HAPPY READING ~
Novel ini menceritakan tentang, lima saudara kembar cewek yang barbar, kompak, dan gak ada takut-takutnya! Ayesha, Aresha, Abila, Aurora, dan Arumi bukan cuma bikin heboh sekolah, tapi juga satu Cianjur! Dari nyolong mangga kepala sekolah, bolos ke Puncak, sampai ketahuan guru BK dan dihukum Babehnya, hidup mereka gak pernah sepi drama.
Tapi di balik kelakuan mereka yang selalu bikin geleng-geleng kepala, ada kisah persahabatan, keluarga, dan kenakalan khas remaja yang bikin ngakak sekaligus haru.
Siap ikut keseruan Mojang Cianjur dalam petualangan gokil mereka? Jangan lupa baca dan kasih vote!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Keisengan Pertama yang Berujung Petaka
Setelah berhasil menyelinap keluar kamar tanpa ketahuan, mereka berlima makin percaya diri. Mereka mulai merencanakan aksi berikutnya, sesuatu yang lebih gila.
"Urang nyobain bikin prank yu, cigana bakal rame," kata Aresha sambil ngemil roti hasil curian dari dapur.
"Prank naon?" Abila menyipitkan mata curiga.
Aurora menyeringai. "Gimana kalau arurang bikin suara hantu di lorong asrama?"
Ayesha menghela napas. "Jangan cari ribut dulu."
Arumi menyandarkan kepalanya ke dinding. "Gimana kalau kita pura-pura kerasukan?"
Lima detik.
Lalu semuanya langsung menatap Arumi dengan tatapan berbinar.
"Itu... ide gila yang sangat menarik," kata Aresha dengan seringai khasnya.
"Hahaha, siapa dulu dong yang bikin ide nya," tawa Arumi.
"Gila," ujar keempat kembarannya sembari disusul oleh tawa mereka.
Dan begitulah, mereka mulai menyusun rencana.
---
Seperti kemarin malam, setelah jam malam, mereka pura-pura tidur sampai suasana benar-benar sepi. Semua santri sudah masuk kamar, ustadz-ustadz pun sudah selesai berkeliling.
"Plan A: Arumi yang mulai dulu," bisik Ayesha.
Arumi mengangguk, lalu keluar dari kamar dengan gaya seperti orang linglung.
Lorong asrama gelap dan sunyi.
Tiba-tiba, Arumi mulai mengeluarkan suara aneh.
"Hehehe... hihihi..."
Aurora dan Aresha yang mengintip dari balik pintu kamar langsung menahan tawa.
Tiba-tiba, Arumi mulai berjalan sambil tersentak-sentak, mirip orang kesurupan di film-film horror.
Salah satu santri yang baru keluar kamar buat ke toilet langsung terdiam di tempat.
"Astaghfirullah..."
Arumi mendongak pelan, menatap santri itu dengan mata kosong. Lalu...
"Hihihi...!"
"AING MAUNG, SAHA MANEH?! KADIEU SIAH, KU AING CENTANG?! HIHIHIHI AING MAUNG, AING MAUNG," celoteh Arumi seperti orang yang kerasukan beneran.
Sementara santri itu, langsung kabur balik ke kamarnya tanpa banyak omong.
Mereka berlima yang melihat dari kejauhan hampir ngakak.
"Oi oi oi, ini seru banget!" bisik Aresha.
Tapi mereka lupa satu hal...
Suara ribut itu menarik perhatian salah satu ustadz.
Tiba-tiba, lampu lorong nyala.
"Siapa di situ?!"
Badan mereka langsung kaku.
"Duh, bahaya!" bisik Abila panik.
"Buru kabur," teriak Ayesha
Dan tanpa banyak pikir lagi, mereka langsung lari balik ke kamar dan pura-pura tidur.
Langkah kaki terdengar mendekat.
Pintu kamar mereka diketuk.
TOK TOK TOK.
"Assalamu’alaikum, ada yang keluar kamar tadi?" suara ustadz terdengar tegas.
Mereka berlima pura-pura menggeliat, seakan baru bangun tidur.
"Eh? Waalaikumussalam, nggak ada, Ustadz," jawab Ayesha dengan suara ngantuk yang dibuat buat.
Ustadz itu diam beberapa detik, sebelum akhirnya pergi.
Begitu suara langkahnya menghilang, mereka saling tatap dalam diam.
Lalu...
Mereka langsung ngakak tanpa suara.
Keisengan pertama sukses!
Tapi lagi lagi mereka tidak sadar, setelah ini, nama mereka akan masuk daftar hitam pengurus asrama.
Dan petualangan mereka baru saja dimulai...
___________
Setelah sukses bikin heboh dengan prank kesurupan, lima kembaran itu, mulai mencari tantangan baru. Kali ini, targetnya lebih ekstrem, yaitu kabur dari asrama buat jajan di luar.
"Seriusan nih arurang mau kabur?" tanya Abila dengan nada ragu.
"Lo pikir arurang lulucon?" sinis Aresha
Aurora menyeringai. "Lah, lamun arurang nggak ngelakuin ini, nama besar Mojang Cianjur bakal pudar."
"Anying, nama besar dari mana?" Aresha ngakak pelan.
"Julukan kita meren," sahut Arumi sembari cekikikan
"Nah eta."
Ayesha menepuk pundak Abila. "Udah, siapkan mental aja. Rencana udah matang, dan nggak bisa diganggu gugat."
Abila mengangguk, dan begitulah, malam itu mereka menyusun strategi.
---
Pukul 23.30....
Asrama sudah sunyi. Semua santri sudah tidur, para ustadz kemungkinan juga sudah istirahat.
Aresha jadi yang pertama mengintip keluar. "Kosong. Jalan aman. Hayuu."
Mereka mulai keluar dari kamar satu per satu. Gerakan mereka ekstra hati-hati, karena kalau garabag mereka bakal ketahuan, dan hukuman kali ini pasti lebih berat.
Begitu sampai di gerbang belakang, mereka menghadapi masalah pertama, gembok besar yang mengunci pintu pagar.
"Bre, arurang nggak bisa loncat lamun sajangkung kieu mah." bisik Arumi.
Aurora mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Sebuah kawat kecil.
"Kalem aing tadi geus nonton tutorial buka gembok di YouTube," katanya pede.
Aresha menatapnya takjub. "Buset, lo belajar ginian dari mana?"
"Ssst, diem, kan udah gue bilangin juga, tadi gue udah nonton tutorialnya di YouTube."
Keempat kembarannya geleng geleng kepala, sementara Aurora mulai mencoba membobol gembok. Lima detik... sepuluh detik...
Ceklek.
Gembok kebuka.
"Jirr tumben tutorial yang lo tonton nggak gagal?!" bisik Ayesha penuh kagum.
"Gue gitu loh."
Tanpa banyak omong lagi, mereka langsung keluar dan lari ke warung terdekat, dengan rasa bangga dalam diri mereka, karena sudah berhasil keluar dari Al-ihsan
---
Setelah berhasil keluar dari Al-ihsan, mereka menemukan warung kecil, namanya 'Warung Mang Ujang.'
Warung kecil itu masih buka, lampunya redup, tapi aroma gorengan menyeruak ke udara.
"Buset, baru beberapa hari di asrama, gue udah kangen gorengan banget," kata Aresha sambil melirik gehu yang masih panas.
Mang Ujang, pemilik warung, melihat mereka dengan ekspresi bingung. "Eh, maraneh teh santri dari Al-Ihsan, kan? Ngapain malem malem begini?"
Abila senyum manis. "Lagi kelaperan, Mang. Nggak boleh jajan disini ya, Mang?"
Mang Ujang menghela napas. "Udah sering anak-anak santri nyolong-nyolong buat jajan. Tapi hati-hati, kalau ketahuan, hukuman di sana berat."
Mereka cuma nyengir sambil buru-buru mesen gorengan, mie instan, dan teh hangat.
"Anjir, enak banget," gumam Aurora sambil melahap bakwan.
Tapi baru aja mereka mulai menikmati makanan, tiba-tiba terdengar suara...
"HEI! KALIAN NGAPAIN DI SINI?!"
Jantung mereka langsung mencelos.
Mereka menoleh, dan di depan warung, berdiri Ustadz Malik dengan ekspresi garang.
"ANJIR, KABUR!" pekik Arumi.
"Sudah ku dugong," gumam Mang Ujang sembari menghela napas.
Lima kembaran itu, langsung lompat dari bangku dan lari sekencang mungkin.
"BALIK KE ASRAMA SEKARANG JUGA!" teriak Ustadz Malik.
Mereka terus lari, masuk ke gang-gang kecil buat ngelabuhin ustadz. Tapi nasib buruk, pas mereka nyampe di pagar asrama, Ustadz Malik udah nunggu di sana dengan tangan yang bersedekap.
"Kalian pikir bisa kabur dari saya?" suaranya dingin.
Lima sekawan cuma bisa saling lirik-lirikan.
Fixs. Mereka bakal kena hukuman berat kali ini.
_______
Setelah tertangkap basah oleh Ustadz Malik, lima kembaran itu, digiring kembali ke dalam asrama. Wajah mereka sudah kayak maling tertangkap basah.
Ustadz Malik menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Kalian tahu kalau kabur dari asrama itu pelanggaran besar?"
Lima kembaran itu mengangguk pelan.
"Dan kalian juga tahu kalau saya harus melaporkan ini ke kepala asrama, kan?"
Mereka langsung saling lirik-lirikan. Waduh, ini bahaya.
Tapi sebelum Ustadz Malik sempat lanjut ngomong, Abila tiba-tiba maju satu langkah.
"Maaf ustadz, sebelum dilaporin... boleh saya bicara sebentar?"
Ustadz Malik melipat tangan di dada. "Bicara apa?"
Abila menarik napas. "Ustadz, jujur saja, kami belum terbiasa sama aturan di sini. Kami bukan anak yang sempurna, kami suka ngelakuin hal-hal aneh. Tapi, kami juga bukan orang yang sengaja bikin masalah buat bikin susah orang lain."
Aurora ikut menimpali, "Kami kabur bukan buat hal yang buruk, Ustadz. Cuma buat jajan."
Arumi mengangguk. "Iya, kami cuma kangen suasana bebas. Tapi bukan berarti kami tidak menghormati tempat dan aturan disini."
Ustadz Malik diam sejenak, lalu menatap mereka satu per satu.
"Apa kalian benar-benar menyesali perbuatan ini?" tanyanya.
Lima kembaran itu, mengangguk serentak.
"Apa kalian siap menerima konsekuensinya?"
Mereka kembali mengangguk, meski kali ini agak ragu-ragu.
Ustadz Malik tersenyum tipis. "Baik. Hukuman kalian tidak akan berupa hukuman fisik, tapi saya akan memberi tugas tambahan."
Mereka langsung deg-degan.
"Apa tugasnya, Ustadz?" tanya Aresha hati-hati.
Ustadz Malik tersenyum lebar. Senyuman yang bikin mereka makin ketar ketir.
"Kalian berlima akan menjadi panitia kegiatan asrama selama satu bulan penuh."
Mereka langsung melongo.
"Eh, serius Ustadz?!" pekik Ayesha.
Ustadz Malik mengangguk santai. "Serius. Dan kalian harus ikut serta dalam semua kegiatan, termasuk jadi pemimpin sholat berjamaah, membantu ustadz dan ustadzah mengawasi santri lain, serta mengurus kebersihan masjid dan kelas."
Aurora menepuk jidat. "Anjir, ini lebih berat dari hukuman fisik."
Arumi mendesis, "Gini amat ya hidup di asrama?"
"Tapi kalau kalian berhasil menyelesaikan tugas ini dengan baik, saya akan mempertimbangkan untuk tidak melaporkan pelanggaran kalian ke kepala asrama," lanjut Ustadz Malik.
Lima kembaran itu langsung terdiam sejenak.
Pilihan mereka cuma satu, jalani hukuman ini, atau berhadapan dengan konsekuensi yang lebih parah.