Niat Savana memberikan kejutan untuk tunangannya, malah membuat dirinya yang dikejutkan saat mendapatkan fakta kekasihnya berselingkuh dengan wanita lain. Kecewa, patah hati, Savana melampiaskannya dengan pergi ke club malam.
Entah apa yang terjadi, keesokan harinya ia mendapati dirinya berada diatas ranjang yang sama dengan seorang pria tampan. Pria yang mampu memikatnya dengan sejuta pesona, meski berusia jauh lebih tua darinya. Lambat laun Savana jatuh cinta padanya.
Javier Sanderix namanya dan ternyata ia adalah ayah dari sahabat karibnya Elena Sanderix. Tak peduli hubungan diantara mereka, Savana bertekad akan mendapatkan Xavier dan kekonyolannya pun dimulai, perbedaan usia tak jadi masalah!
Akankah Savana berhasil menjerat si om yang sudah membuatnya terpesona? Ataukah hanya patah hati yang akan ia rasakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Genggaman tangan
...🍁🍁🍁...
Savana begitu kaku saat ia mencoba mempraktekkan apa yang di tontonnya tadi bersama Elena dan Alexa, yaitu sebuah ciuman bergairah. Tapi Javier sama sekali tidak membalas pagutan bibir Savana itu, ia menutup bibirnya rapat-rapat.
Kening Javier berkerut, dalam hati ia bertanya-tanya ada apa dengan Savana. Kenapa gadis itu menyerangnya?
Javier pun mengurai ciuman itu lebih dulu, terlihat sedikit bibirnya yang basah karena lidah Savana yang mencoba menerobos masuk. Ditatapnya wanita itu dengan cemas.
"Little girl, apa kau mabuk?" tanya Javier. Ia teringat dengan kejadian saat Savana mabuk, itulah pertemuan pertama mereka di club' malam.
"Aku...aku...aku tidak..." Savana terlihat linglung setelah ia berinisiatif mencium Javier.
Astaga! Pasti sekarang, om menyangka diriku sebagai wanita murahan bukan?
"Sebaiknya kau tidur di kamar yang terpisah dari Elena dan Alexa. Ah ya...aku akan bawakan obat dan minuman untukmu."
"Om...aku--"
Belum sempat Savana menyelesaikan ucapannya, Javier sudah pergi ke dapur untuk mengambil obat dan juga ia akan membuatkan minuman untuk Savana yang demam.
Di dapur sana Javier terlihat gelisah, sebab ada yang bangun dibawah sana. Ia buru-buru pergi karena takut Savana tau tentang ini. Entah kenapa jiwa lelakinya keluar begitu cepat dalam hitungan detik ketika berada di dekat Savana. Berbeda saat ia dekat dengan wanita lain, tidak ada rasa seperti ini.
"Oh shitt!! Junior kau bisa diam dulu kan? Kau bisa sabar kan? Tunggu sampai sah!" seru Javier pada bagian bawah tubuhnya yang menegang dibalik celana boxernya. Memang sudah kebiasaan Javier jika ia mau tidur, ia selalu mengenakan celana boxer dan kaos oblong.
Tampilan yang sangat berbeda ketika ia pergi keluar rumah dan selalu tampak maskulin, juga memukau. Di rumah ia adalah pribadi yang santai dan tidak terlalu mempedulikan penampilan.
Malam itu setelah Savana minum obat dan minum teh hangat yang di seduh khusus oleh Javier. Pria itu meminta Savana untuk pergi tidur di kamar tamu yang ada di lantai bawah, karena kamar itu lebih nyaman untuknya, tapi Savana menolak.
"Tidak apa-apa om, aku tidur dengan Elena dan Alexa saja." gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Menurut saja Savana," ujar Javier.
"Aku sungguh tidak apa-apa om, aku akan langsung tidur."
"Kau tidak akan nyaman tidur bertiga dengan mereka berdua. Kau sedang sakit, lebih baik tidur di kamar bawah ya?" bujuk Javier yang cemas dengan keadaan Savana.
"Tapi--"
"Savana! Kau dimana?" teriak Elena di sertai suara langkah kaki menuruni tangga. Elena mencari-cari keberadaan sahabatnya itu.
Savana panik, ia refleks langsung mendorong Javier yang saat itu tubuhnya berdekatan dengannya. Javier terjengkang dengan bokong yang mendarat lebih dulu. "Aw... Savana, apa yang kau lakukan? Hiss..."
"Ma-maaf." bisik Savana seraya mengatupkan kedua tangannya dan memohon maaf.
"Eh...Vana, Daddy?" sapa Elena pada ayah dan sahabatnya itu. "Kalian sedang apa di ruang tengah berduaan?" Pertanyaan Elena yang satu ini sontak saja membuat bulu kuduk Savana meremang. Sementara Javier terlihat tenang dan segera beranjak dari lantai sambil memegang bokongnya.
"Daddy melihat dia terluka, jadi Daddy membantu mengobati lukanya." jelas Javier santai.
"Savana terluka? Dimana yang terluka? Mari kulihat!" Elena langsung panik begitu mendengar sahabatnya terluka. Tatapannya menelisik dan memperhatikan dari atas sampai ke bawah.
"Aku tidak apa-apa, jempol kakiku tadi terkena botol! Bukan luka parah, hanya luka luar saja." Savana tersenyum menenangkan Elena.
Disisi lain Javier juga melihat kedekatan Elena dan Savana, ia senang karena dua wanita yang ia sayangi itu sangat akur. Namun disisi lain ia juga cemas.
'Elena terlihat sangat menyayangi Savana, tapi apakah Elena akan menerima jika suatu saat nanti Savana menjadi ibu sambungnya? Apakah tidak akan membuat hubungan mereka memburuk?'
"Lain kalian berhati-hatilah, apa jadinya bila aku hidup tanpamu Van?" Elena memeluk Savana dengan sayang.
"Aku juga tidak tahu bagaimana hidupku tanpamu Elena! Kau adalah jantungku Elena," canda Savana terkekeh.
"Sudah sudah...ini sudah malam. Cepatlah kalian tidur, besok kalian ada pekerjaan kan?" titah Javier pada kedua gadis itu.
"Aku dan Alexa sedang libur dad, kalau Savana dia ada pameran seni." ungkap Elena.
Javier melirik ke arah Savana seolah ia ingin mendengarkan penjelasan langsung dari orangnya.
Padahal tinggal tanya saja kenapa kau pakai melirikku seperti itu? Dasar old man yang jaim.
"Iya om, aku ada pameran seni di galeriku."
"Oh begitu ya? Jam?" tanya Javier tanpa basa-basi.
"Jam 8 pagi om." jawab Savana dan Javier menganggukkan kepalanya.
Jam 8 pagi? Mungkin aku bisa meluangkan waktu untuk datang kesana. Aku kan harus menunjukkan bahwa aku serius padanya.
"Oh begitu. Kalau begitulah cepat tidur, jangan sampai kesiangan." pria itu mengulum senyum hangat pada keduanya.
"Iya dad," sahut Elena sambil tersenyum. "Selamat malam dad," ucapnya lagi.
Javier menatap Savana, seolah ingin gadis itu bicara juga padanya. Akhirnya Savana paham dan langsung bicara.
"Se-selamat malam om."
"Malam juga, mimpi indah kalian berdua." balas Javier kemudian ia melangkah pergi dari sana dan saat Javier melewati Savana, ia sempat menggenggam tangan gadis itu tanpa sepengetahuan Elena.
Deg, deg!
Savana begitu bahagia dengan sentuhan hangat dari tangan Javier. Hingga Javier pun berjalan pergi dan menghilang dari pandangan Elena dan Savana.
"Van, ayo kita kembali ke kamar!"
"Van?"
Savana tidak menyahut panggilan dari Elena dan ia malah melihat tangan kanannya yang masih hangat karena genggaman tangan itu.
Om Javier memegang tanganku...aku tidak akan cuci tangan seminggu.
"Savana! Ayo! Kenapa kau malah melihat tangannya seperti orang gila begitu?" Elena memegang tangan Savana dan membawa gadis itu naik ke lantai 2, menuju ke kamarnya.
****
Malam itu kedua temannya sudah tidur lebih dulu, sedangkan Savana masih terjaga dan asyik berbalas pesan dengan Javier.
Javier : ["Cepatlah tidur! Bukankah kau ada pameran besok?"]
Savana : ["Iya sebentar lagi. Aku belum mendapatkan jawaban om."]
Javier : ["Jawaban apa?"]
Savana : ["Om akan pergi ke acara pameran ku kan?"]
Javier : ["Ya."]
Savana : ["Om serius? 🥺🥺]"
Javier : ["Ya, aku janji."]
Savana : ["Baiklah kau harus datang om! Kau sudah janji ya? Datanglah bersama Elena, agar tidak ketahuan hehe😘]
Javier : [🥱]
"Ish.... menyebalkan! Kenapa dia hanya balas dengan emot saja? Dasar pria tua, tidak romantis, tapi--aku cinta padamu." Savana mencium ponselnya, ia merasa bersyukur karena ada ponsel di dunia ini dan ia bisa bertukar pesan dengan orang yang dia cintai.
Tanpa Savana sadari, salah satu dari sahabat Savana masih terjaga dan melihat Savana senyum-senyum sendiri. "Sedang apa dia jam segini? Apa dia gila senyum-senyum tengah malam karena pesan? Dengan siapa dia bertukar pesan? Pria tua? Siapa? Apa Savana punya kekasih yang lebih tua darinya?"
...****...