NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:484k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 22

Kita tinggalkan dulu kisah Hendro.

Sekarang, mari kita lihat kehidupan Zahira.

Sudah dua hari Zahira bekerja di konveksi. Seperti hidup pada umumnya, selalu ada dua sisi—ada yang menyambut hangat, ada pula yang memandang dengan kebencian. Zahira hanya mencoba bertahan.

Ternyata, ibunya sedikit keliru. Konveksi itu bukan hanya tempat produksi kain majun. Justru divisi kain majun hanyalah sebagian kecil dari usaha besar yang mereka jalankan. Tempat itu sebenarnya semi garmen—mereka juga memproduksi berbagai jenis pakaian jadi, mulai dari seragam sekolah hingga baju-baju yang cukup mewah untuk pasar butik menengah.

Zahira baru menyadari, ia bekerja di tempat yang jauh lebih kompleks dari yang dibayangkannya. Dan itu berarti: lebih banyak aturan, lebih banyak tekanan, dan tentu saja... lebih banyak mata yang memperhatikannya.

Di tempat kerja itu, Zahira dipertemukan kembali dengan teman lamanya, Yuli. Dulu mereka sempat akrab di masa sekolah, dan kini takdir mempertemukan mereka di antara tumpukan kain dan suara mesin jahit. Yuli bertugas memasangkan kancing pada pakaian, sementara Zahira mendapat bagian menggosok baju.

Selama dua hari ini, Zahira berjuang menyesuaikan diri. Ia harus berdiri selama delapan jam penuh, hanya diberi waktu istirahat satu jam saat Dzuhur untuk makan dan salat. Tubuhnya pegal, kakinya nyeri, tapi ia tetap mencoba tersenyum. Karena dalam diamnya, Zahira tahu—ini bagian dari perjalanan hidupnya, cita-cita boleh tinggi tapi harus selangkah demi selangkah mewujudkannya.

"Memang usia nggak bisa bohong," gumam Zahira sambil memijat tangannya yang pegal.

"Semangat, Zahira," ucap Rojak, pria yang selama dua hari ini diam-diam selalu memperhatikan Zahira dari kejauhan.

Zahira hanya membalas dengan senyum tipis—tapi itu saja sudah cukup membuat hati Rojak terguncang. Ada sesuatu dalam senyum Zahira yang sulit dijelaskan… tulus, namun menyimpan luka.

Sementara itu, dari sudut ruangan, Romlah memperhatikan adegan itu dengan rahang mengeras dan gigi tergeretuk. Kesal bukan main.

Sebelum Zahira datang ke konveksi, dialah ratu di tempat itu—bintang yang selalu disorot. Tapi sejak Zahira bergabung, sinarnya seolah meredup, tergeser oleh pesona baru yang datang tanpa diminta.

Bintang itu kini seperti tertutup awan… dan Romlah tidak terima.

"Janda gatal itu lagi-lagi cari perhatian gebetan kamu, Bos," bisik Rina dengan nada sinis.

Ia memang selalu menjilat Romlah—maklum, Romlah adalah supervisor di konveksi itu, dan Rina tahu ke mana harus berpihak demi keamanan posisinya..

"Sial… aku harus kasih dia pelajaran," geram Romlah, suaranya rendah tapi penuh dendam. Mata tajamnya tak lepas dari sosok Zahira yang sedang tersenyum—senyum yang bagi Romlah terasa seperti penghinaan.

Romlah bergegas menuju arah Zahira, namun sebelumnya ia mengambil sebuah baju berwarna merah dari rak. Langkahnya cepat dan penuh emosi. Di belakangnya, Rina mengikuti dengan penasaran, seperti bayangan yang setia menempel, menanti keributan yang mungkin akan terjadi.

Begitu sampai di depan Zahira, tanpa aba-aba Romlah langsung membentaknya keras.

"Zahira! Usaha ini bisa bangkrut kalau semua kerja seceroboh kamu!" teriak Romlah, suaranya menggema di seluruh ruangan.

Sontak semua mata tertuju ke arah mereka. Suasana yang semula hanya diisi suara mesin jahit mendadak sunyi. Beberapa pekerja saling pandang, menahan napas.

Romlah memang dikenal pandai menjilat atasan. Ia tahu kapan harus bersikap galak dan kapan harus berpura-pura peduli. Dan hari ini, sepertinya Zahira menjadi sasaran berikutnya. Nasib Zahira terancam—hukuman paling ringan adalah potong gaji, tapi yang paling berat bisa saja pemecatan.

"Kenapa kamu tiba-tiba marah padaku?"tanya Zahira dengan tenang, tanpa sedikit pun terlihat terintimidasi.

Justru ketenangan itulah yang membuat amarah Romlah memuncak. Ia merasa seperti dibakar dari dalam—Zahira tak hanya menjawab, tapi juga seolah meremehkan ledakan emosinya.

"Kamu masih juga belum sadar kesalahan kamu!" bentak Romlah dengan nada penuh amarah.

Suara dan tatapannya tajam, seakan ingin menusuk langsung ke hati Zahira.

Ya, aku nggak sadar… karena memang aku nggak salah," jawab Zahira santai, sambil terus menggosok baju tanpa menoleh sedikit pun.

Respons itu seperti tamparan keras bagi Romlah. Harga dirinya seolah diinjak di depan banyak orang. Wajahnya memerah, bukan karena malu—tapi karena amarah yang hampir tak bisa ia kendalikan.

"Lihat ini! Gara-gara kamu, baju ini sampai bolong begini!"bentak Romlah sambil melemparkan baju merah ke arah Zahira.

Baju itu jatuh tepat di depan kaki Zahira, menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan. Suasana makin tegang—seolah mereka sedang menonton pertunjukan yang bisa berubah jadi perkelahian kapan saja.

Semua orang terkejut. Selama dua hari ini, Zahira bekerja dengan sangat baik—rapi, teliti, dan tanpa celah. Tapi hari ini, tiba-tiba saja ia melakukan kesalahan fatal.

Mata-mata penuh tanya mulai mengarah padanya, sebagian ragu, sebagian lainnya diam-diam menaruh curiga:

"Apa mungkin Zahira lengah?"

"Atau... ada yang sengaja menjebaknya?"

"Ini apa?" tanya Zahira sambil mematikan setrika, lalu memungut baju yang tadi dilempar Romlah.

Ia mengangkatnya tinggi-tinggi, memperlihatkan lubang kecil di bagian kain.

"Kalau baju bolong seperti ini, apa hukumannya?" lanjut Zahira dengan nada enteng, nyaris seperti orang yang tidak merasa bersalah.

Beberapa karyawan yang melihat adegan itu hanya bisa saling pandang. Dalam hati mereka mengeluh,

"Harusnya Zahira menunduk, minta maaf, dan mengakui kesalahan. Setidaknya kalau begitu, hukumannya bisa lebih ringan…"

Tapi sikap Zahira yang tenang dan malah balik bertanya justru membuat situasi semakin tegang—seolah ia sedang menantang Romlah di depan umum.

"Dasar bodoh! Jelas kamu harus ganti rugi! Harga baju ini lima ratus ribu! Kalau kamu nggak sanggup bayar, ya kamu harus mengundurkan diri!"ucap Romlah dengan nada tajam, sengaja ditekan untuk mengintimidasi Zahira di depan semua orang.

"Apakah hukuman itu berlaku untuk semua karyawan? Atau hanya karena kamu memang membenciku?" tanya Zahira dengan nada enteng namun menusuk.

Pertanyaan itu seperti menyiram bensin ke api. Wajah Romlah memerah, matanya membelalak. Amarahnya semakin menjadi-jadi, karena Zahira justru balik menantang di depan semua orang.

"Aku ini pemimpin yang bertindak bukan karena urusan pribadi, tapi semata-mata karena tanggung jawab pekerjaan," ucap Romlah tegas, berusaha mempertahankan wibawa di hadapan para karyawan.

"Oh, begitu? Jadi kamu akan memberikan hukuman yang sama kepada siapa pun yang melakukan kesalahan seperti ini?" ucap Zahira sambil menatap Romlah tajam, seolah ingin menguji konsistensi dan keadilannya.

"Iya, dan sekarang kamu harus tanda tangan surat kesediaan mengganti barang ini. Kalau nggak mau, silakan angkat kaki dari sini!"ucap Romlah dengan nada tajam dan penuh tekanan.

"Wah, luar biasa... aku bangga sekali punya pemimpin seperti kamu,"ucap Zahira, dengan senyum tipis yang sulit ditebak—antara pujian tulus atau sindiran tajam.

"Jangan banyak bicara! Cepat tandatangani!" bentak Romlah, matanya menatap tajam.

"Aku tidak merasa bersalah. Kenapa harus tandatangan?" jawab Zahira tenang, tapi mantap.

"Omong kosong! Baju itu bolong, tapi kamu masih juga nggak mau ngaku salah?" seru Romlah geram, suaranya meninggi hingga menarik perhatian seluruh ruangan.

Zahira mengambil kartu pekerjaannya dan menyerahkannya kepada Romlah.

"Ini daftar tugas hari ini," ucapnya tenang.

"Aku menggosok baju warna kuning, targetnya 100 set, dan aku sudah menyelesaikan 80 set. Sedangkan baju merah itu bukan bagianku. Itu tugas Rina—anak buah kesayanganmu," lanjut Zahira sambil menatap tajam.

Rina langsung terbelalak. Ia memang jarang fokus bekerja. Baginya, asal pandai menjilat atasan, buat apa capek-capek kerja?

"Sekarang bagaimana?" Zahira kembali bertanya, suaranya tetap tenang tapi menusuk.

"Kamu mau pecat Rina? Atau suruh dia ganti bajunya?"

Wajah Romlah memerah. Malu. Ia asal menuduh tanpa bukti, terlalu percaya diri bisa menekan Zahira. Tapi hari ini, ia baru sadar—Zahira bukan perempuan yang mudah diinjak.

1
Nisa Nisa
nah baru ngeh kg masa Zahira kabur sambil narik koper, pontang pantinglah 🤣🤣🤣
Nisa Nisa
galak padamu aja, tp jinak sekali pada Hendro mau aja jadi budaknya
Nisa Nisa
air minum apa 20 rb?
Nisa Nisa
kok diulang?? biar banyak kata?
Nisa Nisa
sama ibu sendiri kok menyebutnya bu Rini?
Nisa Nisa
kenapa baru sekarang bicara harga diri
Nisa Nisa
tdk selalu, itu pilihan kamu sendiri. mau bertahan puluhan tahun
Nisa Nisa
iya lah keluar hanya dgn uang 20 ribu utk dua puluh tahun pernikahan ups.. bukan pengabdian sebagai babu dan baby sitter anak-anak setan
Nisa Nisa
laporkan pada instansi. tp laporan resmi biar Karirnya sengaja ASN kalaupun tdk tamat tp tercoreng. ASN gk bisa seenaknya bercerai, ada proses yg perlu dilewati terutama ijin atasan.
Nisa Nisa
super duper durhaka ini anak mengalahkan malinkundang
Nisa Nisa
yg kekanakan itu kamu yg terus mengingat cinta pertama dan seolah melupakan penghianatan Ratna 🤣🤣
Nisa Nisa
keluarga laknat bawa bawa agama hanya utk kepentingannya, agamanya seperti hidangan prasmanan diambil mana yg suka saja
Nisa Nisa
anak-anak yg kau didik berani sama ibunya itu bukan durhaka Hendro?
Nisa Nisa
jadi kamu selama ini diperlakukan sebagai p bantu juga pemuas nafsu dan baby sitter anak. ???
Nisa Nisa
mang selama ini menurutmu kamu tdk dihianati? mereka terang-terangan di depan kamu. entah sejauh mana hubungan mereka. setelah mereka menikah baru itu penghianatan??
itulah pola pikir sekarang selingkuh asal tdk nikah msh bisa ditoleransi. menormalisasi perbuatan maksiat
Nisa Nisa
itu artinya memang sejak awal kamu cuma pelarian bukan pilihan 🤣🤣
Nisa Nisa
kurang harga diri lah hingga mau menerima diperlakukan begitu oleh suami dan anak-anak
Nisa Nisa
10 th berhayal disayang itu bikin kamu gila.. itu bukan taat tp bodoh
Nisa Nisa
10 th diabaikan suami, mertua bahkan anak-anak knp msh memendam perasaan sendiri. Percayalah seumur hidup terlalu berharga dihabiskan dlm penderitaan demi disebut sebagai perempuan baik.
Nisa Nisa
lha yg mau didatangi jg ulang tahun Ratna. yg jg sdh bukan anak kecil lagi malah mungkin lebih tua dari ibumu. ini anak anak knp bisa durhaka begitu?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!