" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kado
Pamungkas keluar dari ruangan Komandan bersama Rafael dan Dery, wajah Pamungkas terlihat lesu, langkahnya pun lebih pelan dari dua temannya.
" Kau ajak anakmu nanti?" tanya Rafael pada Dery,
" tidak, dia pasti rewel.. biar dengan neneknya saja to dirumah," jawab Dery,
Rafaela menoleh ke belakang, mencari Pamungkas,
" eh, kenapa jalanmu lambat sekali? awas ya kalau kau tidak datang nanti malam?"
Pamungkas diam, tak menjawab.
" Ini ulang tahun putri komandan, persiapkan hadiah yang pantas.." ujar Dery,
" Kalian berisik.." gumam Pamungkas malas.
" Jangan macam macam kau dengan komandan Pam, meski hatimu tidak rela, tetaplah datang.." ujar Rafael,
" kenapa aku harus tidak rela? aku bukan siapa siapa," sahut Pamungkas.
" Semua orang di kantor tau, perhatian komandan lebih padamu, banyak gosip beredar putrinya yang seorang dokter itu menginginkan kau menjadi pendampingnya,"
Pamungkas lagi lagi diam,
" Kau jangan sok bodoh Pam.."
" semua tidak ada hubungannya denganku, apa yang mereka rasakan dan harapkan bukan tanggung jawabku,
aku akan segera pulang ke malang,
ku tidak bisa menikah dengan seorang perempuan berlatar belakang kuat,
kalaupun aku menikah suatu ketika, aku harus menikah dengan seorang perempuan yang langkahnya sama denganku,
bukan yang terlalu cepat atau malah selalu melangkah mendahuluiku," jawab Pamungkas datar.
" Kau tidak percaya diri rupanya?" Dery tertawa,
" benar, aku tidak percaya diri, karena aku masih punya banyak rencana,
tidak untuk diriku sendiri, tapi untuk keluargaku," Pamungkas mempercepat langkahnya, mendahului Rafael dan Dery.
" Aku pulang dulu, mau cari kado." ujar Pamungkas menghilang di ujung koridor kantor.
Dery dan Rafael hanya bisa menggeleng pelan melihat Pamungkas,
" Setiap kembali dari malang moodnya buruk," komentar Dery,
" benar, aku jadi heran...padahal dia selama ini datar dan santai santai saja.." Rafael yang sering sekali tidur dirumah Pamungkas merasakan perubahan Pamungkas.
" Heran, di taksir anak komandan kok tidak mau dia.."
" memangnya kau mau?",
tanya Rafael,
Dery tertawa sembari menggeleng pelan,
" takut.." jawabnya lirih.
Pamungkas mematikan mesin motor XSR nya di depan sebuah pertokoan emas.
Ia tidak tau hadiah apa yang pantas,
tapi saat ia bertanya pada salah satu rekan kerja nya, perempuan suka perhiasan atau tas.
Pamungkas kurang mengerti perkara tas, jadi ia lebih memilih ke toko emas.
Saat dirinya sedang memilih milih,
Hpnya berdering.
" Iya Hen?" jawan Pamungkas,
" Om, aku beli peralatannya menunggu om saja? atau aku beli sendiri dan menyerahkan laporannya?" tanya Hendra,
" begini Hen, nanti ada temanku yang kuperintahkan menemanimu, dia adalah montir profesional..
kau tunggu saja, aku sudah memberinya alamat rumah, mungkin besok siang dia datang.."
" oh.. begitu ya om, baiklah.."
" Ya sudah, aku sedang di toko emas ini.."
" wah, mau belikan emas siapa om?" Hendra tertawa dari balik telfon,
" Kado untuk putri komandanku,"
" wahh.. calon tante om?!" goda Hendra,
" ngawur.. bukanlah, orang satu kantor juga memberi hadiah bukan aku saja.."
" oh.. begitu om, di kira Hendra calon tante.."
" sudah di bilang bukan Hen.., ngomong ngomong cocoknya apa ya Hen?"
" kado?"
" iya,"
" yang jelas jangan belikan cincin pertunangan om!" Hendra bercanda lagi.
" serius Hen..?!"
" jangan emas lha om..
belikan saja tas, sepatu, atau pernak pernik.."
" aku tidak faham pernak pernik wanita, nanti kalau jelek dan memalukan bagaimana?"
" ya sudah.. belikan anting saja om," saran Hendra,
" Anting anting? bukan gelang?"
" ehh.. gelang, kalung, cincin itu untuk orang terkasih..
punya makna mengikat.."
" serius? om setua ini kok tidak tau?" Pamungkas mengerutkan dahi,
" om saja yang kurang mengerti perkara wanita..
sudah, belikan anting saja.." ujar Hendra,
" hemmm...ya sudah, matikan dulu.." Pamungkas mengakhiri sambungan telfon dengan Hendra.
" Jadi yang mana pak?" tanya Di pelayan,
Pamungkas lama terdiam, ia terlihat berpikir.
" Maaf, saya tidak jadi membeli," ucapnya kemudian,
Ia melempar senyum lalu berjalan keluar dari toko.
" Bisa buat salah faham kalau aku memberikan barang yang tampak berkilau dan indah.." gumamnya di parkiran,
kata kata Hendra membuatnya tiba tiba kepikiran.
Hendra meletakkan HPnya dan mulai mengambil piring,
" Om mu?" tanya papanya,
" iya pah.."
" sedang apa dia?"
" sedang di toko emas katanya.." jawab Hendra santai membuat Adi dan istrinya berekspresi heran.
" Toko emas? om mu punya pacar?" tanya papanya antusias,
" entah pah, katanya sih untuk kado putri komandannya..
kusarankan om membeli anting.." ujar Hendra sembari mengambil dua centong nasi.
Ana yang sibuk mengambilkan makanan untuk suaminya tiba tiba saja mengawasi putrinya,
ia meneliti dengan serius raut wajah putrinya saat Hendra mulai menceritakan tentang omnya.
" Syukurlah kalau Pamungkas sudah ada pandangan ya ma?" Adi tersenyum pada istrinya,
" iya pah.. akan lebih baik jika dia membawa perempuan itu pulang, kita bisa mendesaknya untuk menikah lebih cepat.." sahut Ana masih mengawasi putrinya yang makan dengan tenang.
" Kau bagaimana Rat?" tanya Ana tiba tiba pada putrinya,
" bagaimana apanya ma?" tanya Ratih bingung tiba tiba di tanya.
" Kau sudah bercerai lama, apa tidak ada pandangan?",
Adi dan Ana sepertinya sama sama menunggu jawaban dari putrinya.
" Baru satu tahun lebih.. masa Ratih buru buru? takut salah lagi.." jawab Ratih tenang.
" Mama dan papa ini sudah tua, kami ingin sebelum kami meninggal kalian sudah hidup nyaman dengan pasangan masih masing, sukur sukur di beri cucu.." ucap Ana pada putra putrinya.
" Ratih itu sudah pacaran ma, lihat saja, dia pulang malam terus.." sela Hendra membuat Ratih kesal.
" Jangan seenaknya bicara mas?!"
" kalau memang iya tidak apa apa, laki laki yang rambutnya gondrong itukan? dia mengantarmu pulang waktu hujan deras,
aku juga sering melihatnya di cafemu.."
" mas mengawasiku?!"
" tidak.. aku hanya ingin tau kesibukan adikku.." jawab Hendra santai,
" itu namanya mengawasiku?!" Ratih tak terima.
" Apa kata orang Ratih, jika setelah membuang Arga kau mendapatkan orang sembarangan?" Papanya tiba tiba ikut berkomentar.
" Iwang bukan orang sembarangan pa, dia seorang guru seni yang profesional, Ratih dan dia teman baik," jelas Ratih.
" Oh.. namanya Iwang tho.." celetuk Hendra,
" kalau memang di baik menurutmu bawa saja kerumah, kami ingin melihatnya.."
" sudah Ratih bilang kami teman paaa..
Ratih tertarik pada seni rupa dan seni tari yang ia geluti,
papa kan tau Ratih senang sekali pada hal hal semacam itu?"
" teman tapi mesra.." celetuk Hendra lagi,
" Mas Hen?!" Ratih melotot,
" eh.. malah ribut, sudah sudah.. ayo kita makan, jangan ribut!" papanya menengahi.
Ratih diam, hatinya sungguh tak baik, sebelum Hendra mengganggunya perasaannya sudah tidak baik.
Entah kenapa ada rasa tak senang mendengar Pamungkas sedang membeli kado untuk perempuan lain.
Ratih merasa di permainkan oleh omnya itu, bagaimana bisa, setelah menciumnya om nya itu berkata agar Ratih melupakannya,
dan parahnya, ia mendengar Pamungkas sedang bersiap siap memberikan kado untuk putri komandannya.
Sungguh sungguh Pamungkas seperti seorang laki laki yang brengsek matanya,
ia mengira dengan usia yang matang om nya itu adalah sosok yang bertanggung jawab dan bijaksana, tapi nyatanya, Ratih malah di perlakukan seenaknya dan di kecewakan.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆