Pengasuh Idaman

Hanya suara dentingan sendok yang terdengar dalam keheningan malam di ruang makan. Tidak ada pembicaraan lagi setelah keduanya menikmati makanan masing-masing. Sesekali duda tampan itu mencuri pandanga ke arah Fina yang sedang fokus dengan makanannya.

"Oh ya, Fin ... kalau boleh tahu sejak kapan kamu menjalani puasa sunnah?" tanya Benny setelah Fina selesai makan.

"Sejak saya masuk pesantren, Pak. Waktu SMP," jawabnya sambil menatap Benny sekilas.

"Jadi, saat merawat Elza selama ini kamu pun berpuasa?" Sepertinya Benny terkejut dengan pengakuan dari Fina.

"Iya, Pak. Saya masih tetap menjalani ibadah itu seperti biasanya. Memang ada apa ya, Pak?" tanya Fina. Dia sepertinya kurang nyaman jika membahas hal seperti ini.

"Kamu kuat menjaga Elza yang aktif dengan menjalani puasa selama seharian? Apa kamu tidak kehabisan tenaga saat menghadapinya?" Benny seperti tidal percaya dengan pengakuan Fina.

"Ibadah saya tidak terganggu, Pak, meski sambil merawat dan menemani Elza bermain. Bekerja dan puasa kan sama-sama ibadah, jadi harus dilakukan dengan niat yang tulus," jelas Fina.

Benny hanya diam saja setelah mendengar penjelasan dari Fina. Mungkin duda satu anak itu sedang tertampar dengan penjelasan Fina, karena selama ini dia sudah menjauh dari agama. Bahkan kewajiban sebagai muslim pun sering diabaikannya.

"Apa saja perkembangan Elza selama ini?" Benny mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Bapak ingin tahu dari segi yang mana? Karena banyak sekali yang sudah dilakukan oleh Elza beberapa bulan terakhir ini," tanya Fina seraya menatap Benny.

"Semuanya. Aku ingin tahu apa saja yang sudah terjadi dengan Elza," jawab duda tampan itu.

"Elza sudah bisa menghafal Al-Quran juz 30. Dia mulai bisa mengeja ketika ada sesi membaca di kelas. Untuk pencak silat, dia sedang dipersiapkan untuk masuk ke gelanggang tahun depan, Pak." Fina menjelaskan dengan detail apa saja pencapaian Elza selama ini.

"Pak Ben kok tumben ya nanyain tentang Elza. Ini orang ngelindur atau bagaimana?" gumam Fina dalam hati setelah terjadi obrolan bersama Benny mengenai Elza. Gadis berhijab itu heran saja dengan majikannya saat ini.

Benny hanya bisa mengela napas setelah mendengar semua kemampuan putranya. Ada rasa sesal yang begitu besar dalam hati ketika terlambat mengetahui semua itu, "Fin, terima kasih karena sudah membantuku mendidik Elza hingga menjadi seperti sekarang. Dulu aku tidak punya harapan ketika melihat bagaimana tingkah laku Elza. Jangankan berharap dalam hal prestasi, dia bisa menjalani hidup normal seperti teman-teman seusianya saja menurutku sudah baik. Akan tetapi sekarang, Elza justru menunjukkan kemampuan yang luar biasa." Benny mengeluarkan unek-unek yang ada dalam hatinya selama ini.

"Pak, Elza itu anak yang cerdas. Dia hanya butuh cinta, kasih sayang dan bimbingan. Kita yang harus bisa mengerti dan mengetahui apa sebenarnya yang dia inginkan. Dia butuh diarahkan saja, Pak, dengan kemampuan yang dia miliki. Saya membaca artikel di internet, penggunaan handphone terlalu berlebihan pada anak-anak seusia Elza memang kurang baik," ucap Fina dengan hati-hati ketika menjelaskan hal ini. Dia takut Benny akan tersinggung dengan penjelasannya.

"Apakah sampai saat ini dia masih menggunakan dua handphone setiap harinya?" tanya duda tampan itu.

"Tidak, Pak. Dia hanya memakai satu handphone saja, itu pun hanya sebentar. Selebihnya saya mengajak Elza bermain dengan semua mainan yang dia miliki," jelas Fina seraya menatap Benny untuk sekilas.

Sepertiga malam yang sunyi ini dihabiskan mereka berdua dengan pembasahan tentang Elza. Beberapa kali Benny dibuat kagum oleh pemikiran gadis yang terpaut usia cukup jauh darinya. Mengenal Fina lebih jauh ternyata bukanlah sesuatu hal yang salah. Benny mendapat banyak pelajaran berharga dari gadis yang memiliki pesona luar biasa itu.

"Oh ya, Pak. Saya sampai lupa memberi tahu jika sejak kemarin sore, Elza demam tinggi. Saya sudah memberikan obat penurun panas tetapi sampai sekarang dia masih demam," lapor Fina setelah teringat bagaimana kondisi Elza.

"Baiklah, aku akan melihat keadaannya di kamar," ucap Benny sambil berdiri dari kursi.

"Elza tidak tidur di kamarnya, Pak!" Fina ikut berdiri ketika melihat Benny bersiap pergi.

"Lantas di mana dia sekarang?" Duda satu anak itu mengurungkan niatnya untuk pergi dari hadapan Fina.

"Dia ada di kamar saya, Pak. Hampir setiap malam dia tidur di kamar saya," jawab Fina dengan ragu, karena takut Benny akan marah setelah mengetahui hal ini.

"Di kamarmu? Sejak kapan?" tanya Benny seraya menatap Fina yang sedang menundukkan kepala.

"Sudah lama, Pak. Sejak beberapa bulan setelah saya bekerja di sini," jawab Fina dengan suara yang lirih.

Satu lagi yang membuat Benny tercengang, ternyata hal kecil seperti ini pun dia tidak tahu. Pria tampan itu merasa gagal menjadi seorang ayah karena terlalu terlena dengan dunia luar yang berhasil mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa Elza harus tidur di kamarmu?" tanya Benny lagi.

"Maaf, Pak. Saya bukan bermaksud lancang karena membiarkan Elza tidur di kamar saya, tetapi dia yang datang dan meminta tidur di kamar saya." Fina semakin tertunduk setelah mengatakan hal ini.

Helaan napas berat terdengar lagi di sana. Entah, bagaimana tanggapan ayah dari Elzayin itu setelah tahu putranya tidur di kamar Fina. Satu hal yang pasti, Benny merasa tidak enak hati dengan Fina karena pekerjaannya semakin bertambah.

"Justru aku yang meminta maaf karena Elza sudah banyak merepotkanmu. Sekarang antar aku ke kamarmu," ucap Benny seraya menatap Fina dengan lekat.

"Ke kamar saya? Untuk apa, Pak?" Fina terkejut karena Benny ingin pergi ke kamarnya.

"Ya aku sekalian ingin tidur di kamarmu saja, Fin," jawab Benny dengan santainya hingga membuat Fina terbelalak.

"Astagfirullah haladzim!" ujar wanita yang memakai jilbab instan berwarna hitam itu.

"Bercanda, Fin! Udah jangan dianggap serius," ucap Benny setelah melihat bagaimana respon Fina, "aku hanya ingin memindahkan Elza dari kamarmu. Aku ingin tidur dengan dia setelah ini," jelas Benny agar Fina tidak salah paham.

"Oh ... begitu rupanya," gumam Fina dengan suara lirih.

Fina segera berjalan menuju kamarnya diikuti dengan Benny. Dia membuka pintu kamar dengan lebar dan setelah itu hanya Benny yang masuk ke dalam kamar itu. Sementara Fina menunggu di depan kamar agar tidak terjadi fitnah apabila Dewi tiba-tiba saja keluar dari kamar.

Sebelum mengangkat tubuh putranya, Benny mengamati keadaan kamar pengasuh putranya itu. Kamar dengan tempat tidur yang sempit dipakai berdua dengan putranya. Sungguh, Benny benar-benar tidak enak hati kepada Fina.

"Aku bawa Elza ke kamarku. Jika nanti Elza tidak keluar dari kamarku, kamu istirahat saja. Tidak perlu menunggunya. Untuk urusan sekolah, sementara libur saja dulu sampai keadaan Elza sehat. Hubungi gurunya," ucap Benny sebelum pergi dari sana dengan membawa Elza yang terlelap dalam dekapannya.

"Baik, Pak." Fina mengangguk dengan hormat setelah mendengar penjelasan dari Benny.

Benny tak melepaskan pandangannya dari wajah tenang Elza meski dirinya sedang berjalan menapaki satu persatu anak tangga menuju kamar. Setiap ucapan Nurma dalam mimpinya semakin membuat duda satu anak itu merasa bersalah. Dia baru menyadari anak yang sering diabaikannya itu telah tumbuh menjadi lebih baik.

"Papa sangat beruntung bisa menemukan mbak Fina untukmu, Nak. Dia benar-benar baik kepadamu. Kita telah menemukan pengasuh idaman, ya, Nak." Benny tersenyum tipis saat mengatakan hal itu.

...🌹To Be Continue 🌹...

...➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖...

...Hallo ada rekomendasi karya keren untuk kalian nih😍Kuy baca karya author Zafa dengan judul Suamiku Bukan Milikku. Nah, dari judulnya aja udah menarik kan? Yakin nih gak kepo?...

...🌷🌷🌷🌷🌷...