Akibat kesalahan satu malam, ia terjerat dalam sebuah pernikahan dengan seorang pria beristri.
Kebencian istri pertama membuatnya diabaikan, tak dianggap, bahkan dirampas haknya sebagai istri dan ibu.
Mampukah Lula bertahan dengan status sebagai istri yang disembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sejak Kapan Kamu Peduli Terhadapku?
Lula membuka pintu kamar setelah selesai dengan ritual mandinya. Melepas handuk kecil yang membalut rambut basahnya dan meletakkan pada gantungan yang berada di sudut ruangan. Ia mengurai rambutnya dengan jari. Kemudian melirik sofa di mana tadi ia meninggalkan Dirga. Melihat posisi kaki masih sama saat ditinggalkan, Lula dapat menebak bahwa Dirga masih tidur.
Ia melangkah menuju sudut sofa dan benar tebakannya, Dirga masih belum juga terbangun. Ia menghembuskan napas panjang, bola matanya berputar memikirkan bagaimana cara membangunkannya.
“Mas, ini sudah pagi. Kamu tidak berkerja?" tanyanya dengan mengulurkan tangan menyentuh bahu. "Mas ...”
Karena tak kunjung terbangun, Lula memberanikan diri mengguncangkan lengan suaminya itu.
“Mas ... Bangun!”
Akhirnya lenguhan terdengar. Dirga menggeliat dalam gerakan yang terbatas karena sofa begitu sempit. Jarinya mengusap kelopak mata demi mengurai rasa kantuk.
“Sebentar lagi, Sayang. Aku akan bangun lima menit lagi.”
Satu hal lagi yang membuat Lula berdebar-debar. Entah suaminya sadar atau tidak, yang pasti panggilan sayang itu membuat dadanya bergemuruh hingga terpancar melalui rona merah di wajahnya.
*
*
*
Perlahan kelopak mata Dirga mulai terbuka ketika mendengar bunyi peralatan memasak yang saling beradu, berikut aroma masakan yang memenuhi seluruh ruangan. Membuat perutnya mendadak terasa kosong. Ia bangun dan bersandar di sofa. Tangannya melakukan gerakan memijat di punggung leher, dengan pandangan yang mengarah ke dapur.
Dari tempatnya duduk, Dirga dapat melihat Lula yang sedang memasak dalam posisi membelakanginya. Dengan menggunakan pakaian khusus wanita hamil dan rambut panjang lurus yang masih basah. Bibirnya melengkung membentuk senyuman, matanya bersinar memancarkan rasa bahagia, melihat Lula pagi ini membuat hatinya menghangat.
Dirga melangkah menuju dapur sambil memperhatikan betapa cekatannya tangan Lula memasak. Meskipun dengan ukuran perut yang sudah sangat membesar, tetapi tak terlihat membatasi ruang geraknya.
“Kamu masak apa?” bisik Dirga tiba-tiba dengan memeluk dari belakang sambil mengusap perut.
Tubuh Lula terjingkat akibat terkejut dan refleks melayangkan spatula yang digenggamnya ke belakang.
“Aahh!”
Teriakan Dirga menyiratkan rasa sakit. Tangannya berpaling dari perut dan mundur beberapa langkah sambil memegangi keningnya.
"Mas?"
Rahang Lula terbuka lebar dan semakin terkejut saat melihat suaminya memekik kesakitan. Ia lantas meletakkan spatula ke dalam penggorengan dan mematikan kompor.
“Maaf, Mas. Aku tidak sengaja, kamu membuat aku terkejut.” Ia mencoba melepas tangan Dirga yang menutupi kening dan mengusapnya. Kekhawatiran pun menjalar tatkala menemukan cairan merah yang mengalir di sana.
“Keningnya berdarah, Mas. Maaf, aku tidak sengaja.” Ia mulai panik sambil meniup-niup kening suaminya.
“Aahh sakit sekali, Lula. Aku bisa gegar otak habis dipukul spatula.”
“Ya sudah, ayo ke depan, aku akan obati.”
Dirga tertawa dalam hati melihat kepanikan istrinya seolah benar-benar puas menjahili Lula. Tentu saja pukulan itu tak terlalu sakit. Ia akan menciptakan drama pagi ini demi sedikit perhatian.
*
*
*
Dirga berbaring di sofa dengan menjadikan paha Lula sebagai bantal. Ia membuka mata dan menatap Lula yang sedang mengobati Lukanya.
“Kamu punya kebiasaan buruk ya, saat dalam keadaan terkejut langsung menyerang orang,” ujarnya. “Kamu masih ingat pertama kali bertemu? Kamu juga menyerangku dengan sapu.” Dirga mengusap bagian lengan, yang malam itu menjadi sasaran empuk.
Lula berpaling, wajahnya memerah karena malu dan sialnya Dirga dapat melihat itu. Tetapi tak membuat laki-laki itu berpuas diri untuk menjahili sang istri—yang baru ia sadari begitu menggemaskan dengan sikap malu-malunya.
“Sudah selesai. Sekarang bangunlah!” Lula mendorong kepala Dirga agar berpindah dari pahanya. Namun alih-alih pindah, Dirga malah membenamkan wajahnya ke perut wanitanya itu.
Lula membungkukkan tubuhnya untuk meletakkan sisa kapas yang ia gunakan, hingga perut buncitnya tampak mengapit wajah Dirga.
“Mas, aku mau selesaikan pekerjaanku di dapur. Tolong bangunlah.” Lula mencoba mengangkat leher suaminya yang terlihat enggan berpindah dari posisi nyamannya.
“Baiklah.”
Dirga pun merubah posisi, namun sebelumnya memanfaatkan kesempatan langka itu untuk mengusap dan menciumi permukaan perut Lula.
Dan ...
Untuk pertama kalinya, baik Dirga maupun Lula merasakan hubungan sedekat ini. Sarapan di meja yang sama dengan menu masakan sang istri. Sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam hidup Dirga selama menikah dengan Alika, karena Alika tak pernah menyukai apapun yang berhubungan dengan dapur.
“Ternyata sarapan dengan masakan istri itu enak ya.”
Lula mengangkat alisnya, tatapannya nanar ke arah Dirga yang tampak sangat lahap. Suapan demi suapan terasa begitu nikmat, padahal hanya nasi goreng.
“Mas Dirga mau makan malam di sini?” tanya Lula membuat Dirga menatapnya.
“Apa boleh?”
Lula menjawab dengan anggukan kepala.
“Kamu tidak lelah? Kamu kan sedang hamil besar. Apa kamu tidak kesulitan bergerak?”
“Aku sudah terbiasa seperti ini.”
Ucapan Lula membuat Dirga tertegun. Dadanya seperti terhimpit bongkahan batu besar. Seolah udara dalam ruangan luas itu tak cukup baginya untuk bernapas. Jika saja waktu dapat diulang, akan ia ganti detik-detik yang dilewati Lula dalam kesendirian. Akan ia hapus setiap tetes air mata yang disembunyikan Lula dalam kegelapan malam.
"Maafkan aku."
*
*
*
Siang itu Dirga kembali sibuk dengan berkas-berkas yang berserakan di meja kerjanya. Waktunya tersita hingga melupakan makan siang.
Namun tak tampak rasa lelah pada setiap gerakannya. Sebuah foto USG terbingkai bertengger cantik di atas meja kerja yang berhasil memompa semangatnya. Matanya berbinar menyiratkan takjub dan cinta.
"Anakku ..." Ia menyentuh permukaan kaca dengan ujung jari.
Senyum kian melebar ketika membuka sebuah pesan yang baru masuk ke ponsel. Apa lagi saat membaca nama yang tertera pada layar.
"Sudah makan siang, belum? Aku masak rendang." ~ Istriku
Membaca pesan itu saja sudah mampu meledakkan rasa bahagia dan membawanya melambung ke angkasa. Ia mengetikkan pesan balasan.
"Belum. Sebentar lagi, Sayang. Aku akan pulang."
Ia meletakkan lagi ponselnya. Membaca beberapa berkas sambil menghitung detik demi detik yang berlalu. Menunggu pesan balasan terasa begitu lama.
Tetapi mendadak senyuman itu menghilang, saat pintu terbuka dan memunculkan sosok Alika.
"Sedang apa kamu di sini?" tanyanya.
"Apa salah kalau aku ke kantor suamiku? Aku cuma mau tahu kabar kamu. Sudah dua hari kamu di rumah perempuan itu," ucap Alika ketus.
Dirga menarik napas dalam. Tampak enggan menatap Alika dan memilih terfokus memeriksa beberapa berkas.
"Sejak kapan kamu peduli terhadapku? Bahkan kamu tidak pernah bertanya apa aku sudah makan atau belum. Dan hari ini kamu datang menanyakan kabar. Apa kamu sedang sakit?"
*****
kapan ada karya baru lagi Thor
hahahaha