NovelToon NovelToon
Lu San: Makhluk Tertinggi

Lu San: Makhluk Tertinggi

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan
Popularitas:508
Nilai: 5
Nama Author: Rumah pena

Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.

inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.

Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.

seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Percakapan Di Ujung Realitas

Angin malam berhembus di atas tanah kosong, membawa butiran debu yang beterbangan, menari di udara. Di atas bukit tandus, Lu San berdiri diam. Matanya terarah pada sebuah celah kecil yang terbuka di langit—retakan yang tampak seperti mata, menatap ke dunia ini dari luar narasi.

Dia merasakan kehadiran itu jauh sebelum langkahnya sampai ke tempat ini.

Aura yang tidak berasal dari Dao, melainkan tinta murni, getaran dari makhluk yang pernah menjadi penulis... dan kini menjadi pemberontak.

“Kurasa kau sudah tahu aku datang,” suara dalam terdengar dari belakangnya.

Lu San tidak menoleh. Dia mengenali suara itu.

Mornis.

Pria berjubah hitam itu muncul dari kabut, tubuhnya seakan dilapisi oleh tinta yang menetes perlahan, membentuk lantai di bawah kakinya. Matanya kosong, tak ada pupil, hanya hitam pekat. Namun, kekosongan itu terasa lebih dalam daripada kehampaan.

“Kau datang lebih cepat dari yang kukira,” ucap Lu San santai, seolah berbicara pada teman lama.

Mornis menyeringai. Tetesan tinta dari sudut mulutnya jatuh, menyentuh tanah dan menghilang seperti asap.

“Kael’Thar ingin aku bicara denganmu lebih dulu... negosiasi, katanya.”

Lu San menghela napas, lalu melangkah ke sebuah batu besar dan duduk santai. Ia menepuk permukaan batu di sampingnya.

“Kalau begitu, duduklah. Kita bicara seperti makhluk yang punya akal.”

Mornis terdiam sesaat, lalu berjalan mendekat dan duduk perlahan.

Namun, saat dia duduk, dunia di sekitarnya mulai berubah. Warna-warna memudar, menjadi hitam-putih, seolah mereka berdua duduk di atas kanvas yang belum selesai dilukis.

“Bagaimana rasanya,” tanya Mornis pelan, “hidup tanpa ada yang mengendalikanmu?”

Dia menatap Lu San dengan mata gelapnya.

Lu San tersenyum tipis.

“Sepi,” jawabnya.

“Ketika kau tidak terikat pada hukum narasi mana pun, tidak ada kisah, tidak ada takdir. Kau hanya... ada.”

Mornis mengangguk pelan. “Dan bukankah itu membosankan? Dunia ini, semua dunia yang lain, selalu ada cerita yang mengikatnya. Tanpa cerita... segalanya hampa.”

Lu San memejamkan mata sebentar, lalu membuka perlahan.

“Aku lebih suka hampa daripada terikat pada pena seseorang yang menganggapku sekadar karakter.”

Mornis menyilangkan tangan.

“Kalau begitu, kenapa tidak bergabung dengan kami? Kael’Thar membuka jalur baru, narasi tanpa batas, di mana kita—para makhluk fiksi—bisa menulis ulang cerita kita sendiri.”

Lu San menatap lurus ke depan, melihat celah di langit makin lebar.

“Itu bukan kebebasan,” katanya dingin.

“Itu hanya narasi lain, yang kalian buat sendiri. Mengganti belenggu lama dengan belenggu baru. Pena tetap di tangan seseorang... dan itu bukan aku.”

Mornis tertawa pelan.

“Kau berpikir terlalu sempit, Lu San. Kau bisa menjadi penulis di sana. Menciptakan semesta sendiri. Bukankah itu yang kau mau?”

Lu San menggeleng.

“Menjadi penulis di atas narasi tetap saja membuatku bagian dari cerita mereka. Aku ingin keluar dari narasi... bukan membuat cerita baru.”

Mornis mendecak, lalu berdiri. Tubuhnya bergelombang seperti tinta yang mendidih.

“Sayang sekali. Padahal Kael’Thar menunggumu di Perpustakaan Tanpa Nama. Kami berharap kau akan bergabung... tapi kurasa kami harus mulai menulis ulang ceritamu tanpa izin.”

Langit di atas mereka pecah, puluhan pena hitam meluncur ke arah Lu San, menciptakan formasi tulisan di udara—huruf-huruf kuno yang mengikat, simbol-simbol penghancur narasi.

Lu San tetap duduk.

Dia mengangkat tangannya perlahan, dan seketika waktu berhenti.

Semua pena itu mengambang, membeku di udara.

“Masih menggunakan pena untuk menyerang?” ucap Lu San santai.

“Sudah kuno.”

Dia menjentikkan jarinya.

Setiap pena itu meledak menjadi partikel kecil, hancur tanpa sisa.

Mornis terdiam sejenak, lalu tertawa keras.

“Luar biasa. Tapi kami tidak butuh pena untuk menulis ulang dirimu.”

Mornis melangkah maju, setiap langkahnya membuat tanah berubah menjadi halaman buku kosong.

Dia menjulurkan tangannya ke arah Lu San, dan tiba-tiba udara di sekitar mereka penuh dengan bisikan.

Bisikan para Arbiter Pemberontak.

"Lu San... kembali ke naskah asalmu."

"Kau adalah karakter dalam cerita ini."

"Kami bisa menulis akhir hidupmu, di sini dan sekarang."

Namun, Lu San berdiri.

Aura putih murni mengelilinginya, melingkupi dunia hitam-putih itu, mengubahnya menjadi ruang hampa murni.

Tidak ada cerita.

Tidak ada hukum.

Tidak ada narasi.

Mornis mundur satu langkah, wajahnya untuk pertama kali menunjukkan ketakutan.

“Kau... kau benar-benar menolak seluruh hukum eksistensi...”

Lu San melangkah maju.

“Karena aku tidak lagi bagian dari narasi.”

Dia menancapkan satu jari ke tanah.

Dunia di bawah mereka retak.

Retakan itu menelan segala bentuk narasi, segala hukum, segala cerita yang telah ditulis para Kreator.

Mornis terhisap ke dalam kehampaan, berteriak keras.

“Aku akan kembali! Kael’Thar akan datang sendiri!”

Suaranya menghilang bersama tubuhnya yang larut dalam kekosongan.

Lu San berdiri diam.

Hening.

Namun, di balik langit yang telah diperbaiki, dia tahu…

Kael’Thar tidak akan berhenti.

---

Beberapa saat kemudian, Ling Yue muncul dari balik awan.

Dia menatap Lu San dengan sorot mata sulit ditebak.

“Kau membiarkannya pergi?” tanyanya pelan.

Lu San mengangguk.

“Dia utusan. Hanya pesan dari Kael’Thar.”

Ling Yue menatap ke langit.

“Jadi... kita akan pergi ke Perpustakaan Tanpa Nama?”

Lu San menarik napas panjang.

“Ya. Kita cari Pustakawan Kosong... sebelum Kael’Thar mengubah seluruh cerita.”

Mereka melangkah bersama, menembus awan menuju batas dunia immortal.

Di sana, sebuah gerbang kuno muncul di depan mereka—pintu menuju Asal Segala Cerita.

Perjalanan baru saja dimulai.

Dan perang pena melawan kehendak realitas semakin dekat.

1
Pecinta Gratisan
novel pertama gk fi lanjut thor
Rumah Pena: belum ada niatan sih, mungkin kalau sempet aku lanjutin.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!