Bagaimana rasanya di tinggalkan untuk selamanya di hari pernikahan. Hari yang harusnya membuat bahagia, namun itu membuat luka.
Dan gadis cantik itu pun harus menerima cacian dan makian, juga di cap sebagai gadis pembawa sial.
Lalu tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang bersedia menikahinya agar membuang kesialan itu. Laki-laki yang tidak dia kenal sama sekali, tiba-tiba menjadi suaminya.
Siapakah Laki-laki itu? Dan bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka? Apakah cinta akan tumbuh di hati mereka?
Simak yuk, hanya di Novel ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurmay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Budak Cinta
'Aku akan datang sayang.'
Agra membalas pesan pada pesan Kiran. Berjalan dengan sangat cepat menuju mobilnya yang sudah ada Anas di sana menunggu nya.
''Kita pulang sekarang !'' Agra masuk begitu saja ke dalam mobil dan Anas hanya mengangguk patuh lalu mengemudikan dengan cepat.
Selama di perjalanan Agra terus saja melirik jarum jam pada arloji yang melingkar di tangannya dan itu dapat anak saksikan melalui kaca yang ada di atas kepalanya. Alis Anas mengernyit karena sikap Agra yang seperti tidak sabar untuk segera sampai rumah, ''apa terjadi sesuatu Tuan?'' akhirnya Anas pun memberanikan diri untuk bertanya, namun yang dia dapat bukanlah Sebuah jawaban tetapi tendangan dari Agra pada sandaran kursi mobil.
''Kau berharap terjadi sesuatu pada istriku?!'' tanya Agra dengan nada sengit.
''Maaf Tuan.''
Hanya itu yang dapat Anas katakan, dan sebenarnya dia pun menyesali pertanyaannya itu, yang ternyata tidak disambut dengan baik, dan itu tidak membuat Anas sakit hati karena memang sikap Agra yang seperti itulah yang biasa ia hadapi, bukan yang lemah lembut juga bicara hangat seperti yang Kiran ketahui.
Agra bukan sosok malaikat yang seperti gadis 23 tahun itu pikirkan, tapi inilah sikap asli dari Agra dan itu belum pernah ia tunjukkan pada istri kecilnya.
''Berkemudilah yang benar!'' ucap Agra sekali lagi.
''Baik Tuan!'' sahut Anas yang mempercepat laju mobilnya.
''Berhenti!!'' pekik Agra dan Anas pun segera menginjak pedal remnya.
Tepat di sebuah toko bunga yang Anas sendiri pun langsung paham kenapa Agra memintanya untuk segera menghentikan mobilnya. Anas sudah bersiap untuk keluar dari mobil tapi Agra segera menahannya.
''Biar aku yang membelinya, kau tunggu di sini, memangnya kau tahu apa tentang istriku!'' Agra pun keluar dari mobil Meninggalkan Agra yang hanya bisa menghela nafasnya. Dia mengerti kenapa Agra bersikap berlebihan seperti itu. Ya bukan hanya tabiat Agra yang saat ini ia lebih hat tapi ada faktor lain dia bisa bersikap seperti itu.
Ya karena Kiran lah dia bersikap seperti itu, saat ini Agra tengah sensitif yang tidak bisa melihat dan mendengar apapun dengan tenang. terlebih lagi menyangkut Kiran gadis kesayangan nya.
Sebuah buket bunga lavender lah pilihannya, karena memang bunga itulah yang sangat disukai permaisurinya. Membawanya dengan terus membayangkan senyuman manis dari Kiran setelah menerima pemberiannya membuat dia ikut tersenyum sesaat.
Sesampainya di rumah utama. Agra berlarian ke dalam dengan bunga itu sekalian.
''Apa begitu sikap orang yang tengah menjadi budak cinta?'' gumam Anas yang merasa aneh dengan sikap bosnya itu.
Begitu sampai di depan pintu kamar pun Agra merapihkan penampilannya dan berdehem sebentar untuk menetralkan rasa gugupnya, yang dia sendiri pun tidak mengerti kenapa dia selalu gugup ketika melihat wajah Kiran.
''Kiran?''
Kiran yang merasa namanya terpanggil segera menoleh ke arah asal suara, bibirnya tersenyum manis dan itulah senyuman yang membuat Agra terpanah.
''Sudah makan?'' tanya Agra dan Kiran mengangguk.
''Sudah, tadi ka Mala mengantarkan makanan.Mas bawa apa?'' Kiran melirik ke arah tangan Agra yang di sembunyikan di balik tubuhnya.
''Ini untuk mu.'' Agra memberikan buket bunga itu dan Kiran pun tersenyum dengan bahagianya. ''Apa kau senang?'' Kiran mengangguk cepat.
''Kiran?''
''Hemm?''
''Mas selalu ada untukmu, jangan pernah merasa takut, oke?''
Kiran terdiam sejenak, dan mengerti arah ucapan Agra untuknya itu, karena bagaimanapun dia juga paham siapa Agra yang sangat mudah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap anehnya itu.
''Maaf mas lancang melihat isi tas mu,'' lanjut Agra dan Kiran hanya memberikan senyuman.
''Tidak perlu kau memikirkan tentang isi dari pada surat kaleng itu. Kamu hanya perlu fokus dengan study mu dan Mas.'' Agra menoleh ujung hidung Kiran yang seketika bushing malu.
Kiran menyembunyikan wajahnya di balik buket bunga, sungguh hatinya yang cemas sudah tidak lagi, karena adanya Agra di sampingnya.
''Emmm, Kiran?''
''Ya, Mas?''
''Bisa kita melakukannya malam nanti?''
Kiran tersentak, ia tidak menyangka kalau Agra akan memintanya lagi, hah, lagi? bukankah sebelum gagal. Kiran tertawa dalam hatinya.
''Kiran...'' Bibir Agra mengerucut ia terus merengek seperti anak laki-laki meminta mainan pada ibunya yang tak kunjung di berikan.
''Kiran...'' tangan Kiran di goyangkan terus menerus menunggu jawab Kiran yang hanya memberikan anggukan kecil dengan menyembunyikan wajahnya lagi.
''Yes! Benarkan?'' tanya Agra lagi namun tidak di jawab oleh Kiran karena dia benar-benar merasa malu.
''Kiran, benarkah?'' tanya Agra lagi dan lagi.
''Mas... sudahlah. Bukankah sudah kujawab,'' jerit Kiran di balik tangannya.