NovelToon NovelToon
Cinta Dan Kultivator

Cinta Dan Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: J.Kyora

Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Para siswa keluar dari kelas ketika guru guru pemandu selesai memberikan pengarahan.

Di halaman sekolah, tiga bis besar yang akan membawa mereka telah terparkir, para siswa siswi itu berbondong bondong menuju bis dan berebut naik untuk mengambil bangku dengan posisi paling nyaman.

Nadia masuk ke dalam bis diikuti Nero dan Susan, suasana saling dorong membuat beberapa keributan, ada yang berteriak dan memaki karena kakinya terinjak.

Mereka bertiga berjalan di lorong antara deretan kursi di dalam bis. Melewati Rizka dan kelompoknya yang telah masuk ke dalam bis terlebih dahulu. Stella menyilangkan kakinya ketika Susan berjalan melewatinya hingga membuat gadis berkacamata itu tersandung.

"Aduhh!" jeritnya dengan suara mungil. Ia terdorong kedepan dan refleks memegang tubuh Nero, wajahnya menyamping tersandar di punggung Nero. Anak-anak lain yang melihatnya tertawa terbahak-bahak, Nero yang kaget membalikkan tubuhnya dan membantu Susan berdiri.

"Kenapa?" tanya Nero.

Wajah Susan semerah kepiting rebus, tanpa menjawab pertanyaan Nero ia berlari ke belakang dan duduk di sebuah bangku kosong menyembunyikan diri.

Nero memandanginya tak mengerti, ketika ia melihat ke arah Stella dan teman-temannya, mereka terlihat acuh dan seperti tidak tahu apa-apa. Nero menghela napas lalu duduk di bangku sebelah Nadia.

Rizka memandangi sisi jalan yang seolah berlari di luar jendela. Stella melihat dan menyadari sikap Rizka hari ini cukup aneh, ia terlihat agak murung, tidak antusias dengan percakapan, bahkan tidak memperhatikan ketika susan terjatuh.

"Ada apa denganmu?" tanya Stella.

Rizka yang terus asik dengan lamunannya tidak menyadari kalau Stella berbicara kepadanya.

"Rizka?" Stella menyenggol tubuh Rizka.

Rizka kaget, dan menoleh kepada Stella.

"Tuan Putri kenapa? Sepertinya lagi badmood?"

Stella mengulang pertanyaannya sambil sedikit berseloroh.

Rizka memperbaiki rambutnya yang agak sedikit tidak beraturan, "Tidak apa-apa, hanya kurang tidur semalam," jawabnya acuh.

"Apa yang terjadi? Tidak sepertimu yang suka tidur larut malam," tanya Stella lagi.

Rizka agak ragu menceritakan, sebenarnya ayahnya mengatakan untuk merahasiakan kejadian itu, setidaknya untuk menghindari berita kalau ia menjadi target perampokan.

Kecil kemungkinan kalau perampok yang kabur itu akan mendengar berita kalau targetnya adalah siswa SMA Bina Harapan, namun kemungkinan tetap lah peluang, jadi ayah Rizka melarangnya bicara untuk berhati-hati.

Tapi Stella adalah sahabat dekatnya, seharusnya tidak apa-apa kalau hanya Stella dan gengnya yang tahu.

"Aku semalam akan dirampok," bisik Rizka.

"Apa?!" Stella terkejut.

Kemudian Rizka menceritakan kejadiannya.

Tentang mereka ditodong senjata api kemudian disuruh berhenti, para perampok itu akan mengambil mobil mereka, namun tiba-tiba ada 'Ninja' turun dari langit dan melumpuhkan perampok itu.

Stella memberikan tatapan tak percaya, "Seseorang turun dari langit?" ia menatap lekat-lekat wajah Rizka.

Rizka yang mengerti arti tatapan Stella kemudian memperlihatkan video yang sempat direkamnya tadi malam.

Seorang laki laki terikat di trotoar, dan banyak warga di sekitarnya.

"Lalu mana Ninja itu?" tanya Stella.

"Entahlah, ia pergi hanya setelah menolong kami, ayahku mencari-carinya, tapi dia tidak lagi kembali," jawab Rizka sambil melemparkan pandangannya keluar jendela. Ia teringat mata pria itu yang rasanya tidak asing.

"Kelihatannya penolong itu masih muda, sedikit mungkin di atas usia kita," tambah Rizka.

"Bagaimana kamu tahu? Wajahnya kan tertutup?"

Stella penasaran.

"Terlihat dari tubuhnya, kalau bapak-bapak jelas posturnya berbeda, dan anehnya aku merasa kenal dengan penolong itu," Rizka memberi alasan.

"Mungkin itu Valliant?" Stella menggoda. Ia tahu Rizka tertarik pada Valliant, siswa tampan dari kelas dua namun Valliant selalu hanya cuek dan dingin pada Rizka.

Wajah Rizka memerah, "Bisa jadi dia," balasnya, membayangkan jika itu Valliant, senyumnya jadi terkembang. Meski ia meragukan, namun Rizka berharap itu kenyataan, sejenak ia terhanyut dalam khayalannya sendiri.

Pepohonan hijau dan asri bergoyang tertiup angin, menghembuskan udara sejuk dan kesegarannya membuat tubuh terasa rileks seolah tanpa beban.

Setelah empat jam berada di dalam mobil akhirnya mereka sampai di lokasi perkemahan. Pepohonan yang tinggi, batang-batangnya lurus menjulang. Pemandangan eksotis dengan lembah dan sungai yang mengalirkan air jernih.

Telah banyak kemah-kemah yang di dirikan sebelum mereka datang, di beberapa tempat asap mengepul dari api unggun, terlihat banyak kesibukan disekitarnya.

Nero memperkirakan mungkin ada sekitar enam ratus atau tujuh ratusan lebih siswa tersebar di lokasi ini.

Setelah guru pemandu menentukan lokasi di mana mereka boleh mendirikan kemah, Nero dan Nadia memilih tempat untuk mereka. Susan mengikuti dengan malu-malu.

Setiap kelompok yang diatur dalam perburuan, di tempatkan dalam satu atau dua buah tenda yang sama, Nadia dan Nero memilih lapangan rumput yang di belakangnya ada sungai kecil mengalir.

Setelah selesai mendirikan tenda, Nadia mengajak Nero dan Susan untuk berkeliling, menuju tempat seperti pasar yang menjual berbagai macam asesoris.

Mereka punya waktu satu jam sebelum pemandu mengumpulkan para siswa lagi.

Pasar itu tidak terlalu luas, kios-kios kecil berjejeran dan di dalam etalase mereka terlihat banyak pernak pernik seperti cincin, kalung, sebagian ada yang menjual pakaian dan topi yang digantung rapi.

Nadia akan menghampiri sebuah kios ketika sebuah suara lembut memanggilnya, "Nadia?"

Nadia, Nero dan Susan serempak menoleh, seorang gadis yang sangat cantik berjalan ke arah mereka, rambutnya bergelombang membingkai wajahnya yang putih bersih, jalannya anggun dan lekuk tubuhnya telah benar-benar terlihat seperti gadis dewasa. Di sebelahnya seorang remaja laki-laki yang juga tidak kalah menawan mengiringi.

"Rosa?" Nadia menghambur memeluk gadis yang bernama Rosa tersebut,

"Kamu juga ikut acara di sini?" tanya Nadia, setelah mereka selesai bercipika cipiki.

"Hahaha ... Benar, tiga kelas dari sekolah kami

mengadakan gathering di sini. Oh ya, kenalkan temanku

," Rosa memiringkan wajahnya kepada laki-laki di

sebelahnya.

"Remy," laki laki muda itu mengulurkan tangannya, Nadia menyambutnya sopan, kemudian Nadia mengenalkan Nero dan Susan kepada kedua orang itu.

Wajah Remy agak sedikit berubah ketika menyalami Nero dan Susan, meskipun tidak kentara, Nero sempat menangkap perubahan itu.

Rosa adalah sahabat dekat Nadia di waktu SMP, kemudian mereka berpisah dan bersekolah di SMA yang berbeda.

"Edward juga ada di sini..." Rosa agak mencondongkan tubuhnya ketika berbisik ke telinga Nadia.

"Anak itu..." Wajah Nadia agak berubah, namun ia tidak melanjutkan kata-katanya, karena tepat sebelum ia akan melanjutkan, Nadia melihat orang yang dimaksud Rosa tersebut telah berjalan kearah mereka. Langkahnya terlihat angkuh mendominasi, di belakangnya dua orang seumuran mengiringi.

Edward adalah teman semasa SMP Nadia juga, dulu Edward selalu mengejar-ngejar Nadia dan mengklaim bahwa dirinya adalah kekasih Nadia. Siapa saja siswa laki-laki yang mendekati Nadia akan segera dimusuhinya. Karena hal itu, Nadia menjadi jengah dan sangat tidak senang kepada Edward, tetapi orang itu tetap tidak menyerah.

"Nadia?" suaranya yang lantang menyapa, Edward langsung membelah jalan antara Remy dan Rosa.

"Yo, Edward," jawab Nadia acuh.

"Haha... lama tidak bertemu Nad, bagai mana kabarmu,?" Edward mengulurkan tangannya mengajak salaman, namun matanya segera menangkap Nero dan Susan di samping Nadia.

"Ini teman-temanmu?" wajahnya mengernyit dengan alis yang menyatu. "Nampaknya seleramu berubah dalam memilih teman Nadia?" ucap Edward dengan wajah penuh keheranan.

"Maksudmu?" jawab Nadia, tapi ia segera sadar harusnya tidak bertanya itu. Dan benar saja, Edward segera merangkai kalimat penghinaan, "Ya, lihat saja, sepertinya mereka biasa-biasa saja, bahkan kelihatannya kurang," ujarnya dengan mata berkilat memandang Nero.

Wajah Nadia menjadi merah, Rosa yang mendengar segera menarik baju Edward kebelakang, "Yang sopan bicaramu, Edward," Rosa mengingatkan.

"Apa yang salah? Aku mengatakan yang sebenarnya," cibir Edward sambil tertawa. Ia memandang Remy untuk mencari dukungan. Remy hanya tersenyum, namun terlihat agak setuju, Rosa jadi merasa serba salah.

"Bukan urusanmu aku berteman dengan siapa pun Edward, lagi pula temanku ini jauh lebih baik darimu," bela Nadia. Entah sengaja atau tidak dia meraih tangan Nero dan bergantungan di lengannya. Nero menatapnya dan mengutuk dalam hati, kamu membawakan ku masalah Nadia!.

Rosa terlihat terkejut, begitu juga Remy. Meskipun Nero cukup tampan, namun pakaiannya jelas bukan dari golongan mereka orang-orang kaya. Seperti yang dikatakan Edward, penampilan Nero memang terlihat biasa-biasa saja. Namun Nadia tidak segan-segan bergelantungan di lengan anak itu.

Wajah Edward menjadi sekeras batu, provokasinya bahkan dibalas Nadia menunjukan sesuatu yang membuatnya sangat marah.

"Jangan katakan kalau itu pacarmu, Nad!" seru Edward dengan wajah serius.

"Bagaimana kalau iya?" jawab Nadia yang terlihat makin manja memegang lengan Nero, meskipun itu hanya akting, ia merasa dadanya berdebar hangat.

"Bocah! Siapa namamu?" dengan wajah merah padam Edward setengah berteriak.

Nero hanya diam, memandang mata Edward tak berkedip. Edward merasa dirinya ditantang dan hendak bergegas maju. Namun Nadia segera menarik Nero kebelakang dan berdiri di depannya.

Edward semakin naik pitam melihat Nadia melindungi Nero, melihat keadaan itu Rosa segera menarik tangan Edward, namun Edward menepisnya.

"Kamu akan tahu siapa aku, Bocah!" ancamnya kepada Nero.

"Coba kalau kamu berani!" balas Nadia sengit.

Melihat tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang, Edward melangkah mundur, namun dengan tatapan penuh ancaman kepada Nero.

"Awas kau!" berangnya sambil menunjuk Nero, lalu dengan marah berbalik pergi, diikuti oleh kedua temannya.

Rosa memandangi mereka pergi, "Masih saja belum berubah," sesalnya sambil menghela napas.

...

1
Rahmat Anjaii
lanjut thioorrr, klo prlu tambah babnya.
Rahmat Anjaii
lanjut thoorr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!