Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 12
Sudah seminggu sejak tuan Ardan dan nyonya Sita pulang dari pelosok desa itu. Seperti biasa, pagi ini tuan Ardan, nyonya Sita dan Arselo tengah menikmati sarapan bersama sebelum berangkat kantor. Sampai saat ini pula Arselo masih belum menceritakan tentang kehamilan Vivi, hingga bi Nani sang asisten rumah berlari tergopoh-gopoh menghampiri tuan nya.
"Maaf, ganggu tuan muda. Di luar ada seorang perempuan yang mencari tuan muda" ucap bi Nani
"Perempuan siapa bi?" tanya nyonya Sita.
"Maaf nyonya, saya tidak tahu namanya, teman tuan muda mungkin" jawab bi Nani.
"Ya udah, suruh masuk aja bi, biar tunggu di ruang tamu" ucap tuan Ardan sambil melirik sinis Arselo.
Setelah mendengar perintah tuan Ardan, bi Nani pun pamit berlalu untuk menyampaikan pesan tuannya.
"Pa, kenapa di suruh masuk sih?" tanya Arselo tak suka "Kenapa gak langsung usir aja?" sambungnya lagi.
"Kenapa harus di usir?" tanya nyonya Sita merasa aneh.
"Ya gak apa-apa ma, siapa tau aja dia punya niat gak baik kan? Apa lagi bertamu pagi-pagi gini kan gak wajar" ucap gagap Arselo, ia yakin tamu perempuan yang datang itu adalah Vivi, pasalnya sudah seminggu ini dia selalu menghindarinya.
"Apa kamu sedang ada masalah?" selidik tuan Ardan.
"Apa, masalah apa pah? aku... aku gak punya masalah apa-apa" jawab Arselo gugup.
"Ya sudah kalau kamu gak ada masalah apa-apa, temui teman kamu itu" ucap nyonya Sita.
"Ya ma, Selo temui dia dulu" ucap Arselo sambil berdiri dari kursinya dan menemui teman wanitanya itu.
Arselo yang melihat Vivi sedang duduk anggun di sofa ruang tamunya pun segera menghampirinya dan menarik tangannya kasar untuk membawanya keluar.
"Berani-beraninya kamu sampai datang ke rumah ku pagi-pagi begini" ucap Arselo geram.
"Kenapa gak berani? Apa kamu sudah berubah jadi seorang p******t?" tantang Vivi.
"Apa yang kamu mau?" tanya Arselo dengan mata yang menatap sinis. Tapi sayang, Vivi tak takut dengan sorot mata itu.
"Nikahin aku" ucap Vivi santai.
"Cih, aku yakin anak itu bukan milikku, kamu kan sudah biasa melakukan hal itu dengan banyak pria. Apa kamu sedang menjebak ku? Dasar p*****r" ucap Arselo sambil memandang rendah Vivi.
Plak...
Sebuah tamparan keras melayang ke pipi mulus Arselo.
"Jaga ucapan kamu, aku memang rendah. Tapi aku hanya melakukan itu dengan kamu Arselo, itu karena aku menyukai dan mencintai kamu dari dulu. semua yang aku lakukan bukan semata-mata karena uang" ucap Vivi menggebu-gebu, bahkan ia pun melemparkan dua amplop yang bercap salah satu rumah sakit di kota itu.
"Itu adalah bukti aku hamil anak kamu" ucap Vivi sambil berlalu dengan berderai air matanya. Ia memang tidak ingin bertindak bodoh jika hanya hasil tes kehamilan saja Arselo dan keluarganya tak akan ada yang percaya, maka dari itu Vivi juga sudah menyiapkan surat hasil tes DNA juga dengan hasil positif anak itu milik Arselo.
Nyonya Sita tiba-tiba datang dan mengambil dua amplop itu, Arselo yang hendak mengambil itu kalah cepat dengan nyonya Sita. Dengan tangan gemetar nyonya Sita mulai membuka amplop itu dan membacanya, seketika ia meremas dua kertas itu dan menampar anak laki-lakinya.
Plak... plak...
"Jelaskan apa yang terjadi dengan kalian" ucap nyonya Sita dingin, memandang Arselo dengan tatapan penuh amarah.
"Ngga ma, ini semua gak bener. Selo di jebak sama dia ma" ucap Arselo masih dengan membela diri.
"Kamu fikir mama akan percaya begitu saja?" tanya nyonya Sita "Mama benar-benar merasa kecewa dan gagal mendidik kamu Arselo Dwitama" sambung nyonya Sita sambil berlalu meninggalkan anaknya yang hendak mengatakan sesuatu.
Nyonya Sita berlari ke kamarnya, ia menangis histeris. ia merasa marah, ia merasa gagal menjadi seorang ibu, hingga anaknya bisa melakukan hal yang memalukan seperti itu. Padahal selama ia selalu berusaha mendidik kedua anaknya dengan baik dan benar tapi nyatanya, ia tetap gagal.
Tuan Ardan yang melihat nyonya Sita berlari ke kamarnya pun segera menghampirinya, ia tak berani bertanya kepada istrinya yang tengah menangis pilu itu, ia hanya memeluk sambil menenangkannya saja. Setelah tangisnya mulai reda, ia pun mulai bertanya.
"Ada apa ma? Kenapa mama nangis sampai seperti ini?" tanya tuan Ardan dengan lembut setelah memberikannya minum.
"Arselo pa, mama sangat kecewa dengan dia. Selama ini mama selalu berusaha untuk selalu memahami anak mama itu, selalu berusaha agar mereka tak melakukan hal yang membuat dia atau orang lain rugi, tapi nyatanya dia tetap melakukan hal itu. Dia melakukan zina dengan wanita itu sampai wanita itu hamil anak Arselo, pa. Dan Arselo malah terus mengelak dan gak mau bertanggung jawab" terang nyonya Sita panjang lebar.
Tuan Ardan yang mendengar itu pun langsung merasa marah dan kecewa, tapi dia tetap bersikap tenang di hadapan nyonya Sita.
"Mama yang tenang ya, biar papa yang akan mengatasi anak itu" ucap tuan Ardan sambil terus menenangkan sang istri.
Nyonya Sita tak menjawabnya, ia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Setelah melihat istrinya tenang, tuan Ardan pun bangkit dan mengecup kepala istrinya, ia berlalu keluar kamar untuk menemui Arselo.
Arselo yang melihat papanya keluar kamar pun langsung menghampirinya.
"Keruang kerja papa sekarang" ucap tuan Ardan dingin dan melangkah menuju salah satu pintu yang berada di sebelah kamarnya.
"Pa, aku bisa jelaskan" ucap Arselo buru-buru dan mengikuti langkah papanya.
Tuan Ardan tak menanggapi ucapan Arselo, dia melangkah menuju meja kerjanya.
"Pa, itu semua gak benar pa, Vivi udah jebak aku. Dan aku yakin itu bukan anak ku" Arselo masih tetap kukuh dengan prasangka nya, sedangkan tuan Ardan masih bungkam sambil menatap anaknya datar, bahkan terkesan santai meskipun gejolak amarah di dadanya tengah menggebu tapi sebisa mungkin ia tahan.
"Pa, papa percaya pada ku kan? Aku yakin hasil tes DNA itu juga sudah dia manipulasi" Ucap Arselo lagi.
"CUKUP Arselo...!!!" seru tuan Ardan akhirnya "Mau sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini?" sambungnya lagi.
"Pa, aku benar-benar gak percaya kalau itu anakku" ucap Arselo terus mengelak.
"Nikahi dia atau jangan pernah menganggap kami orang tua mu lagi" ucap tuan Ardan.
"Gak bisa gitu dong pa, aku kan anak mama dan papa" ujar Arselo.
"Maaf, kami tidak punya anak yang p******t dan lari dari tanggung jawabnya" ucap tuan Ardan membuat Arselo bungkam seketika, tentu saja ia tak terima jika dikatai p******t, laki-laki mana yang rela harga dirinya di injak-injak dengan kata-kata itu "Fikirkan keputusan mu secara matang, jika sudah punya jawabannya segera temui papa dan untuk sementara waktu jangan temui mamamu dulu, dia sangat syok dan kecewa dengan mu" tambah tuan Ardan lagi sebelum berlalu meninggalkan Arselo yang kini tengah duduk di sofa ruang kerja papanya dengan frustasi.
"Akh, s***, s***" umpatnya sambil mengusap kasar wajah nya.
Pagi yang cerah itu kini berganti dengan suasana yang panas dengan emosi.