanti gak amanah. Mbak takut Anin malah tambah sakit," tutur Kirana dengan nada suara terdengar frustasi bercampur kecemasan.
☘️☘️
Jam menunjukkan pukul sembilan malam, Kirana belum mampu memejamkan matanya walau sedetik pun sepanjang hari ini. Banyak hal pelik yang bergemuruh di hatinya.
Seketika Kirana mendadak rindu pada pria yang hingga kini masih berstatus sebagai suaminya serta buah hatinya yang lain yakni saudara kembar Anin.
"Apa kalian berdua hidup bahagia di Jakarta bersama Hana?" batin Kirana berbalut sendu dan rindu.
"Maafkan mama, Nak. Mama punya banyak dosa sama kamu. Mama hanya memberi A S I untuk Anin, tapi kamu tidak. Mama tak bisa peluk dan beri kasih sayang seutuhnya buatmu. Hiks..." lanjut Kirana di hatinya.
"Semoga papamu dan Hana bisa memberikan yang terbaik buatmu, Nak."
Kirana menyeka air matanya yang tanpa permisi menetes di pipinya.
Setelah itu, perlahan Kirana mendekatkan wajahnya ke arah Anin yang sedang terlelap di atas ranjang rumah sakit. Kirana dalam posisi duduk di kursi samping ranjang Anin.
Telapak tangannya mengelus lembut dahi hingga pipi Anin yang tampak lebih kurus dari sebelumnya.
"Maafkan mama, Sayang. Gara-gara mama, Anin jadi jauh dari papa dan abang. Kalau saja mama tau kamu sakit, lebih baik Anin saja yang ikut papa. Maaf mama udah bikin Anin menderita seperti ini," batin Kirana terisak pilu.
Sungguh, Kirana sangat menyesal karena telah membawa Anin bersamanya.
Enam tahun yang lalu setelah dia melahirkan si kembar yang berjenis kela_min berbeda, Kirana memutuskan membawa Anin.
Kirana pernah teringat akan ucapan Aldo kala mereka berdua pulang dari pemeriksaan kandungan atas kehamilan palsunya kala itu.
☘️☘️
Saat Kirana sedang melakoni kehamilan palsunya.
Hari itu jadwal pemeriksaan kandungan Kirana. Aldo yang menemani istri keduanya tersebut pergi ke dokter kandungan.
Awalnya Hana ingin ikut, namun Kirana menolak. Dengan alasan ingin berdua saja bersama Aldo saat pemeriksaan. Alhasil Hana menunggu di rumah.
Tentu saja klinik dokter kandungan yang Kirana dan Aldo datangi sudah disusun sedemikian rupa oleh Purba. Klinik kandungan tersebut cukup ternama. Tujuannya agar Aldo tak curiga.
Namun, Purba telah menyuap dokter dan perawat di sana agar mau bekerjasama. Kebetulan dokter kandungan tersebut cukup mengenal Purba dan keluarga pria itu.
Semua rencana periksa kandungan palsu Kirana berhasil dan aman. Aldo pulang bersama Kirana dari klinik tanpa menaruh rasa curiga.
Aldo tak melakukan pengecekan jenis kela_min bayi karena permintaan Kirana. Istri keduanya itu mengatakan jika ingin surprise atau kejutan. Apapun jenis kela_min bayinya nanti. Aldo mengiyakan tanpa banyak protes.
"Kamu seneng gak dengan kehamilanku ini, Al?" tanya Kirana yang saat ini keduanya berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Aldo.
"Tentu saja senang," jawab Aldo singkat tanpa ekspresi.
"Kamu penginnya anak kita cowok apa cewek?"
"Tadi aku minta kamu periksa jenis kela_minnya, enggak mau. Tapi, sekarang kenapa tanya pengin anak cowok atau cewek?"
"Tetep aku mau nya kejutan saja pas lahiran. Cuma sekarang aku pengin tau saja keinginanmu apa?"
"Cowok," jawab Aldo singkat.
"Kenapa cowok?"
"Gak punya alasan khusus, cuma pengin saja."
"Apa kalau cowok, nanti anak kita mau kamu jadikan tentara kayak papamu?" tanya Kirana didera penasaran dengan karakter Aldo.
"Enggak. Aku gak pernah maksa anak-anak kelak harus jadi apa. Terserah mereka saja selama hal itu baik dan positif," jawab Aldo lugas.
Kirana seakan terhipnotis oleh ucapan Aldo barusan. Ia terus menatap wajah Aldo yang sedang fokus menyetir.
"Kalau dilihat-lihat, dia ganteng juga. Kelihatan gagah dan punya wibawa. Tapi kenapa ya ibunya kok jadi pela_kor? Terus nikahnya sama Hana yang cacat pula. Padahal aku yakin banyak wanita di luar sana yang suka sama dia. Apa dia cuma kasihan sama Hana?" batin Kirana.
Berdasar atas ucapan Aldo tersebut, Kirana memilih untuk membawa bayi perempuannya.
Kirana ingin memberikan sesuatu yang didambakan oleh Aldo, pria yang diam-diam namanya sudah bersemayam cinta di hati Kirana, sebelum dirinya pergi menjauh.
Namun keputusannya tersebut sekarang menyisakan penyesalan mendalam bagi Kirana.
Setahun yang lalu, Kirana baru mengetahui jika Anindita Khalifa menderita penyakit kanker otak stadium dua. Di mana penyakit ini sangat serius dan mengancam nyawa putrinya kapan saja.
Bersambung...
🍁🍁🍁
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo