Sheina harus menelan pil pahit karena laki-laki yang dibencinya dari SMA tiba-tiba menuduhnya sebagai wanita malam, dan membuatnya kehilangan mahkota yang selalu dijaganya. Tak cukup sampai di situ, Sheina juga harus menghadapi kenyataan bahwa ia telah hamil tanpa suami.
Akankah laki-laki itu bisa meluluhkan hati Sheina yang sudah terlanjur membatu, demi anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TGM Bab 34
Bara menatap kesal pada layar ponselnya. Papanya benar-benar mengganggu usahanya untuk mendekati Sheina.
"Kamu harus kerja, Bar?" tanya Sheina yang paham kondisi.
Bara menoleh pada Sheina yang kini menatapnya. Kalau dia bisa, ingin rasanya menghentikan waktu detik ini. Tatapan Sheina kali ini mulai berbeda dari pertama kali mereka bertemu. Bara tidak ingin waktu ini berlalu cepat, ia ingin menikmati tatapan teduh itu untuknya sendiri, untuk waktu yang lebih lama. Ah, sial memang. Saat seperti ini kenapa papanya harus pulang?
"Bar." Sheina menepuk pundak Bara yang menatapnya sambil senyum-senyum.
"Ah, iya. Itu, Papa suruh aku balik ke kantor. Tapi biarin ajalah, aku masih pengen sama kamu sama Gabriel." Bara menyentuh tangan Sheina yang masih menyentuh pundaknya.
"Kamu balik aja, nanti biar aku yang jelasin ke Gabriel." Sheina menjauhkan tangannya dari Bara, tapi Bara meraihnya dengan cepat.
"Nggak Shein. Di kantor nggak ada kerjaan kok, aku bosen. Mending aku di sini sama kamu."
"Kamu bilang sama Gabriel kalau tugas daddynya itu kerja, 'kan? Sana kerja!"
Bara mengembuskan napas berat. Kalau Sheina yang sudah mengatakannya, ia bisa apa selain menurut.
"Oke, tapi sampai kantor temenin aku ya, biar aku nggak bosen."
"Temenin apa?"
"Telfonan, Shein. Biar aku juga bisa lihat Gabriel ngapain aja."
"Terserah kamu aja deh."
Bara mencium tangan Sheina sebelum berdiri lalu memanggil Gabriel.
"Daddy kerja dulu ya, Biel sama Mommy, jangan nakal! Nanti pulang kerja daddy ke rumah ya." Bara mencium kedua pipi dan kening Gabriel.
"Janji ya nanti ke lumah. Biel pengen tidul di kamal spidel sama Daddy."
"Iya Sayang. Nanti tunggu daddy pulang ya. Daddy kerja dulu." Bara mengepalkan tangan, lalu Gabriel membalasnya dengan kepalan tangan. Saat dua kepalan tangan itu beradu, Bara dan Gabriel sama-sama tertawa.
Sheina menyadari satu hal, dua laki-laki di hadapannya itu memiliki banyak kesamaan, bahkan cara tawa mereka juga sama. Pantas saja, Bara dan Gabriel sangat mudah akrab.
"Bye Gabriel, bye Mommy." Bara melambaikan tangan, ia memanggil Sheina dengan sebutan mommy, bukan dengan nama seperti biasanya.
"Bye bye Dad." Gabriel melambaikan tangan dengan semangat, sampai Bara menuruni tangga berjalan, lalu menghilang. Gabriel kembali bermain, sedangkan Sheina merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya.
*
*
*
Bara sampai di kantor. Ia menyuruh Gery untuk mengatur posisi Sheina supaya bisa bekerja di kantor dan sering berinteraksi dengannya.
"Mana bisa gitu Bar," protes Gery.
"Bisa bisainlah. Aku nggak mau tau, Ger. Pokoknya atur aja. Nemenin si Karin juga nggak apa-apa, bagus lagi kalau dia bisa satu ruangan sama aku." Bara menyandarkan kepalanya di kursi. Ia tersenyum membayangkan kesehariaannya saat Sheina setiap hari berada di hadapannya.
"Jangan ngayal terus, Bos. Ada yang belum tahu soal Sheina dan Gabriel. Jangan sampai malah bikin masalah baru buat Sheina nantinya." Gery mengingatkan Bara tentang papanya yang samapai sekarang memang belum tahu soal keberadaan Gabriel.
"Di mana Papa?" tanya Bara yang langsung menyadari maksud Gery.
"Ada di ruangannya. Selamat berjuang Bos Bara," jawab Gery yang langsung keluar setelah tersenyum mengejek Bara.
"Sial! Semoga saja Papa bisa menerima Gabriel dan Sheina," gumam Bara. Ia berdiri dan keluar ruangannya, lalu berjalan cepat menuju ruangan papanya.
Bara masuk ke ruangan papanya setelah mendapat izin dari sekretaris pribadinya. Saat masuk ke ruangan papanya, ada orang lain yang tengah berbincang santai dengan papanya.
"Akhirnya datang juga, kelayapan ke mana kamu, Bar?" tanya papa.
"Ada urusan. Kalau Papa sibuk, nanti aja aku bicaranya." Bara tersenyum pada tamu papanya, lalu ia menyentuh gagang pintu hendak meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu, Bar. Ini ada Om Hans. Hans dia Bara anakku satu-satunya."
Bara dan laki-laki bernama Hans itu akhirnya berkenalan.
"Aku juga punya anak perempuan seumuran Bara. Gimana kalau kita kenalkan mereka, siapa tahu mereka cocok?" tanya laki-laki bernama Hans itu.
"Aku setuju, anak kamu yang jadi direktur di bank itu, 'kan?"
"Aku nggak bisa, Pa. Aku udah punya pilihan sendiri."
🥀🥀🥀
Omo omo, Coba tebak, kira-kira papa setuju nggak ya Bara sama Sheina? 😅😅 Yang belum Vote, yuk vote dulu. Nanti aku crazy up lagi 😘😘
...****************...