NovelToon NovelToon
Dewa Setan Perbatasan Utara

Dewa Setan Perbatasan Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:19k
Nilai: 5
Nama Author: Jibril Ibrahim

Muda, tampan, kaya, tidak berguna! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Huan Wenzhao. Namun…

Siapa sebenarnya Huan Wenzhao tak ada yang tahu.

Mau tahu identitas lain Huan Wenzhao?

Ikuti kisahnya di sini!
Hanya di: Noveltoon/Mangatoon.

~Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode³

“Ibu kota memang ibu kota,” Huan Wenzhao berdecak sembari mengedar pandang keluar jendela.

Kereta mereka merayap pelan di tengah keramaian.

“Sungguh lebih ramai dari Perbatasan Utara!” Gumam Huan Wenzhao sembari melongokkan kepalanya ke luar jendela.

Orang banyak menoleh padanya dengan tatapan antara kagum dan bingung.

Orang kampung dari mana? Pikir beberapa orang.

“Wah!” Pekik Huan Wenzhao sembari memelototi seorang gadis yang sedang berjalan di trotoar. “Gadis di jalan saja cantik!”

Lumayan tampan! Pikir para wanita. Sayangnya bodoh. Beberapa wanita menggeleng-geleng.

Sesampainya di Xieyuanyuan, kemunculan Huan Wenzhao di lobi menjadi sorotan.

“Ini Xieyuanyuan?” Seru Huan Wenzhao sembari mengedar pandang. Matanya yang jeli menyisir setiap sudut tempat dalam ruangan. Telinganya yang peka menyimak dengan waspada. Penciumannya yang tajam mengendus bermacam aroma. Sudut bibirnya membentuk senyuman miring. Aura siluman! Pekiknya dalam hati. Menarik!

“Bagaimana?” A Nuo meminta pendapat.

“Cukup mengesankan,” komentar Huan Wenzhao.

“Walaupun Xieyuanyuan baru buka tiga tahun, tapi nama dan skalanya nomor satu di ibu kota!” Yue'er menimpali.

“Hamba dengar, di baliknya ada orang terkaya di ibu kota!” A Nuo membisiki dengan gaya dramatis. “Sudah pasti memiliki bisnis besar!”

“Namun…” Yue'er menyela sambil mendongak dan mengedar pandang meneliti balkon lantai atas. “Dibandingkan daerah kita, tempat ini masih kalah.”

“Aiya!” Huan Wenzhao menginterupsi. Kemudian mulai berkoar. “Kau tidak mengerti? Perbatasan Utara kita, mana bisa dibandingkan dengan ibu kota!”

Perbatasan Utara? Pikir beberapa tamu. Dan seketika beberapa pengunjung mulai berkasak-kusuk.

Lalu secara diam-diam mata Huan Wenzhao mengerling ke arah panggung.

Dua penari wanita sedang beraksi di atas panggung itu. Begitu anggun dan berkilauan dalam penglihatan Huan Wenzhao.

Siluman! Huan Wenzhao menyimpulkan.

“Coba lihat dua wanita cantik itu!” Katanya sambil berkacak pinggang, sepasang matanya berkilat-kilat memandang kedua penari itu.

Kedua wanita di sampingnya spontan membeliak.

“Bagaimana?” Huan Wenzhao meminta pendapat.

“Biasa saja!” Dengus kedua wanita di sampingnya bersamaan.

Huan Wenzhao tersenyum miring. “Aku memang suka yang biasa-biasa saja,” katanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pertunjukan.

“Cih!” Kedua wanita di sampingnya mencebik dan mendelik.

“Semakin biasa, semakin bagus!” Huan Wenzhao menambahkan.

Kedua wanita di sampingnya serempak mengerang.

“PELAYAN!” Huan Wenzhao berkacak pinggang dan mendongakkan hidungnya.

“Hadir, Tuan!” Seorang pelayan pria spontan menghambur menghampirinya dan membungkuk memberi salam pada mereka. “Silahkan beri perintah,” katanya bersemangat.

“Beri kami kamar yang posisinya paling bagus,” pinta Huan Wenzhao dengan gaya selangit. “Aku ingin melihat pertunjukan dengan baik!”

Si pelayan tersenyum kikuk, “Kamar terbaik kami…” pelayan itu mengerling ke lantai atas. “Di lantai dua itu!” Katanya sambil menunjuk beranda salah satu kamar yang sudah terisi sekelompok tamu berpakaian glamor. Posisi beranda kamar itu menghadap lurus ke arah panggung.

Huan Wenzhao mengikuti arah pandang pelayan itu dan menyeringai tipis.

“Sudah disewakan,” pelayan itu memberi tahu sembari tertunduk muram. “Anda pilih kamar yang lain saja!” Ia coba bernegosiasi. “Masih ada dua kamar yang posisinya juga bagus,” katanya sambil menunjuk dua kamar lain di kedua sisi panggung.

Huan Wenzhao mengangkat sebelah tangannya di sisi wajah, memperlihatkan cincin warisan keluarga Huan yang melingkar di jari telunjuk. Jenis cincin penyimpanan yang biasa digunakan para kultivator dari kalangan bangsawan dengan kapasitas ekslusif, yang sepintas saja terlihat bahwa latar belakang keluarganya tak sederhana.

Para tamu di sekitar mereka spontan tercengang.

“Menurutmu…” Huan Wenzhao memutar-mutar cincin itu, berpura-pura memperbaiki posisi permata spiritualnya yang memukau. Lalu mengusap rambutnya yang menjuntai di sisi wajah dengan jari telunjuk yang mengenakan cincin warisan itu. “Apakah aku terlihat seperti kekurangan uang?” Katanya dengan nada pelan yang menekankan isyarat kecaman.

“Ah—haha!” Pelayan itu tertawa gugup. “Tidak, tidak!” Katanya cepat-cepat. “Tentu saja tidak! Bukan itu maksud saya. Hanya saja…” pelayan itu menggantung kalimatnya, kemudian mengerling melewati bahunya dan mendekat pada Huan Wenzhao. “Saya tak bisa menyinggungnya,” bisiknya sembari menutupi mulutnya dengan telapak tangan.

“Baiklah!” Huan Wenzhao memukulkan kipas lipatnya ke telapak tangan. “Kau tak bisa? Maka…” ia mengerling ke beranda kamar yang menghadap lurus ke panggung itu. “Aku naik sendiri!”

“Itu—” pelayan itu tergagap-gagap. Kedua tangannya terulur ke arah Huan Wenzhao, mencoba menahan pemuda itu.

Huan Wenzhao sudah berbalik dan bergegas menuju tangga diikuti kedua pengawal cantiknya.

Tak lama berselang…

GUBRAK!

Pintu kamar ekslusif itu berderak.

Huan Wenzhao mendobrak pintu kamar itu dengan cara menendangnya, kemudian menyeruak masuk dengan sebelah tangan terlipat ke belakang, sementara tangan lainnya mengayunkan kipas di depan wajahnya. Menampakkan ekspresi dingin arogan khas aristokrat.

“Kau siapa?” Seorang pemuda meneriakinya dari balik meja teh.

Huan Wenzhao melempar sekantong emas ke meja teh itu dan menyerobot salah satu bangku. “Ambil uang itu,” katanya dengan nada arogan. “Kau boleh keluar!”

“Sebelum masuk kau tidak cari tahu dulu siapa aku?” Gertak pemuda itu.

Huan Wenzhao mengibaskan sebelah tangannya, dan seketika kedua pengawal cantiknya menyergap pemuda di depan meja teh itu dan menggelandangnya ke arah pintu.

Dua pria dan seorang wanita yang menemani pemuda itu memekik terkejut dan berusaha menahan mereka.

Tapi kedua pengawal Huan Wenzhao turut menyeret mereka juga. Lalu melemparkan mereka bersama-sama ke luar pintu.

BRUAK!

Keempat tamu itu tersuruk bersama di lantai.

“Aku Huan Wenzhao dari kediaman Adipati Agung!” Huan Wenzhao mengerling dan memicingkan matanya. “Tidak peduli kau siapa!” Tandasnya tajam.

“Kau—” pemuda itu menggeram dan menunjuk Huan Wenzhao.

“Tuan Muda!” Dua pria yang mendampinginya menyela cepat-cepat. “Kita pergi saja,” kata mereka sambil menggamit lengan pemuda itu di kiri-kanan. Wanita yang bersamanya melirik Huan Wenzhao dengan tatapan sinis, kemudian berlalu sambil berdecih.

Huan Wenzhao memalingkan wajahnya ke arah panggung dan menyeringai. Kemudian mengipasi dirinya lagi. “Yue'er! A Nuo!” Titahnya tanpa ekspresi. “Dapatkan dua penari itu!”

“Baik!” Kedua wanita itu membungkuk serempak dan bergegas turun ke lantai dasar.

“Tidak masuk akal!” Gerutu A Nuo setelah berjalan cukup jauh dari Huan Wenzhao. “Menurutmu… apa yang dipikirkan Tuan Besar?” Ia bertanya pada Yue'er. “Kenapa Tuan Besar meminta kita bertingkah seperti perempuan sundal di depan Tuan Muda? Bukankah menjaga si bodoh ini saja sudah cukup merepotkan? Kenapa kita juga harus merayunya?”

“Aku juga tak tahu!” Sahut Yue'er acuh tak acuh. “Tapi misi ini penting untuk daerah perbatasan utara kita.”

“Kakak!” Rengek A Nuo. “Bagaimana kalau dia benar-benar menginginkan kita? Kelihatannya dia cukup berengsek!”

“Dapatkan saja kedua penari itu!” Tukas Yue'er, tetap tenang dan serius. “Setidaknya malam ini kita masih aman!”

“Seleranya betul-betul payah!” A Nuo mencebik.

Sementara itu, di kamar Huan Wenzhao…

Selepas kepergian dua pengawal wanita itu, seorang pria dengan hanfu hitam berlapis rompi armor sewarna bermotif logam, menyelinap masuk melalui jendela belakang dengan gerakan ringan tanpa suara. Lalu mendarat di belakang Huan Wenzhao. Wajahnya tersembunyi di balik masker ketat warna---apa lagi kalau bukan---hitam.

“Tuan!” Pria itu membungkuk dengan satu tangan terkepal di lantai, satu tangan lainnya terkepal di dada dalam hormat tentara. “Hu Li Na sudah menyadari Anda menghilang.”

Huan Wenzhao tetap bergeming memunggunginya, pura-pura fokus menonton pertunjukan. “Sudah kuduga binatang buas betina itu tak akan melepaskanku,” katanya dengan gerakan mulut tidak kentara.

Hu Li Na adalah panglima wanita di Gerbang Timur Laut. Wanita itu masih mencari Huan Wenzhao sampai sekarang.

“Benar-benar merepotkan!”

1
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Clink
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yuhuuuuu
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Shi
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Clink
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Klik
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Iyeeeees
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
Sembilαn βenuα
😂😂😂😂😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!