Sania, gadis cantik berumur 22 tahun dan baru lulus kuliah disebuah perguruan tinggi negeri jurusan pariwisata harus menjalani kehidupan yang sulit dan pahit
Hidupnya berubah seperti roda roller coaster, yang awalnya indah berubah menjadi neraka ketika dia bertemu dengan pria tampan bernama Alexander Louise.
Seorang CEO tampan yang terkenal dengan bad boy dan suka gonta ganti pacar
Akankah Sania dan Alex bisa bersatu melewati kejamnya rintangan yang menghalangi mereka??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zandzana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mama Tahu
Akhirnya bis yang membawa Sania berhenti di terminal di daerahnya empat jam kemudian
Suasana yang terik tapi dengan udara yang sejuk tak menyurutkan Sania untuk melangkah keluar dari terminal
Beberapa tukang ojek langsung mengerubungi bis begitu bis berhenti, bahkan ada beberapa tukang ojek yang menawarkan jasa mereka pada Naura
Tapi Naura lebih memilih naik andong, dia ingin pulang ke rumah mamanya dengan cara menikmati keindahan desa
Desa yang sejuk dengan hamparan bukit menghijau, dimana di lereng-lerengnya banyak digunakan penduduk untuk berkebun sayur
Naura mengeratkan kedua tangannya di depan dada ketika hembusan angin bertiup memainkan anak rambutnya yang di kuncir
Sekitar setengah jam akhirnya andong berbelok masuk ke rumah mama Sania
Sania segera membayar ongkos andong dan segera membuka pagar bambu rumahnya
Rumah tampak sepi, Sania mengetuk pintu dan mengucap salam
Tak lama pintu terbuka dan Sania segera menghambur ke pelukan mamanya
Bu Liza yang kaget sekaligus senang melihat Sania pulang langsung membalas pelukan Sania dengan erat
"Loh kok nggak ngasih kabar kalau pulang"
Sania tersenyum dan segera menggelendot manja di lengan mamanya
"Sania pengen kasih mama kejutan"
Bu Liza mengernyitkan dahinya ketika disadarinya jika anaknya pulang tak membawa koper, hanya tas selempangnya saja
"Pakaian Sania ditinggal di mess" alasan Sania ketika Mamanya bertanya
Setelah melepas kangen pada sang Mama, Sania mengikuti mamanya ke dapur, ternyata tadi mamanya sedang mengolah singkong untuk dijadikan keripik pedas manis
Pekerjaan yang telah lama tidak Sania lakoni. Dengan senang hati dia membantu mamanya hingga sore menjelang
...----------------...
Sania terbaring gelisah di kamarnya, terlebih ketika tadi Deri, pacarnya, mengiriminya pesan
Kamu apa kabar San, kok sudah lama sekali ya tidak mengabari aku, apa sebegitu sibuknya sampai kamu melupakan aku?
Sania menarik nafas dalam, memang sejak kejadian kelam lalu, dia berusaha menjauhi Deri, dia tak ingin hatinya kecewa jika nanti ketika Deri mengetahui segalanya Deri mencampakkannya
Sania kembali membolak balikkan tubuhnya, sementara Hpnya berdering panggilan masuk dari Deri
"Maafkan aku Der, aku nggak mau akhirnya kamu kecewa dan aku sakit hati" lirihnya
Sementara di Ibukota
Alexander yang sedang berada di diskotik dikelilingi banyak wanita cantik
Mark yang malam ini mengawalnya terus memperhatikannya dari meja bartender
Entah sudah berapa gelas minuman alkohol yang masuk kedalam kerongkongan Alexander, hingga dia sampai teler dan tak ingat apa-apa lagi
Wanita-wanita yang melihat Alexander mabuk berat tetap tak pergi dari dekatnya, malah mereka semakin berani menggerayangi dan mencumbu Alexander
Mark yang melihat itu segera berdiri dan menarik tubuh seorang wanita yang duduk di atas perut Alexander
Melihat wajah tak bersahabat Mark, wanita-wanita itu tak putus asa, mereka segera berdiri dan mulai menggerayangi tubuh Mark baik dari depan maupun samping
Mark menangkap sebuah tangan seorang wanita yang telah menjalar di pahanya, dengan sekali gerakan, wanita itu mampu menjerit tertahan ketika Mark memelintir tangannya
Melihat tangan temannya dipelintir oleh Mark, tiga wanita yang lain segera berlari menjauh dan meninggal tempat tersebut
Dengan susah payah Mark membawa keluar tubuh Alexander dari dalam diskotik tersebut, dan langsung memasukkannya kedalam mobil
Masih dengan wajah kesal Mark mengemudikan mobilnya menuju kediaman pak Anton
Karena jalanan ibukota selalu macet, niat hati ingin segera sampai apalah daya, Mark harus bersabar di tengah merayap dan mengularnya kemacetan
"Selalu merepotkan jika sudah mabuk, tidak mabuk, main perempuan, akan jadi apa anak pak Anton ini"
Alexander yang terkulai di bagian belakang tak mendengar sedikitpun bagaimana kekesalan Mark
Akhirnya setelah satu jam, mobil tersebut masuk kesebuah rumah besar yang pintunya telah tertutup rapat
Mark segera turun dan menekan bel, cukup lama dan berkali-kali hingga akhirnya perempuan paruh baya berlari tergopoh-gopoh
"Tuan Mark?"
Mark menampilkan senyum ramahnya.
"Ada perlu sama tuan besar apa tuan muda?"
"Tidak bi, saya kesini justru mengantarkan Tuan Alex"
Asisten rumah tangga tersebut tampak celingukan karena dia tidak melihat adanya Alexander
"Bibi tolong bukakan pintu kamarnya, aku mau bawa dia dulu, dia ada di mobil saya"
Kembali Asisten rumah tangga itu mengangguk. Lalu Mark kembali ke mobilnya, dan kembali berusaha dengan susah menarik dan memapah tubuh Alexander
"Ada apa dengan dia?"
Mark menghentikan langkahnya lalu mendongak kearah tuan Anton yang berdiri di atas tangga, beberapa anak tangga di atas Mark
"Mabuk tuan"
Tuan Anton berdecak kesal sambil membuang mukanya, dengan segera dia turun ikut membantu Mark memapah Alexander
Asisten rumah tangga yang telah duluan naik, begitu melihat bos besarnya dan Mark mendekat, segera melebarkan pintu agar memudahkan kedua orang tersebut membawa masuk Alexander
Mark dan Tuan Anton menghempas kasar tubuh Alexandr ke ranjang, baru setelahnya kembali Mark berusaha membenarkan posisi lelaki muda tersebut
Melepaskan sepatunya dan mengendurkan kerah baju dan ikat pinggangnya, tak lupa Mark juga melepaskan jas yang masih menempel di tubuh Alexander
Tuan Anton terus memperhatikan kerja Mark dengan wajah yang masih tampak kesal
Setelah selesai mengurusi Alexander, Mark berdiri di depan tuannya
"Kamu belum bisa juga mengendalikan dia?"
Mark terdiam
"Kerjanya cuma mabuk-mabukan, main perempuan, bagaimana bisa dia mengurusi perusahaan ku?" keluh pak Anton
"Memang dia masih liar tuan, tapi untuk perusahaan, baru-baru ini tuan Alex telah berhasil meyakinkan investor luar sehingga mereka berani menanamkan saham di proyek baru kita"
Tuan Anton tersenyum samar
"Saya serahkan perusahaan padanya, dengan harapan dia akan bertanggung jawab dan tidak nakal lagi"
Mark tersenyum kaku mendengar keluh kesah tuannya.
"Percayakan semuanya pada saya tuan, saya akan terus mengawasi dan membimbing tuan Alex agar dia berubah dan berhasil sesuai dengan keinginan tuan"
Tuan Anton menarik nafas panjang sambil menepuk pundak Mark
"Beristirahatlah di kamar tamu, hari sudah larut"
Mark menggeleng sambil tersenyum
"Tidak tuan, terima kasih. Tapi saya harus pulang"
Tuan Anton mengangguk lalu secara bersama mereka keluar dari dalam kamar Alexander
Sedangkan Alexander yang mabuk telah nyenyak tak ingat hingar bingarnya dunia
Mark langsung masuk kedalam mobilnya ketika sampai di luar. Sekali lagi pak Anton mengucapkan terima kasih padanya karena telah mau mengantarkan Alexander ke rumah
Setengah jam berikutnya Mark telah sampai di kawasan apartemen tempat tinggalnya. Segera dia keluar dari dalam mobil begitu sampai di basement.
Tapi gerakan tangannya yang telah hendak membuka pintu mobil terhenti ketika dia melihat ada sesuatu yang terang di jok belakang.
Dia menjulurkan tangannya dan meraih handphone Alexander yang ketinggalan
Dia tercenung ketika di dapatinya jika layar kunci handphone tersebut adalah wajah Sania
"Ini kan Sania?"
Segera dikantonginya handphone tersebut dan dibawanya masuk. Sampai di kamar, Mark segera melempar tas kerjanya keatas meja dan dia segera membasuh mukanya
Selesai dari kamar mandi, Mark kembali meraih handphone milik Alexander yang tadi diletakkannya di atas bantal
Segera dia merebahkan tubuhnya dan dengan rasa penasaran dia segera membuka handphone tersebut
Tak sulit bagi Mark untuk menjebol sandi handphone tersebut, karena seluruh tentang hidup Alexander dia mengetahuinya
Segera Mark membuka galeri handphone, dia yakin di sanalah tempat gambar Sania.
Dan benar adanya, di dalam galeri tersebut dia hanya melihat gambar Sania, tidak ada satu gambar perempuan lainpun, termasuk wajah Milena, kekasihnya
Mark tercenung cukup dalam, menebak dan menerka-nerka maksud Alexander menyimpan semua gambar Sania di handphonenya
"Apa dia merasa bersalah pada gadis itu atau dia menyukainya?" gumamnya
Berbagai pikiran mulai berseliweran di kepala Mark, terlebih ketika diingatnya jika saat Sania kritis, Alexander sangat kalut dan tidak mau meninggalkan gadis itu
Sungguh itu adalah sifat moral terbaik dari seorang Alexander yang dilihat Mark. Karena selama ini dia mengenal Alexander sebagai seorang pemuda yang kurang rasa empatinya kepada siapapun
"Aku harus menyelidiki ini semua, dan iya, aku harus mencari keberadaan Sania. Aku khawatir sesuatu yang buruk telah terjadi pada gadis itu akibat perbuatan Alexander" lirihnya sambil meletakkan handphone tersebut keatas meja
...----------------...
Sudah seminggu Sania di rumah mamanya, dan bu Liza, mamanya Sania belum sama sekali bertanya tentang mengapa dia pulang lama kali ini
Tapi rasa ingin tahunya memaksanya untuk bertanya langsung pada Sania disaat mereka sedang bersantai di sore hari
Sania yang sudah menyiapkan alasan jika suatu hari mamanya bertanya, dengan luwes dan santai menjelaskan alasan mengapa kali ini dia pulang cukup lama
"Pak Doni akan mengirim saya keluar kota, dan bekerja di sana. Jadi aku pulang dulu ke rumah, karena takutnya jika nanti aku sudah jauh, jadi jarang pulang ke rumah"
Bu Liza hanya tersenyum bangga mendengar jawaban Sania, karena dia yakin pak Doni mengirim Sania karena beliau yakin Sania mampu dengan pekerjaannya
Sania menarik nafas dalam saat melihat senyum di wajah mamanya
"Maafkan Nia, mama..." batinnya sedih
Maka tanpa sepengetahuan Sania, malam harinya, sebelum tidur bu Liza menelpon pak Doni
Alangkah terkejutnya dia mendengar jawaban pak Doni jika Sania bukan dipindah tugaskan melainkan dipecat
"Dipecat?, apa kesalahan anak saya pak?" tanya bu Liza dengan suara bergetar
Pak Doni menarik nafas panjang, dan tidak memberikan jawaban pasti untuk menjelaskan alasan mengapa dia memecat Sania
Jawaban menggantung itu malah membuat hati bu Liza makin penasaran dan terus mendesak pak Doni hingga akhirnya pak Doni terpaksa menjawab alasan sebenarnya dia memecat Sania
Bu Liza langsung terduduk di atas ranjang dengan lemas mendengar jawaban dan penjelasan pak Doni
Air matanya langsung mengalir deras, dunianya serasa gelap dan berputar
Hancur sudah hati dan semua harapannya pada Sania. Beliau menutupkan wajahnya kedalam bantal dan menangis histeris di sana
semoga ajah happy ending