Duke Arland.
Seorang Duke yang dingin dan kejam. Selama menikah, dia mengabaikan istrinya yang sangat menyayanginya, hingga sebuah kejadian dimana dirinya harus berpisah dengan istrinya, Violeta.
Setelah kepergian istrinya, dia bertekad akan mencari istrinya, namun hasilnya nihil.
......
Violeta istri yang sangat mencintai suaminya. Selama pernikahannya, ia tidak di anggap ada, hingga sebuah kenyataan yang membuatnya harus pergi dari kediaman Duke.
Kenyataan yang membuatnya hancur berkeping-keping. Violeta yang putus asa pun mencoba bunuh diri, sehingga jiwa asing menemani tubuhnya.
Lima tahun kemudian.
Keduanya di pertemukan kembali dengan kehidupan masing-masing. Dimana keduanya telah memiliki seorang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpendirian Teguh
Dua Jam Kemudian...
Duke Aland berpegang teguh pada ucapannya, dia berdiri di halaman itu, salju terus menerus turun, bahkan kedua lututnya telah di tutupi salju, sedangkan Aronz, setengah tubuhnya hampir di tutupi oleh salju.
Lain halnya dengan Kesatria Lio, berkali-kali mulutnya mengeluarkan asap,sebagai bukti, tubuhnya hampir menjadi patung es.
"Ayah, kita akan menggunakan cara lain." Bujuk Aronz.
"Benar Tuan, kita akan melakukan cara lain. Bukankah Tuan memiliki seorang tuan muda dan nona muda. Bagaimana kalau kita membujuknya, kata orang, anak adalah kunci untuk kedua orang tuanya." Kesatria Lio ikut menimpali. Apalagi tubuhnya juga ikut menggigil merasakan butiran salju yang semakin banyak menempel di tubuhnya.
Sama halnya dengan Aronz, tubuhnya juga merasa sudah beku. Bibirnya bergetar, sekuat tenaga ia menahan kedinginan demi sang ayah.
"Lihatlah, tuan muda Aronz. Dia kedinginan tuan," ujar Kesatria Lio. Ia merasa kesialan hari ini, disaat sesuatu yang sangat gentingnya, salju malah turun begitu lebat. Seandainya hari sebelumnya, mungkin ia tidak akan mengumpat karena Duke Aland sangat keras kepala.
Duke Alan melihat Aronz, dia berjongkok. "Aronz, pulanglah. Ikutlah Kesatria Lio, dia akan mencarikan penginapan. Ayah harus di sini, Ayah harus mencairkan hati yang telah beku itu."
"Aronz akan menemani Ayah."
Duke Aland menghela nafas, salju begitu lebat. Dia menatap ke arah balkom, seluruh jendela tertutup rapat. Tidak bisakah Violeta melihatnya, setidaknya lihatlah Aronz, bibirnya sudah pucat karena kedinginan. "Ayah akan mengantarkan mu ke penginapan, tapi nanti ayah akan kembali ke sini."
Aronz menunduk dengan mengerucutkan bibirnya, ia melirik ke arah balkom. Seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tidak bisakah Duchess melihat ayahnya. Laki-laki yang pernah dia cintai.
"Aku tidak mau, aku mau sama ayah. Kita akan bersama-sama di sini."
"Tidak sayang, pergilah bersama Kesatria Lio. Tubuh mu sudah menggigil."
Aronz menggeleng lemah, sejujurnya tubuhnya sudah tidak tahan, namun ia masih ingin berjuang bersama sang ayah.
Dua jam
Tiga jam
Empat jam
Dan
bruk
Duke Aland meneriaki nama Aronz yang jatuh ke dalam tebalnya salju. "Aronz, bangun Nak"
Violeta yang sejak tadi berjaga di kamarnya, ia mengintip di balik jendela itu. Melihat Aronz pingsan, Violeta merasa kasihan, ia meramas dadanya. "Semoga tidak terjadi sesuatu padanya."
Di kamar lain.
Aleta dan Alfred yang tengah duduk di ranjang masing-masing langsung turun ketika mendengarkan teriakan Duke Aland. Keduanya melihat di jendela. Aleta tidak bisa menahan hatinya, ia ingin membantu mereka.
"Kak, bagaimana kalau kita membantu mereka. Kasihan, aku takut terjadi sesuatu pada Aronz, Lihatlah! Duke sampai kebingungan dan menangis. Bibir Aronz pucat kak."
"Tidak bisa, kita akan menyakiti Ibu."
Aleta dan Alfred serba salah, ia ingin menolong tapi takut menyakiti hati ibunya. Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Kak, kita tolong mereka, biarkan ibu marah, ibu tidak akan menyakiti kita. Kita peduli pada mereka sebatas kasihan. Aku tidak mau ada rumor ,,,"
Tanpa mendengarkan ucapan Alfred atau menunggu persetujuannya, dia berlari keluar dan langsung membuka pintu bercat putih itu. "Pelayan, pengawal cepat tolong mereka."
Kedua pelayan saling menatap, mereka takut dengan amukan sang majikan.
"Sudah, kalian cepat tolong mereka. aku yang akan menghadapi ibu." Aleta berlari, ia menebus kedalaman salju itu, ia menarik roknya ke atas, kedalam salju itu pun membuat Aleta tak bisa berjalan leluasa dan terjatuh.
"Nona muda!" pekik Kesatria Lio. Sontak mata Duke Aland beralih.
"Kesatria Lio, kamu gendong tubuh Aronz, Aku mau menghampiri putri ku."
Duke Aland memindahkan tubuh Aronz ke pangkuan Kesatria Lio, kemudian dia beralih menghampiri Aleta dan membawanya ke dalam gendongannya.
Sedangkan Alfred dan Violeta menunggu di teras depan. Keduanya panik melihat Aleta yang terjebak di halaman bersalju itu.Keduanya pun mengikuti Duke Aland yang menggendong Aleta, kemudian menaruh tubuhnya di atas sofa.
"Mia, Mia siapkan teh hangat dan juga mereka."
"Baik Nyonya."
Violeta duduk di samping Aleta, kedua tangannya mengusap salah satu tangan Aleta. "Sayang, apa yang kamu lakuin. Kamu tidak perlu melakukan hal yang bisa membahayakan mu sendiri. Tidak untuk mereka Aleta."
Gadis kecil itu terdiam, ia tidak mau menjawab. Inilah kedua anak Violeta, keduanya tak pernah membantah atau menyanggah jika sang ibu sedang latihan meninggikan suaranya.
"Maaf, Bu."
"Ini Nyonya." Violeta mengambil teh hangat itu, membantu Aleta meminumnya. Sedangkan Kesatria Lio, dia terus meneriaki nama Aronz.
"Bagaimana ini, tuan muda belum sadar."
Violeta menatap Duke Aland dan Kesatria Lio yang khawatir.
"Sayang, bangun. Jangan buat ayah takut."
Aleta menggenggam tangan sang ibu. "Bu, biarkan mereka menginap dulu, setidaknya demi peri kemanusiaan, kasihan mereka Bu, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Aronz? Ibu boleh menghukum ku setelah ini atau mengusir mereka."
Violeta melihat ke arah Alfred, seolah meminta pertimbangan. Sanga anak itu pun hanya mengangguk saja.
"Baiklah, biarkan Mia yang mengurus mereka. Kamu tidak perlu ikut campur, setelah anak itu sadar, suruh mereka pergi," ucapnya datar.
"Ibu akan.mengantarkan mu ke kamar, ayo sayang."
Tanpa menyapa atau sekedar menyapa, Violeta meninggalkan ketiga laki-laki itu yang masih berada di ruang tamu. Berusaha menyadarkan Aronz. Hatinya memang khawatir, tapi pikirannya lebih memilih bersikap biasa saja. Mau memanggil Dokter pun percuma, salju sangat tebal, jalan tidak akan berfungsi.
Sudah beberapa detik telah berlalu, Aronz belum menunjukkan kesadarannya. Hingga ia memutuskan membawa Dokter dari kota. Ia tidak peduli dengan badainya salju, demi keselamatan Aronz, dia akan melakukan apapun.
akoh mampir Thor