Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.
"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_
"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_
Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Suasana begitu Hangat di ruang makan keluarga Suryanata. Malam ini anggota keluarga lengkap mengelilingi meja makan. Bu Diana dan Hasna menyiapkan makanan di atas piring suami mereka, kemudian bergabung untuk makan malam bersama.
"Oh iya Rama, apa kamu sudah mengajukan berkas pernikahan kalian? Pernikahan kalian kan belum terdaftar di catatan sipil." Ujar Pak Andi.
"Belum, Pa. Nanti akan Rama urus."
Pak Andi mengangguk mendengar jawaban putranya.
"Oh iya, selama di Jepang kalian baik-baik saja kan? Mama sempat khawatir saat kalian tidak memberikan kabar dan nomer kalian sulit untuk dihubungi." Keluh Bu Diana.
"Kami baik-baik saja, Ma. Kami hanya butuh privacy." Jawab Rama sekenanya.
"Ya, semoga saja akan ada kabar baik." Bu Diana menoleh ke arah Hasna.
Rama pun mengambil air untuk membasahi sedikit tenggorokannya.
"Semoga kamu cepat hamil ya, sayang." Sambung beliau lagi.
Uhuk
Minuman yang baru mengaliri kerongkongan, akhirnya dipaksa naik kembali. Tenggorokan yang seharusnya lega kini terasa seperti terbakar.
Refleks Hasna mengusap punggung suaminya dengan lembut yang duduk disampingnya. Rama yang terbatuk seketika menoleh ke arah istrinya.
Dua pasang manik mata itu saling terkunci. Baru kali ini mereka bersentuhan, walau secara tidak disengaja.
"Ehem...kita masih di sini kali kak, natapnya segitu banget." Goda Nayla. Dasar gadis tengil.
Keduanya mengalihkan pandangannya seketika. Canggung, itu yang mereka rasakan. Terlihat sekali pipi perempuan berjilbab itu merona.
"Udah-udah, dilanjut lagi makannya. Nggak usah dengerin Nayla." Pak Andi berusaha mencairkan kecanggungan antara putra dan menantunya.
Terlihat Nayla menahan tawanya, terlihat dari bahunya yang bergerak naik turun. Kemudian makan malam pun kembali berlanjut.
Setelahnya mereka berbincang di ruang tengah. Nampaknya Nayla begitu antusias membuka bingkisan yang diberikan kakak iparnya.
Matanya berbinar tatkala melihat isi bingkisan itu. Sebuah kotak beludru berwarna biru yang terdapat sebuah kalung di dalamnya. Kalung yang sangat cantik dengan liontin berbentuk separuh hati.
"Huwa...Cantik banget." Heboh segala gadis satu ini.
"Makasih banget ya, Mbak." Lantas gadis itu menghambur ke dalam pelukan Hasna.
Hasna memaksakan senyuman untuk menaggapi ucapan adik iparnya. Karena sesungguhnya dia pun tak tahu menahu soal bingkisan untuk keluarga suaminya itu.
"Eh...kalau dilihat-lihat, sepertinya ini kalung couple gak sih. Pasti mbak Hasna punya bagian kalung ini juga." Terka Nayla.
Hasna tak menjawab, hanya senyuman yang ia berikan.
"Lihat dong, Mbak. Ntar kita foto bareng ya. Ntar bisa aku post di Ig. Biar followers aku tau kalau aku punya kalung secantik ini, couple sama mbak Hasna." Celotehnya.
"Sepertinya itu terlalu berlebihan." Tolak Hasna secara halus.
Pasalnya dia sendiri bingung jika diminta menunjukkan bagian liontin yang lain. Karena sudah jelas dirinya tidak memilikinya.
"Nggak apa-apa kali, Mbak." Rajuk Nayla.
"Nay, jangan paksa Hasna. Lagian Hasna itu berhijab, tidak pantas jika berfoto memamerkan liontin kalung yang melingkari lehernya." Sahut Rama.
Sepertinya ucapan Rama barusan terdengar seperti sebuah ultimatum. Seolah menjaga sang istri agar tidak menjadi santapan mata asing.
"Ah, kak Rama nggak asik nih. Bilang aja kalau kak Rama cemburu, kalau-kalau ada followers cowok yang lihat." Ledek Nayla.
Cemburu? Sepertinya kalimat itu terlalu berlebihan. Bukan cemburu, tepatnya agar jangan sampai ada yang tahu saja kalau liontin itu khusus hanya untuk Nayla seorang. Sedangkan Hasna, dia bahkan baru mengetahui isi bingkisan itu.
Rama yang mendengarkan ocehan adiknya hanya diam tak menanggapi. Sedangkan kedua orang tuanya hanya menyimak obrolan mereka.
"Oh iya nak, Mama hampir saja lupa. Gimana kalau kalian lanjutkan saja rencana resepsi yang sempat tertunda waktu itu? Ya...biar ada momen yang berkesan seumur hidup kalian. Lagian kalian juga belum sempat membeli cincin nikah kan?" Ucap Bu Diana.
Rama seketika menoleh ke arah Hasna, yang kebetulan melihat ke arahnya. Keduanya terdiam, tak ada yang memberi komentar sama sekali. Pak Andi memperhatikan keduanya bergantian. Entah apa yang dipikirkan laki-laki paruh baya itu.
"Gimana? Kok pada diem?" Tanya Bu Diana, karena keduanya tak ada yang membuka suara.
"Tau nih, gemes aku liatnya. Tinggal bilang iya aja susah banget." Sambar Nayla.
Bu Diana menepuk pelan paha sang putri yang duduk disebelahnya, dan menggeleng pelan. Nayla yang paham akan situasi, langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Apalagi setelah tak sengaja melihat tatapan sang kakak yang begitu tajam.
"Sebaiknya tunda dulu lah ma. Rama sibuk sekali." Tolaknya halus.
Ia tak mau kedua orang tuanya kecewa jika dia mengatakan apa yang ada dipikirannya saat ini. Batalkan saja. Pasti akan menyakiti kedua orang tuanya.
Bu Diana hanya menghirup nafas sepenuh dada mendengar jawaban yang diberikan putranya. Lalu beralih menatap ke arah menantu perempuannya.
"Kalau menurut Hasna, bagaimana?"
Hasna terdiam, mencari jawaban terbaik agar tidak mengecewakan mertua yang begitu baik padanya. Namun tidak menyulut emosi suaminya juga.
"Kalau Hasna, ikut apa kata mas Rama. Hasna yakin, mas Rama pasti tau yang terbaik untuk saat ini."
Sebenarnya, hati perempuan itu bergemuruh menahan rasa yang bercampur dihatinya. Pernikahan, cincin dan resepsi. Bukankah itu hal-hal yang sangat wajar untuk pasangan yang menikah. Tapi entah untuk pernikahannya dengan Rama. Karena hanya dia yang mengharapkan agar pernikahan ini bertahan.
Hasna sendiri juga baru menyadari, Jika baik dirinya maupun Rama, tidak memakai cincin pernikahan. Bahkan tak sekalipun ada sentuhan diantara keduanya. Saat ijab kabul waktu itu, dirinya tetap menggenggam erat tangan kakek. Tanpa pernah mencium tangan suaminya selepas akad.
Sedangkan Rama, laki-laki itu bahkan tak pernah memikirkan untuk mengadakan resepsi pernikahan dengan Hasna. Justru ia ingin menyembunyikan pernikahannya. Bukan tanpa alasan, dia hanya tidak mau jika saat status pernikahannya diketahui, justru ia mendapatkan penghianatan serupa.
Bu Diana tidak memberikan komentar apapun setelah mendengar jawaban keduanya. Juga tidak ingin mendesak.
"Ehem... Rama, Hasna, sebaiknya malam ini kalian menginaplah disini. Ini juga sudah terlalu larut malam, apalagi kalian juga butuh banyak istirahat setelah perjalanan jauh dari Jepang kemarin." Ucap pak Andi.
Rupanya beliau berusaha mencairkan suasana yang terlihat menegang barusan.
"Ya udah, kalau gitu kalian istirahatlah." Tukas Bu Diana.
Setelah tak ada obrolan lagi, mereka memutuskan untuk masuk ke kamar mereka masing-masing.
***
Rama melirik ke arah Hasna yang terlihat sedikit bingung. Tapi perempuan itu tak mengucapkan sepatah kata pun. Posisinya pun tetap berdiri di ambang pintu kamar mandi, seperti ragu akan masuk ke sana.
Ragu-ragu, Hasna mendekat ke arah Rama yang tengah memainkan ponselnya di atas sofa didekat jendela. Rama mengalihkan pandangannya, saat menyadari Hasna telah berdiri di hadapannya.
"Maaf, mas Rama. Apa Nayla punya baju tidur panjang?"
Tak merespon, Rama kembali fokus pada layar ponselnya. Hasna menghembuskan nafas perlahan melihat reaksi yang ditunjukkan sang suami.
Akhirnya perempuan itu memutuskan untuk langsung menanyakan paga Nayla. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa setelan piyama lengan panjang milik Nayla.
Segera ia mengganti pakaiannya. Tak mungkin juga ia bisa nyaman jika harus tidur menggunakan gamis.
Tak lama, ia pun keluar dari kamar mandi dengan memakai piyama yang dipinjamnya dari Nayla. Tak lupa ia menutupkan pashmina panjang dikepalanya, hanya mengikatnya agar ia nyaman saat tidur nanti.
Rama sedikit terkejut melihat penampilan istrinya. Pasalnya mereka akan tidur, tapi kenapa perempuan itu justru masih mengenakan jilbab dikepalanya?
Ekor mata laki-laki itu mengikuti pergerakan sang istri. Perempuan itu memposisikan diri disisi ranjang. Sepertinya ia akan segera beristirahat.
Rama segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu mengganti pakaiannya, hanya mengenakan kaos lengan pendek dan juga celana pendek selutut.
Rama mematikan lampu utama dan beranjak menuju ranjang, dan menempati sisi berseberangan dengan Hasna.
Hasna sedikit terkejut, saat ada pergerakan di atas ranjang. Pasalnya perempuan itu mulai terlelap. Ia pun menoleh ke belakang punggungnya, ternyata Rama.
Jantung perempuan itu berdegup kencang, mengingat baru kali ini mereka tidur di ranjang yang sama.
***
Assalamu'alaikum teman-teman pembaca setia "Bidadari Penghapus Luka". Selalu berikan dukungan kalian ya...
like, komen, hadiah dan votenya.
Terima kasih.
maaf kalo salah 🙏
.kereeen