*Squel dari One Night Stand With Dosen*
Pernikahan Shalinaz Rily Ausky dengan Akara Emir Hasan cukup membuat orang sekitarnya terkejut. Berawal dari sebuah skandal yang sengaja diciptakan sahabatnya, gadis itu malah terdampar dalam pesona gus Aka, pemuda dewasa yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
Bagaimana kisah mereka dirajut? Simak kisahnya di sini ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Ingin melangkah mundur, tapi ragu, toh Azmi juga sudah melihat dirinya. Tujuan Shali juga ke ruangan Aka, jadi pertemuan mereka di sini hanyalah sepenggal takdir Tuhan yang telah digariska.
Shali masuk dengan kepala tertunduk, tak berapa lama pintu lift tertutup, sungguh situasi yang mencengangkan yang terjadi. Baik Azmi dan juga Shalin bingung ingin memulai, walaupun sebenarnya banyak sekali kata yang ingin terucap dari bibirnya.
Dengan segenap jiwa, Shali harus menjelaskan supaya kecanggungan ini tidak menjadi berlarut-larut karena hal yang sepatutnya harus diakhiri. Baru saja perempuan itu hendak membuka mulut, lift terhenti dan pintu segera terbuka.
"Kita harus bicara," katanya membuat gerakan Shali terhenti.
"Nanti, di rumah saja dekat kolam," ujarnya dingin. Berjalan mendahuluinya begitu saja tanpa sepatah kata lagi.
"Cie ... barengan sama the first cursh," celetuk Nurma yang memergoki mereka keluar dari lift yang sama. Shali mendelik kesal, ia tak menanggapi perkataan sahabatnya sama sekali.
"Dari mana, Nur?" tanya gadis itu setelah bisa menguasai perasaanya.
"Ruangan dosen," jawabnya santai.
"Owh ....!"
"Kamu sendiri, mau kemana?" tanya Nurma penuh selidik.
"Kepo deh ...." Ledek Shali yang membuat Nurma mrengut. "Jiahh ... baper, sama lagi ke ruang dosen, ada perlu juga."
"Kamu ikut ngumpul nggak nanti sore di rumah Fatma?"
"Absen deh kayaknya, aku banyak tugas. Ya udah see you," ucapnya mlipir meninggalkan lokasi.
Gadis itu berjalan gontai, pintu kaca yang terpampang di urutan ketiga dari lift sudah terlihat jelas. Tiba-tiba Shali mendadak ragu ingin melangkah ke ruangan suaminya.
"Duh ... kok aku jadi deg degan gini sih, nggak bener nih, oh hati ... ayolah kerja samanya, jangan oleng di dekat Pak Aka.
Shali menghela napas sepenuh dad@ sebelum akhirnya mengetuk pintu ruangan suaminya.
"Masuk!" terdengar suara Pak Aka menyahut.
"Assalamu'alaikum ....!" salam santun yang langsung dijawab orang yang tengah duduk di kursi kerjanya, menatap layar laptop cukup serius. Pria itu memindai tatapannya pada laptop beralih pada seseorang yang baru masuk.
"Wa'alaikumsalam ... ada apa, Dek?" tanyannya langsung mencair. Wajah serius yang tadi sempat menghampiri kala menatap layar laptop lenyap sudah berganti senyuman manis sejuta watt.
Ia bangkit dari kursi kerjanya dan langsung mendekat. Membuat Shalin mendadak gugup.
"Mau apa? Konsultasi materi kuliah, tanya jawab sosial agama, perbaikan nilai, atau— kangen," cerocos Aka tanpa jeda, membuat perempuan itu sedikit mengeryit gusar.
"Nggak ada, cuma mau bilang— nanti pulang terlambat, ada acara sama teman-teman, nggak usah nungguin," ucapnya jelas, namun tak bisa diterima Aka begitu saja.
"Belum selesai ngomong kok main balik aja!" seru Aka memblokade jalan keluar, ia mengunci pintunya begitu saja, membuat netra hazelnya melotot tak percaya.
"Jangan bilang Mas mau ngurung aku di sini dan nggak ngebolehin kegiatan aku sama teman-teman."
"Bisa jadi," jawab Aka datar, kembali duduk di kursi kerja dengan tenang.
"Mas, aku tuh ada pengajian kelas, kegiatan rutin sesama mahasiswa secara bergiliran, teman-teman udah nungguin aku, please dong, jangan gini."
"Di mana? Nanti aku jemput!" Aka berbicara tanpa menoleh ke arahnya.
"Di kostnya Fatma, deket kok, kost-kostan griya muslim. Udah, buka kuncinya!" kesal gadis itu menggerutu.
"Nanti aku jemput, selesai jam berapa?"
"Nggak tentu, Mas, nggak usah dijemput, Mas pulang duluan aja," negonya di ambang putus asa.
"Aku pergi dulu, mana kuncinya?" Shali menengadah.
"Ambil sendiri di saku celanaku," ujarnya dengan santai.
Terdengar gadis itu mendes@h pelan, bergerak mengikis jarak dan menjulurkan tangannya pada saku celana bahan suaminya. Jarak mereka sangat dekat, bahkan aroma wangi tubuh keduanya dapat tercium dari masing-masing mereka. Saat gadis itu berhasil meraih kunci itu pada saku yang paling dalam, saat itulah Aka mencuri satu kecupan di pipi kanannya begitu saja, membuat Shali terdiam sejenak, melirik suaminya lekat dengan Aka yang membalas lirikan itu dengan senyum manis khas andalannya.
"Pamitan bonus pahala, biar suami ridho istrinya berjalan di luar sana, mendoakan yang terbaik, dihindari dari kejahatan dunia. Aamiin." Shali ikut mengaminkan dalam hati.
Gadis itu masih berusaha membuka pintu itu dengan gugup, sialnya bahkan tidak langsung terbuka dan malah terkesan macet, ingin sekali Shali mengumpat jika tidak berdosa, ia kesal terkurung di ruangan Aka berdua, bahkan mungkin sekarang teman-teman yang menunggunya bertanya-tanya mengapa ia lama sekali.
"Mas, kok nggak bisa dibuka?" tanya Shali mulai kesal.
"Masak sih, perasaan tadi aman aja," jawabnya tenang.
"Mas, bantuin dong, nanti aku ketinggalan teman-teman," rengeknya yang membuat Aka tak tega.
Pria itu berdiri tepat di belakang istrinya, membuat perut suaminya menempel sempurna pada punggung Shali, tangan kanan Aka menjulur, memutar kunci berulang, sedikit sulit tapi langsung terbuka.
"Alhamdulillah ... makasih Mas, pergi dulu," pamitnya seraya memutar tubuh mereka. Membuat sepasang hazel itu bertemu dengan netra hitamnya.
"Hmm ... aku— berangkat dulu!" ujarnya merasa gugup.
"Hati-hati, Dek!" ucapnya seraya mengusap lembut puncak kepalanya yang berbalut hijab.
Shalin melangkah keluar begitu saja. Pintu sudah terbuka tapi masalahnya pria itu meraih tuniknya, membuat ia tertahan melangkah di ambang.
"Salim dulu, Dek, grusa-grusu amat, jangan jadi istri yang lalai akan kodratnya."
Tanpa banyak kata, Shali mengambil tangan kanan Aka dan mencium punggung tangannya dengan takzim. Sedikit berlari menuju lift yang akan mengantarkan ke lantai dasar. Pria itu hanya menggeleng pelan seraya tersenyum.
pinter bhs arab ya thor...
jd pengen mondok..