Reffan Satriya Bagaskara, CEO tampan yang memiliki segalanya untuk memikat wanita. Namun, sejak seorang gadis mengusik mimpinya hampir setiap hari membuat Reffan menjadikan gadis dalam mimpinya adalah tujuannya. Reffan sangat yakin dia akan menemukan gadis dalam mimpinya.
Tanpa diduga terjebak di dalam lift membuat Reffan bertemu dengan Safira Nadhifa Almaira. Reffan yang sangat bahagia sekaligus terkejut mendapati gadis dalam mimpinya hadir di depannyapun tak kuasa menahan lisannya,
“Safira…”
Tentu saja Safirapun terkejut namanya diucapkan oleh pria di depannya yang dia yakini tidak dikenalnya. Reffan yang mencari dan mengikuti keberadaan Safira di hotel miliknya harus melihat Bagas Aditama terang-terangan mendekati Safira.
Siapakah yang berhasil menjadikan Safira miliknya? Reffan yang suka memaksa atau Bagas yang selalu bertindak agresif?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisy Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Diundang
Safira membeku menatap manusia di depannya. "Bagaimana bisa Bagas ada di sini? dan kenapa harus di sini pada saat seperti ini. Ya Allah, apa yang harus kukatakan." Semua kata-kata terasa berat untuk dikatakan, bahkan ludahnya sendiri terasa berat untuk ditelan.
"Safira, kamu mau kemana? apa kau menyambut kedatanganku?" seperti biasa Bagas selalu tak tahu malu.
"Pak Bagas, anda kenapa bisa ada di sini?" pelan suara Safira kuatir orang-orang yang ada di dalam mendengar percakapannya dengan Bagas.
"Aku ini tamu lho Safira, kenapa kamu menyambutku..." Kata-kata Bagas terpotong saat seorang laki-laki baru saja keluar dari dalam rumah dan sekarang sudah berada di belakang Safira.
"Safira, siapa dia?" Suara Bagas sudah berubah dingin. Bagas tahu Safira tidak punya saudara laki-laki. Jadi pasti laki-laki ini bukan keluarga intinya.
Safira menoleh ke belakang, didapati Reffan sudah berdiri tegak menatap tajam ke arah Bagas.
"Pak Reffan.." Suara Safira sudah tercekat. Betapa bingungnya Safira berdiri di antara dua laki-laki yang saling menatap tajam. Safira tak pernah menduga hal ini akan terjadi di rumahnya.
"Perkenalkan saya Reffan, calon suami Safira." Reffan mendekat ke arah Bagas mengulurkan tangan kanannya.
Bukan saja Bagas yang terkejut, Safirapun terkejut mendengar Reffan berani mengatakan hal tersebut dengan santainya. Bukankah dia seperti sudah melemparkan bom yang akan segera meledak.
"Kumohon Ya Allah jangan ada keributan di rumah orangtuaku. Aku mohon." Safira memejamkan mata berdoa di dalam hatinya dan berusaha mengumpulkan energi untuk berbicara.
"Safira..." Bagas bersuara. Safira tahu Bagas meminta penjelasan darinya.
"Pak Bagas ini..." suara Safira dipotong Reffan
"Seperti yang saya bilang tadi, calon suami Safira." Reffan menarik tangannya yang tak disambut oleh Bagas.
"Apa ini Safira. Kamu bahkan tidak memberikan kesempatan padaku untuk dekat denganmu. Aku sabar menunggumu, aku pikir masih ada peluang untukku. Tapi nyatanya berbulan-bulan aku mendekatimu, kamu bahkan tak memberiku kesempatan sekalipun. Dan sekarang kamu malah sudah punya calon suami. Sejak kapan Safira?" Nanar Bagas menatap Safira.
"Pagi tadi." Reffan dengan santai menjawab.
"Ada tamu rupanya. Kenapa tidak disuruh duduk Safira." Ibu Sofi sudah berdiri tak jauh dari Reffan setelah mendengar percakapan tiga orang di teras. Bagaimanapun orang-orang di ruang tamu akan sangat jelas mendengar percakapan mereka.
Kedatangan Bu Sofi mau tak mau membuat suasana yang begitu dingin sedikit mencair.
"Mm..maaf Pak Bagas, silakan duduk." Safira mempersilakan Bagas duduk di kursi teras.
Bu Sofi menghampiri Bagas, "Nak Bagas temannya Safira ya? Mari nak silakan duduk."
"Ah iya Bu, saya temannya Safira. Tidak perlu Bu, saya hanya sebentar sepertinya Safira kedatangan tamu penting. Saya permisi." Bagas meraih tangan Bu Sofi, menjabatnya kemudian berbalik badan meninggalkan kediaman Safira, wanita yang dipujanya namun tak sanggup diraihnya.
Safira hanya bisa menatap punggung Bagas yang kemudian menghilang. Matanya berkaca-kaca, bagaimanapun Safira tidak ingin melukai perasaan siapapun walaupun tak pernah ada rasa yang hinggap di hatinya untuk Bagas. Dan Safira tahu, karena dirinya Bagas harus mengalami sakit hati yang entah akan berakhir kapan.
"Safira, nak Reffan ayo masuk." ajak Bu Sofi menggandeng lengan Safira.
"Iya Bu." Reffan tersenyum melangkahkan kaki masuk lebih dulu.
Reffan sudah duduk di tempatnya semula, diikuti Bu Sofi dan Safira. Sejenak orang-orang yang berada di ruangan tersebut memandang Safira dan Reffan bergantian. Safira hanya menundukkan pandangan, sementara Reffan menatap tak suka mimik wajah Safira yang menyiratkan kesedihan. Reffan tak suka Safira memberikan perhatian kepada laki-laki lain apalagi gurat kesedihan di wajah ayunya nampak jelas.
"Baiklah, sebaiknya kita kembali pada acara hari ini." Kata-kata Reffan memecah sunyi yang menyergap. Reffan melirik papanya berharap papanya segera mengatakan sesuatu.
"Pak Salman dan keluarga, kedatangan kami kemari, bermaksud melamar putri bapak Safira untuk menjadi istri putra saya Reffan Satriya Bagaskara." Ucap papa Rendra yang berhasil membuat seluruh perhatian tertuju padanya.
"Sebelumnya saya dan keluarga saya mengucapkan terimakasih atas kehadiran keluarga Pak Rendra di rumah sederhana kami. Suatu kehormatan bisa menjamu Pak Rendra dan keluarga. Mengenai lamaran terhadap putri kami Safira Nadhifa Almaira, putri kami telah menyerahkan jawabannya kepada saya, ayah kandungnya. Maka dengan mengucapkan Bismillahirramanirrahim saya menerima lamaran nak Reffan Satriya Bagaskara untuk menikahi putri kami Safira Nadhifa Almaira. Semoga Allah meridhoinya dan melancarkan segala urusan ke depannya. Aamiin.."
"Aamiin... Alhamdulillah.." ucap semua yang hadir hampir bersamaan dan tersenyum. Kecuali Safira yang terus menunduk meremas tangannya.
"Baiklah, karena lamaran secara resmi sudah diterima. Maka sebaiknya kita membahas waktu pernikahan." Pak Rendra kembali berkata mewakili keluarganya.
"Mama rasa pernikahan Reffan dan Safira lebih cepat terlaksana akan lebih baik setidaknya akad nikah lebih dulu kemudian baru resepsi besarnya bisa menyusul." Sekarang Mama Raisa angkat bicara, sejujurnya mama Raisa sedikit cemas dengan dengan kehadiran Bagas tadi, semua orang di dalam ruangan bisa dengan mudah tahu perasaan Bagas pada Safira. Maka mama Raisa berfikir untuk secepatnya mengikat Reffan dan Safira dalam ikatan pernikahan.
"Reffan setuju ma, Reffan akan menikahi Safira satu minggu lagi." ucap Reffan yang tentu saja pasti sehati dengan mama tercintanya.
"Satu minggu lagi." Kali ini Safira yang terkejut kemudian mengangkat kepalanya menatap Reffan. Gurat kesedihannya berubah menjadi keterkejutan yang membuat jantungnya bekerja lebih berat memompa darah lebih cepat. Debaran di dada Safira mengalahkan semua perasaannya saat ini.
"Iya Safira, bukankah menyegerakan pernikahan lebih baik. Kamu sudah setuju dengan lamaranku, jadi menurutku tidak masalah dengan waktunya." Ucap Reffan lembut sambil tersenyum menatap Safira.
"Bagaimana Pak Salman?" sekarang papa Rendra meminta pendapat Pak Salman calon besannya.
"Walaupun agak mengejutkan tapi ayah tidak keberatan dengan waktu pernikahan yang nak Reffan usulkan tadi. Memang lebih baik kalian segera meresmikan pernikahan kalian, untuk menghindari fitnah yang bisa terjadi. Nak Reffan dan Safira, terkadang setelah lamaran disetujui akan muncul berbagai ujian entah tentang perasaan dan peristiwa tak terduga yang terjadi. Maka hendaknya kalian berdua dan kita sebagai keluarga lebih mendekatkan diri pada Allah agar Allah menentramkan hati kita dan meridhoi apa yang kita lakukan."
"Iya Pak, terimakasih atas nasihatnya." Reffan tersenyum menatap calon mertuanya kemudian menatap Safira yang juga sedang menatapnya. Tapi Safira buru-buru menundukkan pandangannya.
"Baiklah jika keluarga Pak Salman sudah setuju dengan waktu yang kami ajukan. Maka sekarang kita akan membahas tempat akad nikah dilaksanakan." Mama Raisa yang paling terlihat bersemangat dalam pernikahan Reffan dan Safira.
"Kami rasa akad nikah dilaksanakan di Surabaya saja karena di KTP keluarga kami berdomisili di sana untuk memudahkan administrasi mengingat waktu yang tak lama lagi."
"Kami setuju dengan Pak Salman. Akad nikah akan dilaksanakan hari Minggu pekan depan di Surabaya kemudian resepsi besar akan dilaksanakan dua pekan kemudian di Jakarta mengingat domisili kami di Jakarta sehingga akan lebih memudahkan para undangan dari pihak kami untuk menghadiri resepsi pernikahan. Apakah perlu diadakan resepsi juga di sini Pak Salman?" Pak Rendra menyimpulkan hasil diskusi pernikahan Reffan dan Safira.
"Kami rasa tidak perlu resepsi di Yogya Pak, resepsi atau syukuran bisa dilaksanakan di Surabaya saja setelah akad nikah. Di Yogya kami akan mengadakan pengajian dan syukuran saja mengundang warga sekitar rumah." Pak Salman mengutarakan jawabannya.
"Baiklah, mama senang sekali sudah didapatkan kesepakatan. Reffan dan Safira tenang saja, mama yang akan mengurus persiapan pernikahan kalian bersama Bu Sofi. Kalian tinggal menyiapkan diri kalian saja." Mama Raisa tersenyum menatap Reffan dan Safira bergantian. "Reffan nanti kamu atur agar Safira bisa mendapatkan perawatan pra pernikahan di hotelmu di Surabaya ya. Agar Safira...."
"Ehem..." Papa Rendra sudah berdehem untuk memotong pembicaraan istrinya yang jika dibiarkan akan membuat malu calon menantunya, karena dilihatnya wajah Safira sudah semakin menunduk berubah menjadi kepiting rebus.
secara pasangan menikah itu halal tp BKN muhrim jd ttp membatalkan wudhu...
pasal 2 boss salah, kembali ke pasal 1
wkwkwkwk
makasi yaa....
sukses terus utk outhorx semangat selalu utk berkarya lbh baik lg
next kisah anak² reffan lagi ya thor😁
Terimakasih semua sudah mendukung dan membaca hingga akhir.
Sempetin nengok novel Jejak di Pipi Membekas di Hati ya 😉