NovelToon NovelToon
Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Teen School/College / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:885
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Akademi Valdris. Medan perang bagi calon jenderal, penasihat, dan penguasa.

Selene d’Aragon melangkah santai ke gerbang, hingga sekelompok murid menghadangnya.

"Kau pikir tempat ini untuk orang sepertimu?"

Selene tersenyum. Manis. Lalu tinjunya melayang. Satu tumbang, dua jatuh, jeritan kesakitan menggema.

Ia menepis debu, menatap gerbang Valdris dengan mata berkilat.

"Sudah lama... tempat ini belum berubah."

Lalu ia melangkah masuk. Jika Valdris masih sama, maka sekali lagi, ia akan menaklukkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#10 - Bayangan di Balik Masa Lalu

"Selene, apa kau sudah selesai bersiap?"

Isolde bertanya pada putrinya yang terlihat hanya membawa satu tas kecil. Mereka akan pergi jauh ke ibu kota kekaisaran, tapi putrinya begitu santai dengan barang-barang miliknya.

"Ibu, aku hanya butuh senjataku. Lagipula, saat aku masuk ke akademi, aku akan menggunakan seragam."

Isolde masih ingin mengatakan hal lain, namun dia menahannya. Selene merasa sedikit bersalah karena terlalu santai, jadi dia menggandeng tangan ibunya dan berkata manis.

"Lagipula, kita bisa pergi membelinya di ibu kota. Anggap saja kita sedang berlibur dan pergi berbelanja?"

Isolde melihat tatapan anak anjing putrinya dan tertawa, "Benar, kita sudah hidup sederhana selama ini. Sudah saatnya kita menghabiskan uang ayahmu."

"Selene..."

Saat ini Leo muncul bersama Paman Edward dan ayahnya. Dia menaikkan alisnya dan bertanya, "Apa kau serius dengan bawaanmu?"

"Apa ada masalah?" tanya Selene.

"Tidak, hanya saja... apa yang kau bawa dengan tas sekecil itu?" tanya Leo penasaran.

"Kau ingin tahu? Kemarilah..."

Selene melambaikan tangannya pada Leo, menyuruhnya mendekat. Leo mengikuti arahan Selene dan mendekat. Lalu gadis itu membisikkan sesuatu di telinga Leo.

"D-Dasar gadis gila!"

Leo langsung memerah, wajahnya nyaris seperti kepiting rebus. Dia melangkah mundur dengan ekspresi campuran antara malu dan marah. Sedangkan Selene hanya tertawa puas.

"Selene, berhentilah menjahili Leo," kata Gideon sambil tertawa kecil.

"Ayah, aku hanya bercanda." Selene masih menahan tawanya.

Leo menggertakkan giginya, matanya melotot dengan kesal. Gadis mana yang dengan mudahnya menyebutkan dalaman wanita pada seorang pria?!

Dasar gadis gila!

Namun, di tengah kehebohan itu, Edward menatap sahabatnya dengan mata penuh perasaan.

"Gideon, jika kau butuh sesuatu, katakan saja. Aku akan membantumu sebisaku," ucapnya dengan suara berat.

Gideon tersenyum tipis. "Edward, terima kasih untuk bantuanmu selama ini. Aku tidak akan pernah melupakannya."

Mereka berdua berpelukan. Tidak ada kata-kata yang bisa sepenuhnya menggambarkan perasaan mereka saat ini. Kedua teman lama akan segera berpisah lagi.

Selene yang melihatnya ikut merasa sedikit emosional, tapi dia memilih untuk mengalihkan perhatian. Dia menatap Leo dan berkata, "Leo, aku serius pada kata-kataku. Aku akan menunggumu di Akademi Valdris."

Leo menghela napas. "Terima kasih, tapi aku punya tujuanku sendiri. Aku akan masuk Akademi Eden."

"Baiklah, terserah kau saja. Tapi aku akan merindukanmu."

Leo terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangkat satu alis. "Selene, kata-katamu membuatku merinding."

Selene terkikik. "Bersiaplah, aku akan muncul dalam mimpi burukmu setiap malam."

Leo menggerutu, sementara Selene tertawa puas.

Akhirnya, saatnya berangkat. Gideon memberikan pelukan terakhir pada Edward sebelum naik ke kereta. Isolde dan Selene sudah duduk di dalam. Selene membuka jendela, melambaikan tangan pada Leo dan Edward.

Jauh dalam pandangannya, dia menatap lama pada tempat ini. Jujur saja, dia menyukai ketenangan dan orang-orang di sini. Tapi takdir membawanya kembali ke ibu kota.

"Aku akan kembali suatu hari nanti. Pasti!" ucap Selene yakin.

Perjalanan ke Ibu Kota

Perjalanan ke ibu kota akan memakan waktu dua bulan. Mereka bisa berhenti di beberapa kota terdekat untuk membeli beberapa kebutuhan atau tinggal di penginapan. Tapi Selene mengatakan dia lebih menyukai tinggal di kereta, jadi mereka hanya mampir untuk membeli bahan-bahan.

Hari terus berganti, dan tidak terasa mereka sudah pergi selama satu bulan. Mereka sudah setengah perjalanan.

Malam itu, Selene sedang berbaring santai di atas hamparan rumput, menatap langit malam yang penuh bintang-bintang.

"Putriku..."

Gideon berjalan mendekat ke arah putrinya, di tangannya ada sebuah selimut kecil. Dia membentangkannya ke tubuh Selene.

"Pakailah, udara di sini sangat dingin."

Selene menatap wajah ayahnya. "Ayah, apa yang akan kau lakukan jika terlahir kembali?" Dia tiba-tiba saja bertanya hal yang mustahil.

Gideon terkejut dengan pertanyaan putrinya. "Apa maksudmu?"

"Ayah?"

Selene memandangi Gideon yang sedikit terkejut. Dia tidak bermaksud membuat Gideon bingung, hanya saja... tiba-tiba dia ingin bertanya. Apakah pendapat orang lain akan sama dengannya?

Gideon menghela napas panjang sebelum menjawab. "Putriku, jika aku terlahir kembali... mungkin aku ingin mengubah satu hal."

Selene merasa tertarik. "Apa itu?"

"Kematian..."

Suara Gideon terdengar berat. Seolah batu yang mengganjal dalam hatinya selama ini akhirnya pecah.

"Selene, apa kau tahu, jika aku dan ibumu pernah memiliki bayi lain sebelum dirimu?"

Selene terkejut. "Apa...?"

Gideon menatap langit, seolah mengingat sesuatu yang jauh di masa lalu. "Itu adalah putri kecil yang kami tunggu dengan bahagia. Tapi suatu kejadian membuatnya pergi. Saat itu, aku begitu terpukul karena kepergiannya... dan pada saat yang sama, aku tidak bisa menemani kepergian teman baikku. Akhirnya, aku juga kehilangan temanku. Aku bahkan tidak bisa menemukan di mana tubuhnya. Yang tersisa hanya genangan darah."

Gideon tersenyum getir, tapi Selene malah makin terkejut.

Tubuhnya tidak pernah ditemukan?

Bukankah... seseorang memeluknya saat dia mati?

Jadi mengapa hanya ada genangan darah?

Melihat ekspresi putrinya yang berubah serius, Gideon berpikir mungkin dia terlalu banyak bicara. Dia mengusap rambut Selene dan berkata, "Ayo kembali, udara semakin dingin di sini."

Selene diam-diam mengangguk.

Tapi di dalam kereta, pikirannya tidak bisa tenang.

"Tubuhku... apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang membawaku? Dan untuk apa?"

Malam itu, Selene terus berpikir. Namun, tidak peduli seberapa keras dia mencoba mengingat—jawabannya tetap terselimuti misteri.

1
Maria Lina
yg lama aj blm tamat thor buat cerita baru lgi hadeh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!